"Halo? Bunda lagi ngapain?" buka Kaltha saat telepon mereka terhubung.
"Lagi nonton, kenapa sayang?" balas bunda di seberang sana.
"Kaltha mau cerita boleh nggak?" tanya Kaltha ragu-ragu.
"Boleh, cerita apa?"
Kaltha diam sejeda. Memikirkan dari mana ia harus memulai ceritanya. Ia bingung harus berkata yang mana.
"Kak Navi mau Kaltha jadi Interior Designer," ujarnya setelah cukup lama berpikir.
"Terus?" sahut Bunda masih merasa itu belum sepenuhnya cerita Kaltha.
"Kaltha bingung."
"Bingung kenapa sayang?" Bunda masih setia mendengarkan. Mencoba menjadi teman cerita yang nyaman untuk keponakannya.
"Kaltha nggak tau harus gimana. Kalau Kaltha terima, pasti Kaltha bakal sibuk di kantor. Tapi kalau nggak Kaltha terima, kesempatan nggak dateng dua kali 'kan, Bun?"
Bunda terkekeh sejenak. Ternyata itu kegalauan bungsu Kakaknya. Hanya sebatas takut akan sibuk?
"Kenapa Kaltha bisa takut sibuk?"
"Iya, Kaltha takut kalau nanti Gathan butuh Kaltha, Kaltha malah nggak ada."
Bunda menghela napas pelan. "Gathan nggak benar-benar sendiri, Tha. Dia punya Miko, punya Biru, punya Mamanya, punya Bunda. Kalau ada apa-apa, dia juga pasti berusaha untuk baik-baik aja. Sebenarnya, bukan Gathan yang bergantung ke kamu. Tapi kamu yang menggantungkan diri ke Gathan," jelas Bunda membuat Kaltha terdiam. Iya, Gathan punya beberapa orang yang ia percaya. Kaltha bukan satu-satunya. Tapi rasa khawatirnya selalu datang tiba-tiba.
"Gathan juga pasti mau ngeliat kamu sukses. Gathan pasti mau banget ngeliat kamu melangkah lebih tinggi. Bukannya Gathan juga lagi berusaha untuk naik lebih tinggi? Dia mau lanjut S2 'kan?"
Ah, benar juga. Ketika Gathan sedang berusaha untuk terus naik, Kaltha malah memilih untuk diam di tempat. Bukannya lebih bagus kalau mereka naik bersama-sama?
"Kalau kamu berhenti di sini, kamu akan kehilangan yang menunggu kamu di akhir perjalanan, Tha. Jangan mau berhenti hanya karena sudah merasa puas. Karena sejatinya manusia akan terus bergerak naik. Kamu nggak bisa ketinggalan di belakang hanya karena hal kecil."
Air matanya jatuh begitu saja. Ya, ternyata langkahnya untuk berhenti itu salah. Setiap manusia memang melangkah maju. Terus naik menjadi lebih tinggi menuju sesuatu yang mereka yakini. Lalu akhirnya, berhenti jika sudah tak sanggup lagi.
"Jadi, kalau Kaltha membuang kesempatan yang sudah diberi, itu berarti Kaltha nggak mau untuk melangkah lebih tinggi."
"Jangan nangis, Nak. Dicoba pelan-pelan, ya. Kalau ada apa-apa, Bunda selalu di sini buat kamu. Kamu pasti bisa. Mama, Papa, Bunda, Ayah, Kak Navi, Gathan, semuanya mau kamu terus melangkah maju," tut. Terlepon itu ia matikan sepihak. Ia hanya tidak bisa memperdengarkan tangisnya pada Bunda. Ia takut wanita yang sudah mengasuhnya itu akan khawatir. Jadi lebih baik ia putuskan sambungannya dari pada Bunda harus datang ke apartemen hanya untuk memeluknya.
Pintu unitnya diketuk tiga kali. Segera gadis itu menyeka air matanya untuk melihat siapa yang sedang bertamu malam-malam begini. Sebelum membuka pintu, gadis itu melihat ke arah jam yang ada dinding. Jam delapan, Navi marah tidak ya kalau Kaltha menerima tamu lagi?
Gadis itu mendekati pintu dan melirik si tamu dari lubang yang ada di tengah-tengah pintunya. Seorang lelaki tinggi dengan kemeja berwarna gelap sedang berdiri seakan sedang menunggu dibukakan pintu. Kaltha kenal lelaki ni. Sagara. Tapi apa yang dilakukan sahabat kecilnya itu di sini? Dan dari mana pula ia tau unit Kaltha yang mana?
KAMU SEDANG MEMBACA
Atelier✔
Fanfiction"Ini bukan hanya tentang cinta dan kita. Ini juga tentang bertahan dari sebuah gangguan mental" ©sshyena, 2020