Malam pukul delapan, Kaltha sudah siap dengan celana jeans dan sweater jumbonya. Beberapa menit lalu, Aqsal mengabari bahwa ia sudah dijalan. Seperti yang sudah dijanjikan, Aqsal akan membawanya ke tempat kesukaan yang ke dua. Entah ke mana itu, tapi Miko bilang tidak apa-apa. Percaya saja, Aqsala adalah laki-laki baik yang tidak mungkin menyakiti perempuan. Ia sangat menghormati golongan itu hingga bepegangan tangan saja perlu izin dari empunya.
Tok! Tok! Tok!
Ketukan dari pintu depan membuat Kaltha langsung buru-buru bangkit dari duduk dan tidak lupa ia berpamitan pada Bunda yang baru saja hendak membuka pintu rumah."Bun, Kaltha berangkat dulu ya," pamitnya menyambut tangan Bunda untuk ia salami.
"Jadi kamu saturday night nih ceritanya?" goda Bunda sembari mencolek dagu keponakannya.
"Nggak, cuma jalan-jalan aja. Dadah Bunda," Kaltha berlalu begitu saja meninggalkan bunda yang tertawa lucu melihat tingkah gadis itu.
Pintu rumah terbuka, benar saja, itu adalah Aqsala dengan kacamata yang bertengger di batang hidungnya.
"Malam, Kaltha," sapa Aqsal tersenyum ke arahnya.
"Malam," jawab gadis itu malu-malu.
"Sudah siap?"
Kaltha mengangguk kemudian kedunya berjalan menuju motor Aqsal yang terparkir di depan pagar. Pemuda itu memberikan Kaltha helm yang sudah ia beli sebelum berangkat ke sini. Tentu saja, Kaltha terima dengan senang hati.
Kemudian, motor scoopy itu membelah jalanan kota. Melewati banyaknya kendaraan roda empat dan dua yang melintas. Juga dengan kerlipan pada gedung yang seakan menggantikan bintang. Entah mantra apa, tapi Kaltha merasa bahagia malam ini. Dia juga tidak tau alasannya, seakan ia menantikan saat-saat berkendara bersama Aqsala.
"Jauh ya, Sal?" tanya Kaltha sedikit maju ke samping kanan si pengemudi.
"Lumayan. Tapi enggak juga kok," jawab Aqsal dari balik helmnya.
"Jadi sebenarnya jauh apa enggak?" tanya Kaltha sekali lagi.
"Enggak, kalau aja kita naik motor balap" balas Aqsal.
Kaltha tertawa, laki-laki ini definisi dari humoris dan romantis dalam satu waktu. Dua hal itu seakan dikemas dalam satu manusia yang berwujud Aqsala.
"Yaudah, besok ganti aja motormu jadi kaya motornya Cristiano Ronaldo,"
"Kaltha, Cristiano Ronaldo pemain bola. Bukan pembalap"
"Oh, salah?"
Pemuda itu tertawa. Perkara pembalap saja bisa sampai salah. Memangnya Kaltha tidak mengenal Valentino Rossi apa? Itu kan salah satu jagoan Aqsal kalau di arena.
Motor si pemuda memasuki jalanan kecil. Di sana gelap, walaupun sudah ada lampu jalan. Karena lampu jalanan yang ada sudah meredup, mungkin bolamnya minta diganti. Hingga akhirnya, sampailah meraka di sebuah rumah sederhana dengan model klasik seperti di pegunungan. Halamannya luas dengan sebuah pohon besar tertanam di sana. Bukan hanya itu, di antara dahan pohon itu juga terdapat sebuah rumah pohon dengan lampu remang-remang.
"Kita sampai," ucap Aqsal turun dari motornya.
"Ini di mana?" heran si jelita.
"Tempat kesukaanku," jawab Aqsal tersenyum. "Ayo," ajaknya menarik gadis itu menuju rumah pohon yang ada di sana.
Aqsal naik lebih dulu pada pijakan kayu yang dibuat seperti tangga agar bisa naik ke sana. Diikuti Kaltha dengan tangan yang masih setia digenggam si pemuda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atelier✔
Fanfiction"Ini bukan hanya tentang cinta dan kita. Ini juga tentang bertahan dari sebuah gangguan mental" ©sshyena, 2020