60. GOBLOK!

6.5K 540 17
                                    

Nanya, dong. Kalian nemu cerita gajeku ini dari mana?

[Aku yakin, pasti kalian semua tahu bagaimana cara menghargai penulis.]

Jangan lupa vote, coment, dan bagikan ke teman-temannya atau sosmed.

Typo bertebaran.

Tebarkan coment sebanyak-banyaknya!

Happy reading.

***

60. GOBLOK!

"Sudah siap untuk berangkat Tu ... an putri?" tanya Albarian lalu menggandeng tangan Zelia seperti prince Ken. Mereka berdua berada di depan teras rumah Zelia.

Zelia tersenyum lalu terkekeh miris. "Nggak usah sok-sokan romantis lo. Nggak pentes!"

Albarian mengangkat satu alisnya -menatap Zelia geram. "Ya elah, yaudah, nggak usah banyak bacot."

Tangan Albarian menenteng bagian pundak dress Zelia seperti orang yang merasa jijik. Dia mengiring Zelia seperti membawa sampah yang busuk. Tampang cowok itu benar-benar tidak bisa dikondisikan.

Zelia menepis tangan Albarian lalu menatap cowok itu sinis. "Lo kira gue bangkai apa?! Lo yang bangkai!"

"Gini-gini gue udah mandi tujuh kembang, anjir," celutuk Albarian.

"Dasar bangkai hidup!" umpat Zelia kesal.

Albarian menatap malas Zelia penuh selidik. "Sesama bangkai nggak boleh ngehujat gitu, ya."

Zelia membuang wajahnya sambil melipat kedua tangannya malas. Albarian menghela nafas kasar lalu menggendong Zelia seperti bridal style.

Cowok itu membawa Zelia menuju mobil sportnya berwarna putih yang terparkir di depan rumah Zelia. Zelia terus menatap wajah tampan Albarian dari bawah. Sangat menggoda.

Kita hanya sebatas ruang dan waktu yang akan berhenti jika salah satu dari kita pergi, batin Zelia.

Albarian mendudukkan Zelia di dalam mobilnya yang terlihat tidak beratap. Alias, atap mobilnya sengaja dibuka agar keindahan sang senja lebih terlihat jelas di pelupuk mata.

Pandangan Zelia tidak pernah teralihkan dari cowok itu. Sekarang cowok itu tengah masuk ke dalam mobil lalu duduk di sebelahnya. Albarian menatap Zelia heran karena dia terus dipandang lekat oleh Zelia.

"Kenapa lo natap gue seperti itu?" tanya Albarian penuh selidik. "Lo suka, ya sama gue?"

Zelia mengalihkan pandangannya ke depan lalu melipat kedua tangannya di depan dada dengan kesal. Dia bersandar. "Apaan, sih. Jelas-jelas gue suka sama lo. Malah pakai nanya. Kalau gue nggak suka, mana mau gue jadi pacar lo."

"Kalau lo suka sama gue. Nanti, gue bakalan nikahin lo, secepatnya." Albarian mulai menghayal di dalam mobil. "Gue mau kita punya anak kembar delapan, terus jumlah anak kita semuanya sekitar lima puluh, kurang lebih segitu. Kalau lebih banyak lebih baik."

Albarian menoleh ke arah Zelia. "Gimana? Sanggup, nggak?" Albarian menaikkan kedua alisnya penuh selidik. Cowok itu benar-benar sudah tidak beres. Otaknya perlu asupan agama.

Zelia memutar bola matanya malas ke arah Albarian. Dia mengecek kening cowok itu dengan punggung tangannya. Apakah masih normal atau tidak?

"Itu, mah, enaknya pas bagian lo, susahnya pas bagian gue," rutuk Zelia.

Zelia menyodor kening Albarian dengan jari telunjuknya. "Udah nggak aman lo." Zelia menatap lurus ke depan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya heran.

"Ha? Kelas aman? Yang ada di film Upin dan Ipin, ya?" celutuk Albarian lalu terkekeh miris.

Zelia memutar malas bola matanya ke arah Albarian. "Butuh gue ruqyah, nih otak minus lo. Kalau perlu gue cuci pakai rinso, kekuatan seribu tangan."

Albarian menghela nafas kasar lalu menatap lurus ke depan sebelum menghidupkan mobilnya. "Oo rinso, kekuatan seribu tangan. Itu, mah sabun deterjen yang biasanya gue pakai buat co-" ucap Albarian terpotong.

Belum sempat Albarian menghidupkan mobilnya. Albarian dan Zelia langsung beradu tatapan. Zelia membelalakkan matanya. Sedangkan, raut wajah Albarian terlihat kaku.

"I-itu, lho. Sabun deterjen yang biasanya gue pakai bue co-coba cuci baju, ya itu," jelas Albarian lalu langsung menghidupkan mobilnya.

"Lo, mah. Su'udzon mulu sama gue," celutuk Albarian lalu menjalankan mobilnya.

"Kapan-kapan gue setrika otak lo biar licin," ucap Zelia.

"Bekicot makan ubi, bacot lo babi," ujar Albarian kepada Zelia.

"Astagfirullah, babi. Astagfirullah, babi. Babi, astagfirullah. Babi, astagfirullah, babi. Inalillahi, babi. Berhenti babi. Astagfirullah, babi lagi. Alhamdulillah mulut gue nggak kek babi. Astagfirullah gue ngomong babi lagi. Astaghfirullah, kenapa harus babi, kenapa nggak asu? Anjir dosa apa gue, asu? Astaghfirullah, ampuni hambamu ini ya Allah." Albarian makin tidak waras.

Plak!

"Anjir, bibir gue monyong kek babi," geram Albarian setelah mendapatkan tamparan keras di mulutnya dari Zelia.

Zelia terkekeh miris. "Terlihat sexy, hehehe."

Kamu tuh berdosa banget, Al.

----oOo----

Karina tengah duduk di depan meja belajarnya. Gadis itu sedang berada di dalam kamarnya yang terlihat astetik. Kamar yang sangat luas. Dia menatap foto-foto yang berceceran di atas meja belajarnya. Foto masa kecilnya bersama Albarian. Mereka terlihat begitu dekat.

Karina tersenyum saat menatap fotonya waktu kecil tengah dicium oleh Albarian sebelum dia berangkat ke Inggris. "Gue sudah kembali, Al. Orang yang berjanji akan menyaksikan kebahagiaanmu. Tinggal beberapa hari lagi, kebahagianmu akan menjadi kebahagiaan kita berdua."

Karina mendongak lalu menghela nafas kasar. "Apapun akan gue lakukan agar gue bisa menjadi bagian dari hidup lo, Al."

Ting.

Sebuah notifikasi berbunyi dari ponsel Karina yang tergeletak di atas meja, di dekatnya. Ternyata sebuah pesan dari papy-nya.

Papy♥️:
| Papy akan pulang ke Indonesia
| Papy sudah menyiapkan semua persiapan pernikahanmu dengan anaknya Om Rehan
| Undangan juga udah papy suruh asisten papy buat sebarin
| Papy bahagia, jika melihat kamu juga bahagia
16.35

Karina tersenyum kecil. "I am happy, Py. Very-very happy."

----oOo----

Hai, aku update siang-siang, nih. Soalnya aku malam mau study hard buat utbk. So, aku update sekarang aja.

Terima kasih buat yang udah baca.

Sumpah aku bengek dengan tingkah Albarian. Kalau mau bungkus Albarian boleh. Sayangnya, udah ada pawang.

Pesan untuk:

Albarian?

Zelia?

Karina?

See you next part!

Love♥️


Albarian dan Zelia [ Open Pre-order ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang