7| F i n e

2.5K 296 17
                                    

Gathan mengekori Mada dari belakang. Sudah lama ia tidak berkunjung ke sini. Terakhir kali dua tahun lalu, di tanggal yang sama, satu tahun setelah kepergian Aqsala. Dan setelah dua tahun itu, Gathan kembali lagi ke sini untuk menjenguk Aqsal. Ya, Aqsal adalah sahabatnya yang lebih dulu merenggang nyawa akibat sebuah insiden kecelakaan mobil. Awalnya kondisi Aqsal baik-baik saja setelah kejadian itu. Namun, beberapa minggu setelah pemuda itu sehat, ternyata ada pembekuan darah di sel otaknya. Hal itu membuat ia harus menanggung rasa sakit yang hebat hingga harus melakukan kontrol setiap minggu. Namun perjuangannya berakhir setelah ia melakukan kontrol yang ke lima. Kepergian Aqsal juga memberi luka pada orang-orang terdekat. Terlebih Gathan yang notabene-nya adalah sahabat karib Aqsal. Aqsal lah penyebab Gathan ingin bunuh diri saat itu. Pemuda itu mengurung diri hingga berminggu-minggu dan tidak mau keluar kalau bukan untuk bertemu Kaltha. Hingga suatu ketika, entah mantra apa yang diucapkan si jelita hingga Gathan mau membuka diri lagi pada dunia. Dari situ, Kaltha lah yang paling marah ketika bipolar Gathan kumat. Ia tidak mau kekasihnya kembali ke saat-saat menyeramkan itu.

Mereka sampai di depan sebuah nisan yang bertuliskan Aqsala Nugraha. Mada menghela napas kemudian menatap sahabatnya yang sejak tadi diam tak bersuara.

"Lo gapapa, 'kan?" tanya Mada melihat Gathan yang diam menatap nisan itu.

Gathan tersenyum lalu mengangguk sekali sebagai jawaban untuk Mada.

"Lo duluan. Harus kirim doa, 'kan?" tawar Mada pada sahabatnya. Laki-laki itu ikut jongkok di sebelah Mada kemudian menadah tangan dan memejamkan mata. Mada ikut menunduk sebagai bentuk hormatnya.

Tak lama, Gathan sudah selesai mengirimkan Al-fatihah pada sahabatnya. Mada juga kembali mengangkat kepala dan menatap nisan sahabatnya. Lelaki yang lebih tua satu tahun dari Gathan itu lagi-lagi menghela napas. Memikirkan kenapa salah satu sahabatnya harus pergi secepat itu. Padahal dulu mereka sering membicarakan perihal sekuat apa semut hingga bisa mengangkat makanan yang bahkan lebih besar dari tubuh mereka. Apa Biru kalah kuat dengan semut? Atau bagaimana jadinya jika ban sepeda biru tiba-tiba lepas saat dikendarai? Serandom itu memang mereka. Hal penting bahkan tak penting jadi topik paling seru untuk dibahas dengan Aqsal. Tanpa disangka, ia pergi lebih dulu meninggalkam mereka dengan segenap kerinduan.

"Sal, liat gue bawa siapa?" Mada buka suara setelah beberapa menit terdiam.

Mada menepuk bahu Gathan yang masih saja terdiam dengan pandangannya yang susah diartikan.

"Lo ingat Kaltha, 'kan? Cewek yang dulu lo rebutin sama Gathan. Haha, lucu juga ngeliat lo sama Gathan lomba-lomba buat narik perhatian sepupu Miko itu," Mada terkekeh sejenak, mengingat bagaimana reaksi Gathan dan Aqsal waktu Miko pertama kali memperkenalkan Kaltha pada mereka. Hingga satu hal yang membuat Aqsal melepas Kaltha adalah Gathan butuh sosok yang peduli seperti Kaltha untuk menemani hari-harinya. Maka dari itu Aqsal melepas gadis yang sudah mencuri hatinya pada pandangan pertama.

"Berkat pengorbanan perasaan lo waktu itu, Gathan berubah jadi lebih baik seperti yang lo tau. Bahkan sewaktu kepergian lo, cuma Kaltha yang bisa bikin dia membaik. Kalau kata Biru, Kaltha pawangnya," Mada terkekeh sejenak kemudian melanjutkan. "Thanks, Sal. You made a big change" Mada lagi-lagi terkekeh namun air matanya mengalir dipipi. Gathan melihat hal itu. Namun ia hanya diam dengan pikirannya.

Lelaki itu menyeka air matanya kemudian kembali berujar. "Bulan depan gue nikah, Sal. Sama Vanya. Cewek galak yang dulu mati-matian nolak gue. Tapi namanya juga Madaharsa, mana ada yang bisa nolak pesonanya," lagi-lagi pemuda itu menyeka air matanya yang terus turun. "Doain gue ya."

Atelier✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang