Kaltha Nadindra. Ia menyeka habis air matanya. Memastikan ia tak terlihat sehabis menangis. Menunjukkan pada semua orang bahwa ia baik-baik saja. Gadis itu berhenti di depan sebuah unit seseorang. Menekan panel sandi, kemudian masuk ke dalam. Sebisa mungkin gadis itu terlihat baik-baik saja tanpa sesuatu yang mengganggu kepala. Padahal hatinya, sudah entah seperti apa.
Baru saja kakinya menginjak ruang tamu, ia langsung dibuat terpaku. Gathan dan sebotol alkohol di tangannya.
"Than, kamu kenapa?" kaget gadis itu yang melihat perbuatan kekasihmya.
Yang ditanya melirik singkat, kemudian kembali meneguk minuman beralkohol itu.
"Minum," jawab lelaki itu setelah satu tegukan.
"Kenapa? Kamu ada masalah? 'Kan udah aku bilang kalau ada apa-apa jangan langsung alkohol!" marah si gadis hendak meraih botol hijau itu. Tapi secepatnya Gathan menjauhkan dari jangkauan Kaltha.
"Kamu sendiri, kenapa ciuman sama cowok lain?" balas Gathan kembali meneguk minuman itu.
Kaltha terdiam. Apa Gathan melihatnya? Lalu kenapa laki-laki itu diam saja saat menyaksikannya? Kenapa ia tidak marah seperti Kaltha waktu itu. Tidak, saat ini Gathan marah. Itu sudah jelas.
"Itu bukan kaya yang—"
Tak!
Gathan meletakkan botol hijau itu dengan sedikit keras. Setelahnya, pemuda itu bangkit hendak pergi."Kamu mau ke mana?" tanya Kaltha melihat Gathan yang pergi begitu saja tanpa berkata apa-apa. Air matanya jatuh lagi. Susah payah ia menyembunyikannya tadi, nyatanya usaha itu sia-sia.
Gathan tak manjawab, ia keluar dengan membanting pintu apartemennya. Kaltha tak menyerah, ia mengejar Gathan dan menarik lengan lelaki itu agar berhenti.
"Than, tunggu!" seru Kaltha. Gathan berhenti dan berbalik secara paksa.
"Apa?" tanya lelaki itu santai tapi terdengar sarkas.
"Dengerin aku dulu," sambung Kaltha mencoba menjelaskan. Namun bukannya mendengarkan, Gathan berdecih kecil.
"Buat apa? Udah jelas 'kan? You kiss him!" balasnya masih menahan bentakannya. Ia marah, tapi ia tau tak seharusnya ia membentak Kaltha. Sebagai lelaki, ia juga harus bersikap hormat.
"I was kissed. Not kissing!!" sanggah Kaltha marah.
"I'ts same! Kamu bisa nolak! Atau mukul dia! But you don't!" suaranya naik satu oktaf, emosinya berada di atas kepala. Tapi ia masih berusaha mengumpulkan akal sehatnya.
"I can't! He's my best friend!" Kaltha pun sama. Ia masih berusaha menjelaskan dan berusaha tetap benar meski ia tau itu adalah salah.
Gathan menggeleng pelan, lalu menjawab, "Friends don't kiss, Kaltha," setelahnya, ia pergi meninggalkan Kaltha. Gadis itu tak sanggup mengejar. Ia terlalu takut dan sedih karena Gathan marah padanya. Ia tak tau bagaimana harus menjelaskannya. Ya, dia salah tidak mencoba untuk mendorong Saga saat berusaha mencuri ciumannya. Tapi dia tidak, ia membiarkan Saga mengambil itu darinya. Dan buruknya, hal itu disaksikan Gathan. Kekasihnya sendiri.
Kaltha menangis seorang diri di lorong itu. Tak peduli jika beberapa penghuni lain mengintipnya dari lubang pintu, ia hanya merasa sedih karena sudah menyakiti Gathan. Satu hal yang sangat ia takutkan adalah lelaki itu pergi meninggalkannya.
Ia meraih ponselnya dari dalam tas. Menghubungi orang yang mungkin bisa membantunya dalam masalah ini.
Dengan air mata yang masih keluar, dan suara yang terdengar parau, Kaltha bicara pada teleponnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atelier✔
Fanfiction"Ini bukan hanya tentang cinta dan kita. Ini juga tentang bertahan dari sebuah gangguan mental" ©sshyena, 2020