Laki-laki dengan nama belakang ayahnya itu sedang berjalan memasuki basement. Sembari sesekali membalas pesan yang dikirimkan Biru. Pemuda itu bilang, ia sudah ada di kampus dan sedang menunggu kedatangan Gathan. Yang ditunggu pun mempercepat langkahnya menuju kendaraan yang terparkir rapi di antara kendaraan lainnya. Lelaki itu memakai helm dan menyalakam mesin motor, kemudian melajukan kendaraan roda dua itu keluar basement.
Kalau saja tidak ada orang gila yang tiba-tiba berdiri di tengah jalan sembari merentangkan tangan.
"Tunggu," cegat orang itu membuat Gathan menghentikan motornya mendadak. Ia juga mengangkat kaca helmnya agar bisa melihat jelas siapa si tersangka yang sudah menghalangi jalannya.
"Aku mau ngomong," ujar orang itu lagi.
Gathan menghela napas, ah, dia lagi. Sekarang apa yang ingin dia bicarakan? Ia menyesal sudah putus dan ingin balikan?
"Please, Than...," mohon gadis itu berdiri tepat di depan motor Gathan dengan tangan yang menyatu seakan memohon.
Gathan berdecak, tapi ia mengizinkan gadis itu untuk naik ke motornya. Si tersangka yang tidak lain tidak bukan adalah Audrey tersenyum senang kemudian naik ke motor Gathan. Ia juga memeluk pinggang si pemuda karena tak mau melewatkan kesempatan emas yang ada di depan mata. Sementara empunya berdecak tak suka sambil berusaha melepaskan pelukan itu. Namun sayang, si jelita terlalu keras kepala.
Keduanya sampai di kafe yang pernah mereka datangi beberapa waktu lalu. Audrey tersenyum sementara Gathan hanya memasang wajah aspal jalannya. Alias datar."Makasih ya, udah mau luangin waktu untuk bicara denganku," ujar Audrey setelah keduanya sama-sama diam.
"Terpaksa," jawab Gathan dalam hati.
"Euum... Nanti aku pulang ke Swiss," sambung gadis itu membuat Gathan bersorak kegirangan di dalam hati. Tapi wajahnya masih menampakkan tak peduli dan tak berekspresi.
"Kamu baik-baik di sini ya, aku pasti bakal balik lagi," sambung gadis itu tapi lawan bicaranya masih enggan buka suara.
Audrey menatap Gathan yang tak menatapnya sama sekali. Laki-laki itu malah memperhatikan segelas coklat panas yang tadi dipesannya. Namun sejak tadi pula tak disentuh dia. Audrey merasa ia harus menjelaskan sesuatu. Ya, walaupun itu tidak mengubah apapun, tapi setidaknya Gathan tau alasannya melakukan itu.
"Kamu pasti tau, setahun lalu aku menikah dengan orang asli Swiss," gadis itu mulai bercerita. Ia meminum Caramel Macchiatonya untuk memberi jeda. Audrey juga melihat Gathan, tapi pemuda itu tak mengeluarkan ekspresi apa-apa.
"Aku terpaksa. Papa yang minta aku untuk nikah dengan anak rekannya supaya perusahaan Papa tetap jalan. Aku udah bilang nggak mau, tapi kalau aku tolak, aku diancam nggak bakal boleh ke Indonesia lagi," sambung Audrey setelah meletakkan cangkirnya.
Masih sama, wajah Gathan seakan tak berubah sama sekali.
"Aku nggak pernah ngelupain kamu Than, bahkan setelah menikah pun aku masih sayang sama kamu. Sampai sekarang juga sama aja," sambung Audrey yang ajaibnya membuat Gathan menoleh.
"Tapi gue nggak," jawab laki-laki itu dengan sorot mata yang tajam.
"Aku pulang ke Swiss buat pisah sama dia. Nanti aku pulang ke sini dan balik sama kamu lagi."
Gathan berdecih, "Nggak usah ngelakuin hal yang sia-sia, Drey. Lo udah nggak ada diingatan gue lagi. Yang tersisa di antara lo sama gue, cuma sebatas mantan. Udah, yang lainnya udah hilang," Gathan bangkit dari duduknya, namun secepat kilat Audrey menahannya.
"Than, nggak bisa ya kamu tinggalin Kaltha dan balik lagi sama aku?" bujuknya bak tak ada harga diri.
Gathan melepas paksa pegangan Audrey, "Nggak," setelahnya ia pun pergi. Meninggalkan Audrey yang sudah tak tau lagi bagaimana caranya membuat Gathan kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atelier✔
Fanfiction"Ini bukan hanya tentang cinta dan kita. Ini juga tentang bertahan dari sebuah gangguan mental" ©sshyena, 2020