Beberapa hari setelah pertengkaran itu, Gathan mendapat kabar bahwa Ayahnya akan pulang ke Indonesia. Dan pagi ini, ia ingin menjemput beliau di bandara. Gathan berjalan gontai menyusuri bandara. Sesekali membalas pesan pada Ayahnya yang memberitahu bahwa ia sudah tiba dan sedang menunggu anaknya.
Gathan celingukan mencari, sampai akhirnya ia melihat sosok pria dengan jaket tengah duduk sembari bermain ponsel."Pah!"
Itu ayahnya. Pemuda itu segera berlari mengejar sang Ayah yang juga tersenyum sambil melampaikan tangan. Tanpa ragu, Gathan langsung memeluk ayahnya yang sangat ia rindukan.

Sang Ayah juga membalas pelukan anaknya. Pelukan tak berlangsung lama, Gathan dan Landani—Ayah Gathan—langsung mengurai pelukan mereka. Keduanya sama-sama tersenyum karena akhirnya bisa bertemu setelah lebih dari setengah tahun tak bertatap muka.
"Calon mantu Papa mana?" tanya Landani menggoda Gathan.
Pemuda yang ditanya hanya tertawa singkat mendengar pertanyaan Ayahnya.
"Lagi kerja," jawab Gathan tersenyum.
Landani hanya mengangguk-anggukan kepala pertanda mengerti. Ia juga sedikit mengacak rambut anaknya karena tak menyangka si kecil yang dulu sering menangis karena minta dibelikan ultraman sekarang sudah dewasa dan memiliki kekasih. Kaltha dan Ayah Gathan sudah saling mengenal dekat. Bahkan Landani sudah menaruh kepercayaan untuk menjaga anak beliau.
"Ya udah, kita jenguk Mama dulu, ya?" ujar Landani kemudian menyeret koper diikuti Gathan ikut merangkul pinggang ayahnya.
Singkat cerita, keduanya telah sampai di panti rehabilitas. Tempat di mana sang Ibu dirawat. Gathan dan Landani memasuki kamar Gendis. Di sana terlihat ada wanita paruh baya tengah menonton membaca buku ditemani seorang suster.
"Assalamualaikum..." ucap Landani membuyarkan fokus Gendis.
"Waalaikumsalam, Mas? Gathan?" Gendis bangkit dari duduknya kemudian memeluk suami serta anaknya.
"Mama gimana keadaannya?" alih alih bertanya perihal sehat atau sakit, keluarga ini lebih memilih bertanya perihal keadaan.
"Mama baik, sayang. Kamu gimana?" Gendis balik bertanya.
"Baik. 'Kan ada Kaltha," jawab Gathan diiringi dengan senyum semanis gula.
"Aahh, si cantik itu, ya? Mana? Kok nggak diajak?" tanya Gendis menatap Gathan serta suaminya.
"Kaltha sibuk kerja, Ma," jawab Gathan.
"Oooh... Begitu," sahut Gendis ikut tersenyum.
"Ibu, saya tinggal, ya?" ujar suster tadi permisi karena keluarga pasiennya berkunjung.
"Iya, Sus. Terima kasih."
Landani, Gendis, juga Gathan duduk di salah satu sofa di mana posisinya Gathan berada di tengah. Hal yang paling Gathan suka ketika Ayahnya pulang adalah berkumpul bersama dan ia duduk di antara mereka. Rasanya seperti masih kecil di mana orang tua masih sangat perhatian dengan tumbuh kembang Anaknya.
Buku yang tadinya tengah dibaca oleh Gendis tak lagi menarik. Ketiganya sibuk bertukar cerita dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin agar tak satu momen pun terlewat. Gathan sibuk bercerita perihal Biru dan Kaltha. Di mana Biru yang sudah lama menjadi sahabatnya dan Kaltha gadis yang sangat ia sayang setelah sang Ibunya. Gendis meresponnya dengan senang hati. Tentu berbincang seperti ini jarang sekali mereka lewati. Landani yang sibuk dengan perusahaannya diluar negeri serta dirinya yang sudah tak lagi bisa menjadi Ibu yang seharusnya. Bipolar Gendis sudah memburuk. Itu sebabnya ia meminta untuk tinggal di panti rehabilitas. Berharap ia tak lagi menyusahkan orang-orang terutama Gathan yang juga didiagnosa sama dengannya. Dan Landani setuju akan hal itu. Sudah hampir enam tahun ia tinggal di sana dengan fasilitas yang dilengkapi oleh suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atelier✔
Fiksi Penggemar"Ini bukan hanya tentang cinta dan kita. Ini juga tentang bertahan dari sebuah gangguan mental" ©sshyena, 2020