2 minggu setelahnya...
Derap langkah kaki terburu-buru menggema di sepanjang koridor rumah sakit. Dua orang yang berada dalam satu hubungan asmara berlari menuju ruangan yang beberapa hari terakhir sering mereka kunjungi. Pukul sepuluh malam. Hari ini ditutup berita duka. Dari sukma yang jiwanya telah pulang pada sang pencipta. Menyisakan luka pada hati masing-masing mereka yang ditinggalkannya. Tak ada yang menduga karena selama ini ia terlihat baik-baik saja dan menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Namun kita juga tau, bahwa tak ada yang tau apa yang akan terjadi kedepannya.
Langkah kaki mereka berhenti. Menatap sang dokter yang baru saja keluar ruangan. Meminta penjelasan dengan berita yang baru saja disampaikan. Sang dokter menghela napas sebagai mula. Kemudian, ia pun buka suara. "Kita sama-sama tau, bahwa Aqsala bertahan dengan sangat baik selama ini."
Si gadis yang mendengar, hampir tak sanggup mendengar lanjutan dari perkataan Sang Dokter. Begitu pun dengan pemuda yang datang bersamanya, bahkan jantungnya hampir meloncat ketenggorokan sangking berdebarnya.
"Tapi ternyata, Tuhan lebih sayang dia daripada kita semua," benar. Semesta mereka berdua runtuh begitu saja. Tak akan ada yang senang dengan berita kehilangan. Baik mereka yang ditinggalkan atau hanya sebatas kenal.
Dokter menjeda ucapannya. Merogoh saku jasnya kemudian mengeluarkan selembar kertas yang digulung dengan pita.
"Dia menitipkan ini pada saya. Katanya, untuk gadis bernama Kaltha Nadindra."
Si pemilik nama menatap gulungan kertas itu tak percaya. Meraihnya dengan perlahan sebelum akhirnya ia genggam dengan erat. Aroma kayu manis yang sangat disuka Aqsala tercium hingga membuat si jelita menjatuhkan air mata. Sekelebat memori saat mereka bersama muncul dalam ingatan Kaltha. Tentang bagaimana ia sangat menyukai penyair Sapardi Djoko Damono, atau tentang istana yang dibuatnya di atas pohon, Tentang bagaimana dengan teduh suaranya menyapa Kaltha, tentang ia yang selalu menyukai senja, tentang kesukaannya pada aroma kayu manis, tentang segala hal baik yang ada dikepalanya, tentang mereka yang pernah dalam satu lingkaran cinta dan akhirnya dibuat mengalah.
..
.
Kaltha duduk di salah satu kursi tunggu yang ada. Gathan sedang bersama teman-temannya yang juga berduka. Begitu ingin ia membaca isi surat itu sampai-sampai meninggalkan mereka semua yang datang dengan segenap luka. Madaharsa meninggalkan tugas kuliah yang sedang dikejarnya. Miko langsung bergegas tanpa pamit dengan Bunda. Galang ikut serta meski ia sibuk dengan ujian nasionalnya. Tak lupa juga Byan yang tancap gas saja meski tidak diizinkan abang-abangnya. Mereka langsung hadir begitu mendengar berita duka dari salah satu temannya.
Gulungan kertas itu ia buka. Terdapat tulisan bertinta hitam di dalamnya. Tulisan tangan yang rapi tanpa coretan merusak estetika. Tulisan yang dibuat dengan cinta namun malah mematahkan hatinya. Kaltha menghela napas kemudian mulai membaca tiap aksara ada.
Jika nanti ada lain hari, aku ingin mencintaimu dengan berani. Seperti rintik yang jatuh ke bumi tanpa takut tak kembali. Seperti kunang-kunang yang terus hidup dengan cahayanya yang redup tanpa takut esok mati. Seperti karang yang ditabrak ombak ribuat kali tanpa takut akan dibenci.
Jika nanti ada lain hari, aku ingin duduk sebentar di sebuah kursi dengan lampu taman yang menjadi penerangan. Bersama kamu sambil bergandeng tangan. Menceritakan kenangan yang sudah kita lewatkan. Meski sebentar dan kurang menyenangkan.
Jika nanti ada lain hari, aku ingin hidup sampai nanti-nanti. Walau kamu bersama orang lain, tapi yang penting aku ada untuk melihat senyummu yang cantik. Menawan dan rupawan, meski aku tak dilirik.
Jikalau pun tak ada lain hari, aku ingin kamu tak menangisi kepergianku nanti. Bahwa semua rasa yang kutinggalkan di sini, adalah milik semesta yang sempat kucuri. Kini kukembalikan lagi pada si pemilik hati. Lalu akupun pulang pada pelukan bumi.
Dari balik bumantara
Untuk gadis bernama Kaltha Nadindra.-Aqsala Nugraha
Bagaimana bisa Aqsala membuatnya makin menyukai semesta si pemuda saat pemiliknya saja sudah tiada. Lalu di mana lagi akan ia jumpa tulisan indah miliknya? Di mana lagi ia bisa melihat semesta luar biasanya Aqsala. Ia telah tiada. Membawa serta semestanya yang sangat Kaltha suka.
Keindentikan warna hitam pada suasana pemakaman memang sudah tidak lagi asing di penglihatan. Kepergian harus selalu memaklumi kesedihan. Bahkan langit ikut berwajah muram karena kehilangan saah satu pengagumnya. Pun dengan mereka yang ditinggalkan jauh tanpa perpisahan hanya bisa menatap duka pada nisan dan tanah yang menggunung.
Seluruh dari mereka yang menyayangi si pemuda hadir dengan masing-masing mengantongi doa. Semoga senja di sana lebih indah dari senja di dunia. Semoga ia masih menulis puisinya kesukaannya. Semoga ia bertemu mereka yang sama baiknya dengan dia. Semoga ia senang dipeluk surga. Semoga sedihnya tak ikut terbawa sampai sana.
Aqsala yang pernah menemani kita dengan semua keindahannya dalam beraksara, kini pulang juga ke rumah yang seharusnya. Perjalanan dunia selesai sudah. 20 tahun mencicipi seluruh rasa yang ada. Senang, sedih, kecewa, terluka, patah asa, juga gagal cinta. Semua akan jadi perjalanan menyenangkan yang akan ia bawa pulang ke sana. Cerita hebatnya yang sudah berlangsung lama harus sudah diberi titik. Sampai nanti, yang tersisa tentang dia hanya nama juga kenangan lama yang sudah di rajut bersama. Mimpi indah Aqsala, sampai jumpa di lain dunia.
😢
Dah nggak sanggup lagi bilang apa-apa.
Selamat meneruskan perjalanan Aqsala~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Atelier✔
Fiksi Penggemar"Ini bukan hanya tentang cinta dan kita. Ini juga tentang bertahan dari sebuah gangguan mental" ©sshyena, 2020