Malam hari sebelum tidur, tepat di pukul 11 malam, gadis cantik dengan rambut panjang menjuntai tengah sibuk bergelut dengan kertas kado bergambar little pony. Besok adalah hari ulang tahun keponakannya yang ke satu tahun. Dan sebagai aunty yang baik, ia ingin memberi yang spesial untuk si kecil. Dress merah muda dengan rok yang dilapisi tile jadi pilihannya untuk anak dari kakak laki-lakinya. Ia sudah membayangkan, betapa manisnya si kecil saat memakai dress itu. Pasti ia akan langsung membawanya pulang untuk dijadikan pajangan.
Kaltha Nadindra, gadis dengan bibir merah muda tanpa pewarna yang sudah menginjak usia dua puluh dua. Pekerjaannya adalah salah satu tim pelaksana proyek di perusahaan konstruksi milik kakak laki-lakinya. Setelah lulus SMA ia langsung dipekerjakan kakaknya sebagai salah satu tim yang bekerja dibidang interior. Meski awalnya Kaltha menolak dan bersikeras ingin kuliah, tapi sang kakak tetap memaksanya untuk masuk. Tentu, itu tidak lah mudah. Kerap kali Kaltha mendapat pandangan kurang menyenangkan dari senior-seniornya yang bersusah payah agar masuk perusahaan itu. Tapi ia dengan mudahnya diterima begitu saja karena dia adik dari CEO.
Namun, bukan Kaltha namanya kalau tidak bertahan. Bukan Kaltha kalau ia tidak bisa menjungkirbalikkan omongan mereka. Karena keuletannya, juga kemampuannya dalam berbagai hal apalagi menggambar, Kaltha sering dipercaya atasannya untuk ikut andil dalam proyek perusahaan. Meski kedudukannya masih anggota tim pelaksana, tapi ia sering digadang-gadang sebagai penerus perusahaan. Tentu itu sebuah kebanggaan. Yang akhirnya bisa membungkam mulut-mulut tidak berakhlak yang sering mencibirnya di belakang.
Maha karyanya selesai. Dress pink itu sudah dibalut sempurna dalam kertas kado yang sama warna dengan isinya. Kaltha tersenyum senang, ternyata ia cukup ahli juga dalam hal membungkus hadiah. Setelah menyimpan hadiah itu ke dalam paper bag, Kaltha naik ke atas ranjang karena sudah saatnya untuk istirahat.
Namun, belum sempat ia terjun ke alam mimpinya, dering telepon langsung membuat matanya kembali terbuka. Ia raih benda pipih yang sejak tadi tersimpan di atas nakas. Nama Biru tertera sebagai telepon masuk. Segera gadis itu mengangkat sebelum panggilan terputus.
"Halo, iya kenapa?" tanya Kaltha masih rebahan di kasurnya.
"Gathan, Tha," nada bicara Biru seperti orang panik, yang membuat Kaltha jadi ikut bangkit dari rebahannya.
"Gathan kenapa?"
"Bipolar Gathan, kumat"
•
•
KAMU SEDANG MEMBACA
Atelier✔
Fanfiction"Ini bukan hanya tentang cinta dan kita. Ini juga tentang bertahan dari sebuah gangguan mental" ©sshyena, 2020