"Desain 2D nya udah saya bikin. Kamu tinggal lanjutin aja ke yang 3D. Nanti kalau udah, kita bisa pertimbangin bahan material dan perabotnya seperti apa ke klien. Dan setelah itu, baru kita bisa buat perkiraan anggaran sama timeline untuk pengerjaan proyek," jelas Leony setelah menunjukkan desain yang sudah ia selesaikan sejak kemarin. Dan sekarang, ia ingin membimbing Kaltha agar tau langkah selanjutnya seperti apa.
"Baik, Bu, siap," balas Kaltha mengangguk paham.
"Hari ini sebenarnya saya udah nggak masuk, tapi karna ada beberapa hal yang harus saya jelaskan, makanya saya dateng. Besok, kalau ada yang ingin ditanyakan lagi dateng aja ke rumah atau hubungi saya kapan aja. Okey?" sambung wanita itu.
"Iyaa, terima kasih," ucap Kaltha kemudian membereskan barang-barang yang tadi dipakai karena Leony sudah hendak pulang. Dan Kaltha akan kembali ke mejanya yang lama. Di mana ia masih bersama Vanya dan Ditto. Kenapa? Karena ia belum sah menduduki posisi sebagai designer Interior.
Setelah Vanya pamit, Kaltha pun kembali ke kursinya. Ia juga menghela napas berat ketika mendudukkan bokongnya di kursi.
"Caelah, Ibu tugasnya banyak amat," celetuk Vanya yang melihat Kaltha kesusahan membawa tiga gulungan kertas dan satu jilid tak terlalu tebal dari Leony.
"Otak gue berantakaaan!!" serunya menyandarkan kepala pada sandaran kursi.
"Sabar...sabar...," Vanya menepuk lembut bahu sahabatnya berniat memberi semangat.
"Kantin yuk. Gue mau cerita."
"Skuy!"
.
.
.
Dan, di sinilah mereka. Kantin kantor yang siang ini tak terlalu banyak pengunjungnya karena masih jam kerja. Kaltha dan Vanya hanya memesan minuman. Karena tadi sudah makan siang. Beruntung Ditto sedang tidak ada di tempat, jadi si duta ghibah itu tidak akan mendengar cerita Kaltha yang super menyedihkan ini. Kalau dia dengar, pasti dia heboh. Dan Kaltha tidak mau kalau sampai si duta ghibah itu membuat gosip yang tidak-tidak tentang dirinya.
"Jadi, mau cerita apa?" buka Vanya saat menyadari temannya yang lesu tak seperti biasanya.
"Gue...," gadis Nadindra itu menggantung ucapannya. Membuat Vanya jadi mendekatkan kepala menunggu kelanjutan ucapan sahabatnya.
"Putus," sambung Kaltha membuat sahabatnya menganga.
"Kok bisa?!" seru Vanya agak histeris. Tapi Kaltha tak peduli karena keadaan kantin tak begitu ramai.
"Kayaknya dia selingkuh deh," balas Kaltha masih sama lesunya.
"Sama siapa, anjrit? Biar gue lindes pala selingkuhannya pake fuso!" seru wanita itu menggebu-gebu.
"Mantannya. Nggak tau juga deh gimana. Tapi mereka ciuman dua kali. Dan Gathan bilang itu kesalahan," jelas Kaltha lagi.
Wanita bermata sipit yang baru pulang dari Kanada itu menghembus napasnya kasar. Mungkin kalau bisa dilihat lewat mata telanjang, hidung Vanya mengeluarkan asap hitam dan kepalanya mengeluarkan tanduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atelier✔
Fanfic"Ini bukan hanya tentang cinta dan kita. Ini juga tentang bertahan dari sebuah gangguan mental" ©sshyena, 2020