Kaltha dan Biru menggotong Gathan masuk ke apartemennya. Pemuda itu langsung tumbang tak berdaya setelah kedatangan Kaltha. Bagaimana tidak, pemuda yang tengah mempersiapkan skripsi sebelum wisudanya itu meminum tiga botol alkohol sekaligus. Tentu saja itu berpengaruh buruk pada dirinya. Biasanya satu botol saja sudah membuat pemuda itu tepar. Tapi kali ini, tiga botol dalam satu waktu. Sudah begitu, Gathan malah ikut menari-nari seperti orang kehilangan akal di antara orang lain yang juga mabuk. Entah apa yang ada di pikiran pemuda itu kali ini, tapi Kaltha tau, kekasihnya tidak akan menyentuh alkohol jika ia tidak sedang merasa tertekan.
Setelah Gathan aman di atas ranjangnya, Kaltha mengusap wajah kekasihnya yang tertidur tenang.
"Gathan kenapa?" tanya Kaltha pada Biru.
"Gue juga nggak tau, Tha. Tiba-tiba dia langsung pesan tiga botol soju. Gue udah larang, tapi dia nggak dengerin," jelas Biru merasa bersalah.
"Kenapa nggak lo tonjok aja sih?!" bentak Kaltha beralih menatap Biru yang sudah bersahabat bersama Gathan selama hampir sepuluh tahun.
"Sorry, Tha," ucapnya lagi-lagi merasa bersalah.
Sudah dua minggu ini Gathan tidak menunjukkan tanda-tanda bipolarnya. Yang membuat Kaltha berpikir bahwa laki-laki itu baik-baik saja. Namun seketika, Gathan Birawa malah membuat kekasihnya pusing tujuh keliling karena kelakuannya. Gadis cantik itu menghela napas. Memijat pelipis sesaat karna merasa pusing dengan ini semua.
"G-gue boleh pulang?" tanya Biru takut-takut. Karna jujur saja, Biru lebih mending ditilang polisi dari pada berurusan dengan Kaltha. Lebih menyeramkan dari pada digrebek polisi.
"Ya udah, lo pulang deh. Makasih, Biru," ujar Kaltha ikut bangkit ingin mengantar Biru ke depan.
Baru saja bokongnya terangkat dari ranjang Gathan, sebuah tangan menahan pergelangan tangan. Dilihatnya tangan Gathan sudah melingkar ditangan kanannya.
"Di sini aja," perlahan Gathan membuka matanya.
"Tapi-"
"Di sini aja, Tha" pinta Gathan lagi sembari bangkit.
"Ya udah, lo temanin Gathan aja, Tha. Gue balik," pamit Biru.
Kaltha menghela napasnya pelan kemudian mengangguk. Setelah kepergian Biru, Kaltha melihat kekasihnya yang duduk berhadapan dengannya.
"Kamu kenapa?" tanya Kaltha lembut.
Gathan tak menjawab. Ia hanya diam sembari menatap jemarinnya yang sedang bergelut.
"Skripsi?" Gathan mengangguk. Gadis itu paham, jadi mahasiswa semester akhir memang kadang sangat memusingkan. Itu terbukti dengan bagaimana Gathan yang sibuk dihadapan laoptopnya selama kurang lebih sepekan ini.
Si jelita menangkup wajah kekasihnya. Mengusap air mata yang entah kapan turunnya. Lalu dengan lembut ia berkata, "Udah, jangan dipikirin. Nggak harus wisuda tahun ini juga nggak apa-apa. Kan Papa juga bilang, nggak usah buru-buru. Papa juga pasti paham kok."
Gathan mengangguk sebagai jawaban. Papanya juga pernah bilang, kalau dia tidak perlu mengejar apa-apa. Karena yang namanya manusia semua orang pasti akan sampai pada tujuannya. Kalau nggak sekarang, pasti nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atelier✔
Fanfiction"Ini bukan hanya tentang cinta dan kita. Ini juga tentang bertahan dari sebuah gangguan mental" ©sshyena, 2020