07 ; MERCI

63 61 10
                                    

Mata terbuka dengan perlahan, Cassea yang merasa berada di tempat lain seketika dia terbangun dan merasakan sakit di kepalanya. "Ah.. sakit sekali." Ucap Cassea sembari memegang kepalanya.

Saat mata mulai terbuka kembali, Cassea melihat bahwa dirinya kini hanya memakai tank top berwarna hitam. Matanya mulai mencari keberadaan jaket yang tadinya ia kenakan, dan perasaan mulai lega saat melihat bahwa jaket miliknya tergeletak di punggung kursi di sebelah tempat tidur yang dia tiduri saat ini.

Cassea tersadar dan mulai melihat seisi ruangan tersebut, ruangan dengan cat berwarna putih dengan dekorasi yang indah akan pemandangan seni lukis. Meski ruangan tersebut seluas apartemen, tapi Cassea nyaman dengan tempat itu karena dekorasi yang sangat indah dan menenangkan.

Seketika dia menoleh ke arah meja yang dekat dengan tempat tidur, dia melihat minuman dan surat yang ada di bawah gelas tersebut. Cassea memilih minum terlebih dulu lalu membaca surat itu.

Minuman itu akan menghilangkan sakit di kepalamu, dan jangan khawatir karena mahkotamu masih utuh.

Isi surat yang di baca Cassea, Cassea tersenyum tipis dan merasa bahwa pria yang sudah menolongnya adalah orang baik. Karena penasaran dengan pria itu, Cassea membuka sebuah laci pertama berharap ada sebuah foto pemilik apartemen itu.

"Jeez (astaga)!" ucap Cassea terkejut tidak main. Bagaimana tidak terkejut, wanita itu melihat banyak sekali senjata tajam di laci itu, mulai dari pisau, sampai ke pistol. Cassea menelan ludahnya, dia mulai berpikir apakah pria yang menolongnya benar-benar orang yang baik.

Saat dia membuka laci kedua, bukannya senjata melainkan sebuah foto dimana empat orang yang satu perempuan sedangkan salah satu pria yang ada di foto tersebut di kenal oleh Cassea. "Bukankah dia- " Gumamnya.

Dan tiba-tiba Cassea ingat dengan rumah, dia pasti akan memulai pertengkaran dengan sang Ayah karena tidak pulang semalaman. Sebelum pergi wanita itu juga meninggalkan sebuah surat di atas meja.

Cassea yang kini sudah berjalan menjauh dari apartemen tersebut, dia menaiki sebuah bus. Di dalam bus tangan Cassea yang masuk ke dalam saku jaketnya, merasa ada kain lembut di dalam sana, dengan segera dia mengeluarkan nya dan melihat sebuah sapu tangan dengan tulisan Z di bawahnya. "Mungkin ini miliknya!" memasukkan kembali di saku.

Beberapa menit menempuh jalan, kini dia sudah sampai di rumah mewahnya, rumah penuh kesedihan baginya. Belum sempat membuka pintu, pintu rumah terbuka lebih dulu. Cassea melihat Ayahnya yang akan pergi kerja, juga Ibu dan Khey yang mengantarnya ke depan.

Sebenarnya Cassea takut dengan ketegasan dan kemarahan Sang Ayah, namun dia mencoba ingin menyadarkan ayahnya juga menghilangkan keangkuhan-nya.

"Ayah." Ucap Cassea pelan dengan mata membuka lebar. Ayahnya menatap dengan amarah seperti biasa.

"Kenapa pulang? Pergilah dan tidak usah kembali." Ucap Ayahnya biasa tapi membuat sakit di hati Cassea.

"Aku minta maaf Ayah!" balas Cassea masih menunduk takut, juga menghormati Sang Ayah.

"Jika Ayah tahu kau akan seperti ini, dulu Ayah akan memberikanmu kepada Ibumu." Ucap Ayahnya merasa kecewa dengan tindakan Cassea, juga merasa menyesal sudah membawa Cassea tinggal bersamanya.

Cassea yang merasa tidak dibutuhkan oleh ayahnya dia mulai melawan Ayahnya lagi dengan ditemani oleh air matanya lagi.

"Apa Ayah menyesal karena sudah membawaku? Jika Ayah menyesal kenapa ayah tidak membuang ku saja di jalanan... Lagi pula Ayah tidak pernah memberiku kasih sayang seperti dulu, Ayah hanya memikirkan pekerjaan dan keluarga baru Ayah. Bahkan Ayah tidak pernah bercerita apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa ayah memisahkan ku dengan Elan? Dan kenapa ibu bisa berkhianat?" Cassea mulai menangis tersedu-sedu.

Ketiga orang itu hanya diam melihat Cassea menangis dihadapannya, apalagi ayahnya yang terlihat seperti batu es. Cassea mengusap air matanya dan menatap kembali sang ayah, sesekali wanita itu mengusap air mata di pipinya.

"Bahkan aku menangis dihadapan Ayah pun, Ayah tidak perduli." Cassea berjalan masuk setelah puas mengutarakan semuanya. Sementara ayahnya hanya diam beberapa detik lalu berjalan masuk ke dalam mobil yang sudah menunggunya sedari tadi.

"Ibu, kapan ayah akan memberikan nya padaku?" tanya Khey tersenyum tidak sabar akan suatu hal.

"Mungkin sebentar lagi, kau bersabarlah!!" jawab ibunya mengusap pipi anaknya.

Di dalam kamar, Cassea berada di dalam kamar mandi, dia membersihkan wajah yang penuh dengan air mata. Karena pelajaran kuliah hari ini hanya kelas seni lukis saja, jadi Cassea sedikit siang berangkatnya. Wanita itu memilih berendam di dalam bak mandi, selama 20 menit.

Apartemen.

Di sebuah apartemen asing yang di tempati Cassea tadi pagi, seorang pria meraih surat yang tergeletak di atas meja.

Terima kasih sudah menolongku untuk yang kedua kalinya. (⁠◠⁠‿⁠◕⁠)

Hanya itu yang di tulis oleh Cassea, pria itu tersenyum tipis. Entah kenapa setiap dia bertemu Cassea dia selalu tersenyum, padahal semua temannya mengenal bahwa dirinya tidak pernah tersenyum, kecuali kepada ibunya.

***

Di kampus, tepatnya di kelas seni. Cassea melukis dengan penuh kesedihan, sehingga lukisan yang dilihat indah tapi bermakna akan kesedihan saja. Cassea melukis sebuah tangan kecil tengah mengucapkan janji, perlahan dia mengusapnya lembut dan tersenyum tipis.

"Cassea! Apa kau sudah selesai?" tanya Dosen yang kini menjaga kelas melukisnya.

"Iya Pak!" jawab Cassea tersadar, juga kembali tersenyum lebar.

Tidak lama pelajaran sudah berakhir, Cassea yang keluar bersama April dia memilih duduk di taman yang dekat dengan kampus nya.

"Kau pulanglah dulu, aku akan disini sebentar." Pinta Cassea. Karena hari ini April ada kegiatan di rumah, jadi dia tidak bisa menemani temannya saat ini.

"Baiklah, jaga dirimu dan jangan sedih terus." Balas April yang merasa kasihan melihat temannya selalu sedih. Cassea tersenyum ke arah April, itu yang membuat April semakin sedih. Dia selalu melihat temannya itu tersenyum lebar kepada semua orang meski di dalamnya sangat sakit.

April yang sudah pergi 10 detik lalu, Cassea duduk di sebuah kursi panjang, dia mengeluarkan selembar kertas pensil yang ada di dalam tasnya. Dengan sangat perlahan Cassea mulai membuat garis yang akab menjadi lukisan indah di atas kertas putih itu.

Dengan senyuman dia melukis sahabat masa kecilnya, dia mencoba mengingat wajah Elan meski sering menghapusnya karena salah, tapi dia hanya bisa menggambar matanya saja. Saat sepasang mata sudah terlukis, Cassea justru terkejut dan bingung dengan lukisan nya. "Mata ini, mata yang sama." Gumamnya seperti kenal dan tak asing.

Tidak mau berpikir panjang, Cassea memilih pulang saja karena sudah empat jam dia duduk disana. Seperti biasa Cassea memilih berjalan, sampai dia melihat seorang kakek yang tengah meminta-minta di pinggir jalan.

Cassea berjalan menghampiri kakek tersebut, tanpa pikir panjang wanita dengan rambut panjang itu mengeluarkan laptop dan tab miliknya dari dalam tas. Dia memberikan laptop dan tab itu kepada kakek tersebut. Sedangkan kakek itu masih tidak percaya mendapatkan kedua benda tersebut, karena ini baru kali pertamanya dia menemukan orang yang memberikan barang berharganya.

"Merci (terima kasih)!" ucap kakek itu.

"De rien (sama-sama)!" jawab Cassea tersenyum lalu berjalan pergi. Melihat orang lain senang itu juga membuatnya senang. Sifat Cassea sama seperti ibunya, meski dia selalu melawan ayahnya dan keluar masuk Club, Cassea masih memiliki hati yang baik.

Merci [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang