[Aku yakin, pasti kalian semua tahu bagaimana cara menghargai penulis.]
Jangan lupa vote, coment, dan bagikan ke teman-temannya atau sosmed.
Happy reading.
***
15. BROKEN
Davandra mengajak Zelia ke luar, tepatnya di taman dekat rumah Zelia. Mereka berdua duduk di salah satu kursi taman.
Taman yang terlihat indah dengan hiasan lampu taman dan juga lampu-lampu di sekitar jalan taman.
"Sebenarnya gue masih suka sama lo, Zel," ujar Davandra sontak membuat Zelia mengernyitkan keningnya ke arah Davandra lalu bangkit mendongak ke atas langit yang gelap dengan taburan bintang-bintang.
"Maaf hati gue sudah diisi oleh orang lain," jawab Zelia.
Davandra bangkit, berdiri di samping Zelia sambil mendongak ke atas langit.
"Albarian?"
Zelia menoleh ke arah Davandra lalu Davandra juga menoleh ke arah Zelia. Gadi itu diam saja tanpa menjawab pertanyaan Davandra. Sebenarnya Zelia suka sama siapa sih?
"Kok lo diam?"
"Nggak papa."
"Jujur, gue mau balikkan sama lo," ujar Davandra jujur sambil mengambil kedua tangan Zelia lalu menggenggamnya erat dan mereka salin bertatapan.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Zelia melempar kasar genggaman Davandra lalu menatap tajam ke arah Davandra.
"Sekarang lo ingin minta balikkan sama gue. Kemarin-kemarin kemana aja, lo?! Udah bosan lo jadi fuckboy yang menggoda seluruh cewek di dunia ini. Jangan lo kira gue nggak tahu belang lo, ya. Gue sangat beruntung bisa pindah dari sekolah lama dan mendapatkan beasiswa di sekolah baru gue. Karena gue males lihat mungka cowok bajingan kek lo! Bikin gue sakit hati!" Terlihat air mata Zelia yang menetes perlahan-lahan lalu dia menyeka air matanya kasar lalu mengalihkan pandangan dari Davandra.
Davandra kembali menggenggam tangan Zelia tapi Zelia menepis tangan Davandra.
"Gue minta maaf, Zel."
"Maaf kata lo? Percuma, kata-kata maaf itu hanya keluar dari mulut seseorang yang telah terlambat menyadari kesalahannya."
"Jadi, lo itu udah terlambat. Kalau udah hancur dengan orang yang sama, mustahil untuk utuh lagi. Camkan itu!" lanjut Zelia menangis kecil.
"Tapi, gue masih sayang sama lo!"
"Sayang? Sayang lo itu palsu. Kek mulut lo yang banyak bulshit-nya!"
"Gue mau kita balikkan lagi, Zel!"
"Oh sorry! Aku-dan-kamu menjadi, kita. Tapi, itu dulu! Sekarang, aku-dan-kamu menjadi kecewa!"
Zelia beranjak, berlari meninggalkan Davandra sambil menangis tersedu-sedu. Gadis itu mengeluarkan semua air mata yang dia sempat tertahan tadi.
"Zelia!"
_ALBARIAN_
Albarian keluar dari kamarnya yang berada di lantai dua. Cowok itu menuruni tangga dengan gontai menuju lantai bawah, lebih tepatnya dia ingin ke dapur mengambil minuman. Terlihat tidak ada siapa-siapa di ruang tamu. Kosong. Sunyi.
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Ini adalah hal yang lumrah didapati oleh Albarian. Kesunyian, tanpa ada sedikitpun kasih sayang dari kedua orang tuanya. Seorang anak broken home.
"Albarian," panggil seseorang dari pintu depan. Kelihatannya orang itu baru masuk ke dalam rumah. Suara itu tidak terlalu asing di telinga Albarian. Suara pria yang selalu membuat dia emosi.
Albarian tidak menghiraukan panggilan itu dia terus melangkah menuju dapur. Saat sampai di dapur, dia mengambil gelas yang tergeletak di tempat lalu menuangkan air memencet dispenser air. Dia meneguk segelas air yang ada di tangannya dengan emosi lalu meletakkan gelas itu kembali dengan kasar.
Albarian beranjak dari dapur kembali menuju kamarnya. Saat di ruang tamu Albarian mendapatkan sebuah panggilan lagi. Dia sangat bosan mendengar suara pria itu. Pria yang dipanggilnya, papa-----Rehan Hartono.
"Albarian, berhenti kamu!"
Rehan memanggil Albarian. Dia duduk di sofa ruang tamu yang terlihat besar. Seorang pembantu rumah tangga datang untuk memberikan secangkir teh kepada Rehan. Lalu pembantu itu pergi pamit, beranjak dari ruang tamu.
Albarian terus berjalan, sekarang dia sudah menaiki tangga yang menghubungkan kamarnya di lantai atas.
"Albarian!"
"Apa?!" bentak Albarian menghentikan langkahnya. "Papa mau nampar Al? Papa mau bunuh Al? Al tahu, Al anak nggak guna. Ini semua gara-gara papa! Dasar laki-laki pengecut!"
Rehan menghampiri Albarian yang telah berada di lantai atas. Lalu langsung melayangkan sebuah tamparan keras ke pipi Albarian. Tamparan yang sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Albarian.
Sontak Albarian menoleh ke samping sambil memegang pipinya yang sedikit memar. Bukan pipinya saja yang terlihat membiru. Tapi, kening dan tapi bibir Albarian juga membiru akibat tawuran di sekolah tadi siang.
"Jaga omongan kamu! Ini papa kamu! Orang tua kamu! Orang yang telah membesarkan kamu!"
"Bulshit!" sanggah Albarian menatap miring Rehan.
"Dasar anak-"
"Anak apa, pa?!" tanya Albarian mendelik tajam ke arah Rehan. "Anak haram? Anak durhaka? Anak nggak tahu diri? Anak setan?---Itu semua gara-gara Papa!"
"Andai papa tidak egois, hiks."
Albarian beranjak langsung berjalan masuk ke dalam kamarnya tanpa menghiraukan Rehan.
"Maafin papa, Al."
Dari dalam kamar Albarian, sontak handphonenya berdering. Dia langsung menghampiri handphonenya yang tergeletak di atas nakas. Cowok dengan baju tidurnya.
Albarian mengambil handphonenya. Dia mendapati nomor dengan nama 'Mama'. Cowok itu menggeser kesal tombol warna merah lalu membantingkan handphonenya ke atas ranjangnya yabg berada di sampingnya.
Cowok itu benar-benar emosi sekarang. Dia sangat tempramen. Emosinya tidak terkendalikan. Sontak Albarian mengacak-acak kasar rambutnya sambil berjalan ke dinding kamarnya.
"Argh!"
Bruk!
_ALBARIAN_
Aku update lagi. Update terosss.
Wkwkwkwkkwk. Gaje, ya?Dahlah, malas ngebacot.
Saya akhiri dengan:
See you next part!

KAMU SEDANG MEMBACA
Albarian dan Zelia [ Open Pre-order ]
Teen Fiction"Kalau mau cium gue jangan ragu-ragu gitu!" sambar Zelia membuat Albarian mematung diam. "Ciuman gue mahal!" Sungut Albarian. __________________ Baca aja!! Aku tantang kalian membaca part 13 dan 14, kalau nggak suka baru tinggalin kalau suka, baca d...