42| E a r n e s t

292 74 19
                                    

Hari ini Gathan sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Ia dibantu Biru mengemas dan membawa beberapa barang yang kemarin sempat dibawa. Meski sudah lebih baik, tapi Biru tetap saja bersikeras ingin menemani Gathan di apartemennya. Ia parno saja dengan kejadian tempo hari. Takut Gathan kenapa-kenapa untuk kesekian kalinya.

"Kaltha mana?" tanya Gathan yang sedang duduk di sofa sembari memainkan ponselnya.

"Lu saban hari nyariin Kaltha mulu. Dia kerja, Than, kerja. Cari nafkah!" emosi laki-laki yang juga duduk di sebelahnya sembari mencari acara yang menarik di televisi.

"Nggak mau jauh dari dia lagi," cicitnya hingga membuat remot yang ada di tangan Biru tiba-tiba mendarat di kepalanya.

"Nggak usah ke bayi!" balasnya masih ngegas.

Gathan terkekeh singkat. Ia sengaja sih melakukan itu agar Biru kesal. Menguji kesabaran Biru 'kan salah satu upaya pemulihan.

Akhirnya karena tak menemukan acara yang menarik, Biru memutuskan untuk menonton kartun Gumbal. Kucing berwarna Biru yang berteman dengan seekor ikan mas berkaki memang selalu mengocok perut dengan segala tingkah lakunya. Belum lagi dengan adiknya yang seekor kelinci berwarna pink selalu sukses membuat penonton akan berada dipihak Anais. Karena selain lucu dan menggemaskan, Anais juga terkenal savage dan jauh lebih waras ketimbang Gumbal dan Darwin.

Di sela-sela menontonnya, suara ketukan terdengar dari luar. Itu membuat dua kepala itu menoleh ke sumber suara. Biru berinisiatif bangkit untuk membukakan pintu. Karena walaupun menyebalkan, Biru ini adalah teman yang peka. Ia tau kalau Gathan itu sebenarnya malas untuk beranjak.

Sebelum membuka pintu, Biru mengintip terlebih dahulu dari lubang pintu. Takutnya ada orang tak terduga yang tiba-tiba berdiri di depan sana. Benar saja, di luar ada seorang tak terduga dengan keranjang buah di tangannya. Biru langsung berbalik badan untuk memberi tahu Gathan bahwa ada tamu penting yang sedang berkunjung.

"Than, ada Bundanya Miko," ujar Biru sedikit memelankan suara.

Gathan yang sayup-sayup dapat mendengar langsung bangkit dari duduknya untuk membereskan sofa beserta bantalnya. Mengambil kemoceng untuk menyeka sedikit debu yang hinggap di beberapa meja karena tidak dibersihkan selama beberapa hari. Kemudian membuang beberapa sampah yang berserakan di atas meja makan karena ia dan Biru baru saja selesai makan udon.

Setelah dirasa semua rapi dan enak dilihat oleh mata, Biru membukakan pintu untuk calon mertua Gathan.

"Eh, tante Ojak, mau jenguk Gathan ya, tante? Masuk, masuk," sapa Biru ramah pada orang tua yang berdiri di sana.

"Kok lama banget sih buka pintunya?" protes Oza bercanda.

"Iya, prepare dulu soalnya," jawab Biru bergumam.

Bunda Oza pun masuk ke dalam dengan seseorang mengekor di belakangnya. Dia adalah Kaltha yang mungkin baru saja pulang bekerja.

"Gathan mana?" tanya Kaltha berbisik.

"Tuh, di dalem," jawab Biru ikut berbisik.

"Kok bisa?" tanya Biru lagi menunjuk Bunda Oza dengan lidah yang menonjol di pipinya.

"Maksa pengen ikut. Katanya mau liat calon mantu," jawab Kaltha masih berbisik.

"Ihiy, calon mantu. Padahal udah putus," ledek Biru cekikikan sendiri.

Tanpa menjawab, Kaltha langsung menendang tulang kering Biru. Itu membuat empunya langsung berteriak kesakitan. Ia juga menggeram dengan tangan yang seakan-akan ingin menonjok Kaltha. Namun apa daya, ada Bundanya. Dari pada dia yang tonjok balik oleh Bunda Oza, lebih baik jangan.

"Gathan gimana? Udah mendingan?" tanya Bunda saat Gathan berdiri dari duduknya hendak menyambut Oza.

Tidak lupa laki-laki itu salim terlebih dahulu sebagai tanda hormat kepada orang tua. "Udah, tante," jawabnya sopan.

"Ini ada buah tangan dari tante. Kemarin Kak Navi juga jenguk kamu 'kan di rumah sakit? Jahat banget dia nggak bawain kamu oleh-oleh," sambung Bunda sembari menyerahkan keranjang buah itu pada Gathan.

"Tante repot-repot, makasih tante," balasnya menerima buah tersebut.

"Itu Kaltha juga bawain makanan. Nanti diangetin aja, ya, kalau mau makan," sambung Bunda sembari menunjuk anak gadisnya yang tengah memasukkan makanan yang ia bawa ke dalam kulkas.

"Makasih, tante," ucap Gathan sekali lagi.

Selanjutnya, Gathan mempersilahkan Oza untuk duduk di sofa. Sementara Kaltha dan Biru duduk di meja makan sembari memakan buah yang tadi di bawa Bunda. Memang tidak berakhlak gadis satu ini, dia yang bawa dia yang makan.

"Gathan," panggil Oza menatap Gathan kini dengan serius.

"Iya, tante?" jawab Gathan membalas tatapan Oza.

"Gathan serius sama Kaltha?" pertanyaan itu keluar begitu saja dari wanita paruh baya dengan scarf yang menggantung di kedua bahunya.

"Bunda..." tegur Kaltha yang tak sengaja mendengar percakapan yang ingin dibahas Bundanya.

"Nggak usah ganggu dulu bisa nggak sih, Tha?" balas beliau malah emosi.

"Nggak usah dijawab, Than," sambung Kaltha sembari mengunyah apel.

"Kalau nggak dijawab, kamu durhaka," timpal Oza kini malah mengancam.

Gathan malah jadi bingung sendiri. Siapa yang harus ia dengar? Kaltha atau Bunda? Situasi macam apa yang menjebaknya hingga punya pilihan yang sangat tidak menguntungkan seperti ini.

"Gathan?" panggil Bunda sekali lagi.

Pemuda itu sadar dari lamunannya. Bergumam kecil sebagai bentuk ia sedang berpikir. Ya, walaupun sebenarnya pertanyaan Bunda bukanlah pertanyaan yang harus dipikirkan matang-matang jawabannya. Ia hanya ingin memberi jeda.

"Kalau tante tanya Gathan serius apa nggak, dari awal Gathan nggak pernah main-main kalau soal Kaltha. Apa pun yang berhubungan sama dia, Gathan selalu usahakan yang terbaik. Gathan nggak mau Kaltha kecewa, walaupun kenyataannya kadang Gathan nggak berguna. Tapi, sekarang semuanya bergantung Kaltha. Kalau Kaltha masih terima Gathan yang udah sering nyakitin dia, sebisa mungkin Gathan akan jaga kepercayaannya," jelas laki-laki itu sembari menatap Kaltha yang tiba-tiba salting saat Gathan menatapnya.

"Berarti, permasalahan kalian selesai, ya?" tanya Bunda memastikan. Memang beberapa hari lalu Kaltha sempat bercerita pada Bunda kalau ia putus dengan Gathan. Secepak kilat berita itu pun sampai di telinga Kakaknya. Navi yang sudah bersiap untuk mengadakan party tiba-tiba dijewer Bunda kemudian diamuk sejadi-jadinya. Itu yang membuat mata hati Navi tiba-tiba terbuka dan mengizinkan Gathan untuk masuk ke kehidupan adiknya.

Memang selama ini belum? Belum, Gathan hanya tiba di hidup Kaltha. Ia hanya berdiri diambang pintu saja tanpa ada seorang pun yang mengizinkannya masuk. Itu membuatnya selama bertahun-tahun harus menanggung beban hujan, panas dan kadang angin kencang karena tak ada tempat untuk berteduh. Kadang ia merasa sendiri, kadang Kaltha datang membawakannya payung, kadang pula gadis itu memberinya selimut, kadang pula mengucapkan selamat tidur. Meski hanya dari depan pintu, tapi itu sudah sangat membantu.

Lembar baru sobat, jangan lupa vote & comment😉

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lembar baru sobat, jangan lupa vote & comment😉

Atelier✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang