#BeforeDating: You're the Rest of My Life

388 65 9
                                    

Kaltha sudah duduk di sofa bersama Gathan. Sementara Bunda ke belakang untuk membuatkan minum. Dalam kepala, Kaltha bertanya-tanya, kenapa Gathan ada di sini? Bukannya masih di rumah sakit?

"K-kok kamu di sini?" tanya Kaltha agak tergagap.

"Nggak boleh?" tanya Gathan menaikkan sebelah alisnya.

"B-bukan gitu. Tapi kamu kan sakit," jawab Kaltha menjelaskan maksudnya.

"Tadi sudah dibolehkan pulang sama dokter," jawab Gathan disertai senyuman.

Ah, Gathan. Ia hanya tersenyum saja bisa membuat jantung Kaltha meronta-ronta. Sebegitu manisnya dia.

"Ooh," balasnya.

Canggung kembali. Entahlah, tapi Kaltha juga bingung kenapa ia jadi segugup ini. Lalu, kenapa Gathan tidak banyak bicara seperti biasanya? Ia hanya diam tersenyum sembari memperhatikan Kaltha. Dan itu membuat jantungnya jadi terdengar kencang ritmenya.

Ting!
Pesan masuk pada ponsel Kaltha. Gadis itu melihat siapa pengirimnya. Dan ternyata, itu Aqsala. Membuat jantung Kaltha jadi dua kali lebih cepat degupnya.

Aqsal
Tha, aku sudah sampai di rumah

Begitu kira-kira isi notifikasinya.

"Siapa? Kenapa nggak dibalas?" tanya Gathan yang memeperhatikan gelagat Kaltha.

"Enggak, nggak penting," jawabnya dengan sedikit canggung.

"Aqsala?" tebak Gathan yang ternyata benar.

Kaltha membelalak. Dari mana laki-laki ini tau?

Gathan tersenyum singkat, "Tadi nggak sengaja kebaca, maaf ya."

Si jelita merasa bersalah. Ia bingung harus bagaimana menyikapinya. Gathan terlihat baik-baik saja, tapi Kaltha takut akan banyak hal yang ada di pikiran si pemuda.

"Nggak, aku nggak salah sangka. Jangan takut begitu," sambung Gathan seolah tau apa isi gadis di sebelahnya.

"Kamu... cemburu?" tanya gadis itu takut-takut.

"Mau jawaban jujur atau bohong?"

"J-jujur."

"Yaa."

Kaltha diam. Jawaban Gathan dan Aqsal sungguh sangat berbeda. Jika Aqsal berkata ia tidak berhak untuk cemburu, maka Gathan mengatakan ia cemburu untuk itu.

"Tapi memangnya aku boleh cemburu?" sambung Gathan.

Kaltha gelagapan. Ingin bilang iya, tapi ia juga ragu meneruskan ucapannya. Kenapa pula ia jadi segagap ini jika bersama Gathan? Sihir apa yang digunakannya?

"Kalau nggak boleh nggak apa-apa. Aku juga nggak berhak kan?"

Mampus sudah Kaltha. Entah jawaban seperti apa yang harus ia berikan pada si pemuda. Kenapa dua manusia bernama Gathan dan Aqsala suka sekali membuat hatinya gundah gulana. Sekarang, ia jadi bingung perasaannya seperti apa.

"Gathan, minum dulu," suguh bunda pada Gathan.

"Makasih Tante, tapi Gathan nggak minum teh," balas si pemuda sesopan mungkin.

"Loh, kenapa? Kamu nggak suka teh ya?" Bunda sedikit kaget.

"Maaf tante, kalau boleh Gathan mau air putih aja."

"Yaudah tunggu sebentar ya."

"Bunda," interupsi Kaltha pada langkah sang Bunda.

"Iya, kenapa, Tha?" sahut beliau.

Atelier✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang