"Kita berangkat Bunda, assalamualaikum!" seru dua anak itu berbarengan dari luar rumah. Sudah jadi kebiasaan setiap berangkat sekolah pasti mereka akan berteriak heboh dari luar. Sementara Bunda yang mendengar dari dalam hanya geleng kepala melihat tingkah dua anaknya. Ganggu tetangga aja pagi-pagi.
Di perjalanan, tak ada satu pun dari mereka yang bicara. Kaltha dengan pikirannya, Miko dengan laju kendaraannya. Ya, seperti pagi-pagi biasanya, jalanan akan macet dipenuhi oleh kendaraan roda dua maupun empat. Klakson saling sahut-sahutan tak mau mengalah. Saling serobot bak tak tau aturan. Tapi ya, inilah jalanan. Entah siapa yang terlambat, tapi semua orang ingin cepat sampai tujuan.
Singkat cerita, motor Miko sampai di parkiran. Kaltha turun kemudian menyerahkan helmnya pada Miko.
"Lo duluan aja," ujar Miko karena biasanya saat masuk ke kelas mereka bersama-sama.
"Mau ke mana lo?" tanya Kaltha sembari merapikan rambutnya.
"Nyebat bentar," balas laki-laki itu sembari mengantongi kunci motornya.
"Masih?" tanya Kaltha sedikit kaget.
"Sekali doang, pala gue puyeng, anjrit!" kemudian laki-laki itu pergi meninggalkan Kaltha yang geleng kepala dengan tingkah sepupunya. Padahal Miko sudah hampir tidak merokok lagi sejak seminggu terakhir karena ketahuan oleh Ayah.
"Jangan bilang Bunda!!" teriak laki-laki itu lagi tanpa berbalik.
Ya, dia juga nggak tega sih melihat Miko dimarahi. Tapi dia juga tidak mau Miko seperti itu terus. Tapi dia juga kasian. Tapi, ah, sudahlah.
Kaltha berjalan santai menuju koridor sembari sesekali menghitungi langkahnya. Entah sudah berapa lama, tapi setiap menginjakkan kaki di koridor ia selalu berhitung. Lalu nanti saat hitungannya tepat diangka dua puluh, seorang pemuda akan menyambutnya dengan senyum manis dan sekotak susu cokelat di tangan. Karena jika ingin sampai di kelas, Kaltha harus melewati kelas Gathan terlebih dahulu. Itu membuat si pemuda setiap pagi sudah nangkring di depan pintu sembari menunggu pujaan hatinya lewat.
18, 19, 20.
Tak ada yang menyambutnya. Bahkan Kaltha sudah melewati kelas Gathan. Namun kenapa pemuda itu tidak ada di tempatnya biasa bersemayam? Kaltha berbalik, melihat sekali lagi apa Gathan tidak sedang mengerjai dengan mengagetkannya dari belakang. Namun, tetap tak ada siapa-siapa di sana. Apa yang terjadi? Seakan ada yang tidak beres.
Gadis itu mendekat ke jendela. Ia sedikit berjinjit untuk mengintip lewat jendela. Lagi-lagi, hasilnya sama. Gathan tak ada di kelasnya. Bukan hanya Gathan, Biru pun tak ada di tempat. Kalau Miko, ia tau jawabannya karena sedang ada di gudang belakang sekolah. Apa Gathan juga sedang ada di sana bersama Biru?
Segera Kaltha berlari menuju gudang belakang yang sering dijadikan anak-anak cowok untuk merokok sekaligus akses cabut.
Sampai di sana, ia langsung dapat melihat dua orang lelaki sedang duduk dengan sebatang rokok di sela-sela jari tengah dan telunjuknya. Benar, 'kan? Ini itu tempatnya anak-anak trouble maker berkumpul. Ah, bahkan menoleh saja Kaltha rasanya takut.
"Cari siapa?" tanya salah seorang dari mereka.
"Miko ada?" tanya Kaltha takut-takut.
"Ooh," sahut laki-laki itu kemudian berteriak, "Miko! Cewek lu nyariin nih!"
Yang dipanggil langsung menampakkan batang hidungnya dari balik pintu. Miko melirik Kaltha singkat kemudian berjalan keluar.
"Cewek Gathan bego!" umpat Miko sembari memukul kepala orang yang memanggilnya tadi.
"Oh, punya Gathan," jawab laki-laki itu.
Miko langsung mendekati sepupunya yang nampak tak suka dengan keadaan belakang sekolah yang kotor dengan beberapa kursi dan meja yang rusak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atelier✔
Fanfic"Ini bukan hanya tentang cinta dan kita. Ini juga tentang bertahan dari sebuah gangguan mental" ©sshyena, 2020