Gathan terus menarik Kaltha menjauh dari area bioskop. Kaltha yang ditarik hanya diam sambil sesekali melirik ke belakang. Ia penasaran, siapa gadis berambut pirang itu? Dan apa yang terjadi di antara mereka? Seperti ada yang belum terselesaikan dan sesuatu yang rumit terjadi di antara mereka. Terlebih saat Gathan menyebut Kaltha adalah istrinya. Padahal mereka belum menikah, lamaran saja belum, masa sudah jadi istri.
Kaltha berhenti membuat Gathan yang masih menariknya ikut berhenti dan menatap kekasihnya heran.
"Dia siapa?" tanya Kaltha agak judes.
Gathan tak langsung menjawab. Ia menatap Kaltha lekat tanpa sedikit pun menjawab.
"Than, aku nanya," tetap tak ada balasan dari Gathan.
"Gathan, jawab dong," desak Kaltha karena kekasihnya itu hanya bergeming sambil menatapnya.
"Mantanku," jawab Gathan akhirnya.
"Ada masalah apa?" Kaltha maju selangkah untuk memperhatikan wajah Gathan yang terlihat datar namun Kaltha tau hatinya berantakan.
"Nggak ada," jawabnya lugas.
"Gathan..."
Gathan menghela napas, meraih tangan Kaltha lalu meletakkannya di antara lengan dan pinggangnya. Membawa gadis itu kembali berjalan-jalan.
"Nanti aku cerita," sambungnya sembari berjalan.
"Kenapa harus nanti?" kesal gadis itu hingga menarik tangannya dari Gathan.
"Ya kan, sekarang lagi di tempat umum. Nanti aja kita bahas, ya," balas Gathan enteng dan Kaltha hanya membalas dengan dengusan halus. Jujur, ia sangat penasaran. Namun ia tak ingin memaksa Gathan untuk bercerita.
Gathan terus membawa Kaltha berkeliling mal. Sesekali ia melirik kekasihnya yang manyun. Ia ingin bercerita, sangat ingin. Tapi terlalu takut untuk itu. Padahal hanya kisah asmaranya dari masa lalu. Tapi ia malah takut Kaltha akan pergi meninggalkannya.
"Nama dia Audrey. Dulu waktu kelas sepuluh, dia gencar deketin aku. Sampai akhirnya aku kuluh, terus pacaran sama dia," Gathan mulai bercerita. Ini sebabnya Kaltha tak pernah mau memaksa kekasihnya untuk bercerita, karena kalau ia mau, ia pasti sudah bilang. Dan pasti akan bilang.
"Tapi, genap setengah tahun kita putus. Dia harus pindah ke Swiss karena ikut orang tuanya. Dia minta putus dengan alasan nggak bisa hubungan jarak jauh. Dan aku, cuma bisa terima," Gathan menatap kekasihnya, Kaltha memberi pandangan iba karena Gathan harus ditinggal oleh orang yang dulu pernah ia sayang. Terlebih lagi dahulu, Gathan sangat sulit menerima seseorang yang pergi dari hidupnya.
"Tapi itu dulu, Tha. Setelah satu tahun ditinggal dia, aku ketemu kamu. Cewek aneh yang bilang kursi perpus itu punya dia," sambungnya bercanda. Kaltha ikut tertawa menanggapinya.
Si pemuda berpindah menjadi menghadap Kaltha. Ia juga memegang bahu kekasihnya untuk memberi pengertian yang baik. "Sekarang udah nggak cemburu lagi, 'kan?"
Kaltha hampir tertawa, tapi ia masih mempertahankan wajah kesalnya. "Siapa yang cemburu?" ujarnya melepaskan pegangan Gathan dan pergi meninggalkan kekasihnya.
"Ketara tau, Tha...," susul si pemuda.
"Nggak, aku nggak cemburu!" Kaltha buang muka, takut wajah merahnya ketahuan oleh Gathan.
"Nggak apa-apa kalau mau cemburu juga, sangat dipersilahkan."
"Nggak, apaan sih," Kaltha mempercepat langkahnya, namun Gathan selalu bisa mengejar.
"Cieee, haha, mau makan nggak?" tawar Gathan saat mereka melewati sebuah restoran.
"Iya, ayo makan!" ajak si jelita bersemangat dan menarik kekasihnya. Dan Gathan hanya tertawa saja menanggapinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atelier✔
Fanfiction"Ini bukan hanya tentang cinta dan kita. Ini juga tentang bertahan dari sebuah gangguan mental" ©sshyena, 2020