Switzerland.
Beberapa waktu lalu.Audrey memasuki rumah mewah yang menjadi tempat tinggalnya dan suaminya. Ya, rumah sebesar ini hanya ditinggali mereka berdua. Audrey tidak berniat memiliki anak. Bahkan ia sangat menentang hal itu. Saat berhubungan saja, suaminya mengenakan pengaman. Padahal Papa dan Mamanya sudah mendesak untuk segera memberi cucu. Namun perempuan itu tak menjawab seolah tak mendengar permintaan kedua orang tuanya.
Suaminya anak pemilik rumah sakit ternama, ia juga seorang dokter di sana. Tepatnya, dokter Jantung. Namanya Greyka Deruzza, orang-orang memanggilnya dengan sebutan Dokter Grey. Grey berumur sama dengan Audrey. Lelaki itu blasteran Indonesia-Swiss. Namun ia lahir dan tinggal di Negeri Palang Merah ini. Ia tidak lancar bicara bahasa Indonesia karena sejak lahir sudah di Swiss. Ibunya yang keturunan asli Melayu sering menimpali bahasa Inggrisnya dengan bahasa Indonesia. Sehingga anaknya tak cuma diam saja saat diajak pulang ke kampung halamannya.
"Drey? You're home!" sambut Grey memeluk istrinya yang masuk sembari menggeret koper.
"Are you tired? Want some coffee? Or tea?" sambung Grey membawa Audrey duduk di sofa yang ada di ruang tengah.
"Don't talk to me, Grey, i'm so tired," balas Audrey menghela napasnya berat. Perjalanan dari Indonesia menuju Swiss memang menguras banyak tenaga.
"Oh, really? So i can't get a kiss?" Grey mengerjap matanya lucu. Memohon seakan mengeluarkan jurus ampuh seperti puppy eyes atau semacamnya.
Audrey menoleh lemah, "No," balas Audrey tak peduli dengan rayuan suaminya.
"Please~" tak menyerah, lelaki itu terus menatap Audrey yang tampak lelah.
Wanita itu menghela napas lagi, "No."
"Just in my cheek," bujuk Grey lagi.
Audrey berdecak kemudian mengecup pipi Grey. Lelaki itu tersenyum senang mendapat perlakuan manis istrinya.
"Can i do that in your cheek to?" tanya nya lagi.
"Hm," balas Audrey tanpa minat. Gadis itu membuka ponselnya untuk menghidupkan daya karena sejak tadi ia matikan.
Cup!
"Grey!" seru Audrey karena Grey mengecup bibirnya bukan pipinya.
"Strawberry," balas lelaki itu setelah menjilat bibirnya dan mengedipkan sebelah mata. Kemudian ia pergi membawa koper Audrey masuk ke kamar mereka.
Audrey geleng kepala saja menanggapinya. Pandangannya menerawang. Menatap langit-langit ruangan yang tinggi dengan beberapa lampu yang menyala. Ia kembali lagi ke Swiss. Padahal ia ingin berlama-lama di kota kelahirannya. Tapi, Grey menghubunginya dan terus-terusan membujuk Audrey agar lekas pulang. Lelaki itu tidak bisa jika pulang tidak ada Audrey di rumah. Rasanya sepi. Kalau ada Audrey, pasti lelaki itu akan diomeli karena tidak langsung mandi sehabis bekerja. Tapi sekitar dua minggu kemarin, ia sendirian dan meratapi rumahnya yang besar tapi tak ada penghuni.
"Dear, take a shower and eat. I will cook your favorite food!" seru Grey keluar dari kamar dan menuju dapur. Bahkan ketika mendengar Audrey akan kembali ke Swiss, Grey dengan semangat berbelanja dan memasak untuk istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atelier✔
Fanfiction"Ini bukan hanya tentang cinta dan kita. Ini juga tentang bertahan dari sebuah gangguan mental" ©sshyena, 2020