14 ; Pelepasan amarah

45 48 7
                                    

Cassea yang kini sudah berada di pintu belakang, dia duduk di sebuah kayu balok besar yang tidak jauh dari tempat sampah. Disana Cassea merokok juga membawa segelas minuman alkohol termahal yaitu,  (Macallan 64 Year Old in Lalique) dia sama sekali tidak perduli jika seseorang melihatnya seperti itu.

“Hah, jika dia ingin menjadikan Khey pewarisnya, kenapa di besar-besarkan. Lagi pula aku tidak peduli dengan harta ayah! Ayah tidak tahu kalau hatiku sakit saat ayah merendahkan ku seperti itu dihadapan semua orang. Ha, lucu sekali!! Sekarang aku bicara sendiri lagi!” gerutu Cassea dengan senyuman gilanya yang bercampur kesedihan.

Dia tidak tahu apa yang sedang dipikirannya saat ini, yang Cassea tahu hanya merokok dan meminum Macallan 64 year old, sebuah minuman alkohol untuk menghilangkan rasa sakit yang ada di dalam tubuhnya.

Sementara di dalam, Lowray beserta keluarganya tengah asik berkumpul bersama Hanry dan ayahnya. Mereka seolah tidak memperdulikan keberadaan Cassea saat ini, hanya Hanry saja yang penasaran dengan keberadaan Cassea saat ini.

“Aku salut dengan usaha Anda hingga bisa menjadi orang yang paling terpandang dan kaya raya. Kau juga memiliki dua orang putri yang sangat cantik!!” puji Ericsson.

Semua yang ada di bangku itu hanya tersenyum mendengar pujian baik dari Ericsson. Tidak lama mata Ericsson mencari keberadaan putri pertama Lowray yang tiba-tiba saja menghilang.

“Dimana putri pertama mu?” tanya Ericsson.

Emma dan Khey hanya diam, apalagi Khey yang melihatkan wajah liciknya jika mendengar nama Cassea.

“Biarkan saja.” Jawab singkat Lowray sembari meneguk minuman nya.

Tuan Ericsson dan Hanry sudah paham dengan rauk wajah Lowray saat ini. Hanry menatap sang ayah dengan senyuman dan anggukan yang seperti bahasa isyarat.

“Em.. tuan Lowray! Sebenarnya aku ingin mempererat hubungan pertemanan kita.” Ucap Ericsson. Lowray menatap tajam kearahnya dan membuat bulu kuduk berdiri.

“Bagaimana jika, putrimu Cassea kita dekatkan dengan Hanry?” lanjutnya.

Seketika Lowray menaruh gelas yang tadinya berada di genggaman tangannya dengan kasar di meja.

“Di rumahku cinta tidak diperbolehkan. Kau tahu maksudku tuan Ericsson?” jawab Lowray tegas.

Ericsson mengerti dan mencoba membicarakan topik yang lain, sementara Emma berusaha menenangkan suaminya, dengan memegang lengan yang masih kekar tersebut. Ericsson dan Emma saling menatap beberapa detik.

Asap terus-menerus keluar dari mulut Cassea, hingga melayang di udara seperti kabut. Sampai seorang pria yang baru saja selesai telfon entah dengan siapa, menyadari keberadaan Cassea saat dirinya hendak masuk lewat pintu yang ada di sebelah Cassea duduk saat ini.

Pria itu memundurkan tubuhnya dan berusaha melihat wajah seorang wanita yang masih asik merokok dengan ditemani ocehannya sendiri.

“Cassea!” panggil pria tersebut.

Merasa namanya dipanggil, Cassea menoleh dan terkejut saat melihat Zach berdiri di hadapannya. Tapi meski dia tahu kalau Zach ada di sana, Cassea masih tetap duduk tenang, seolah pikirannya sedang kacau saat ini hingga malas berdiri.

“Zach! Kau juga ada disini!” balas Cassea tersenyum tipis.

“Tentu, aku mengunjungi temanku disini! Dan kau, sedang apa disini?” tanya balik Zach.

“Kau tidak dengar suara ricuh didalam? Aku adalah tamu disana!” jawab Cassea.

Zach tersenyum tipis, lalu dia melihat tiga batang rokok yang sudah habis, dan kini wanita itu masih merokok untuk yang keempat kalinya, di tambah minuman keras. Zach merasa kasihan melihat Cassea seperti itu, hingga dia berpikir dalam, apa yang terjadi dalam dirinya, sampai membuat Cassea seperti wanita nakal. Padahal Zach tahu kalau Cassea wanita yang baik dan ceria.

“Lalu, kenapa kau diluar?” tanya Zach.

“Menenangkan diri. Baiklah aku tidak bisa berbohong dengan guruku! Sebenarnya itu adalah pesta ayahku, dan aku keluar karena merasa kecewa dengan ucapan ayahku.” Jelas Cassea.

Seketika, Zach mengambil rokok yang masih dinikmati Cassea, Cassea terkejut saat rokok miliknya dibuang oleh Zach ke tanah dan diinjaknya hingga padam.

“Hey, apa yang kau lakukan? Kau tahu, aku susah paya meminta itu kepada juru masak disini.” Celoteh Cassea sedikit meninggi. Tapi Zach tidak memperdulikan ucapan Cassea, dia terus menatapnya dengan penuh keseriusan.

“jika hatimu sakit, jangan membuatnya bertambah sakit dengan melakukan semua ini. Jika kau ada masalah, cobalah untuk lampiaskan apa yang ingin kau katakan pada seseorang yang membuatmu kecewa.” Jelas Zach menatap lekat ke mata Cassea yang juga melihatnya.

“Mudah jika hati itu terbuat dari Ice yang bisa mencair Zach. Tapi sulit untuk mencairkan hati yang terbuat dari Besi.” Balas Cassea yang mulai berkaca-kaca, namun dia tahan karena tidak mau jika satu orang pun melihat air matanya menetes.

Zach terdiam mendengar balasan Cassea, tidak lama Cassea tiba-tiba tertawa sembari menepuk tangan berkali-kali. Sementara Zach melihatnya masih bingung dengan tingkah laku wanita itu. Apa dia gila?

“Kau serius sekali mendengar ucapan ku. Hahaha!!” ucap Cassea meminum alkoholnya dan menawari Zach.

“Kau mau?” tawar Cassea yang masih tersenyum.

“Tidak, terima kasih.” Jawab Zach menatap senyuman palsu Cassea.

“Kau sepertinya pria baik-baik, ya!!” balas Cassea tertawa kecil.

Zach masih bingung dengan Cassea, kenapa dia harus menahan air matanya? Zach berjalan dan berhenti disamping Cassea duduk.

“aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Kesempatan masih ada, jangan sia-siakan itu, karena tidak tahu kapan kematian menjemput kita.” Ucap Zach yang berjalan pergi meninggalkan Cassea yang terdiam.

Langkah Zach yang sudah pergi, juga air mata yang baru saja menetes dari mata Cassea dengan begitu jelas dan banyak. Cassea meremas gelas yang ia pegang sedari tadi, sambil menutup matanya yang masih basah karena air mata.

“Hfuu.. kau benar. Terkadang hidup lebih menyakitkan dari pada kematian.” Gumam Cassea dengan mata merahnya.

Cklekk.

Pintu kamar terbuka, Zach batu saja tiba lalu disambut oleh ketiga temannya. Melihat wajah temannya yang tanpa ekspresi membuat ketiga temannya tidak berani mengajaknya bicara. Zach menuju teras yang dimana terdapat pemandangan kota dimalam hari. Seketika dia memegang dadanya yang terasa sangat sesak.

-‘Hati ku sangat sesak ketika kau menahan semua itu, aku tidak lama mengenalmu, tapi kau begitu dekat denganku. Kenapa?’ Batin Zach. Yang masih memegang dadanya.

Cassea menghabiskan minumannya dan kembali masuk kedalam saat acara sudah selesai. Apalagi yang dia dapat selain amarah dari sang ayahnya, ayahnya tidak memperdulikan kedatangan Cassea meski melihatnya, dia memilih berjalan pergi.

Di dalam mobil Cassea hanya terdiam memikirkan ucapan Zach tadi, juga bayangannya akan ingatan tentang ibunya dulu, membayangi pikirannya hingga air mata kembali menetes tidak terasa. Sampai didalam kamar pun Cassea masih menangis meski dia sudah menerbangkan satu balon seperti biasanya.

Di ruang kerja milik Lowray yang ada di dalam rumahnya. Seorang ayah tengah duduk dan membuka laci yang terdapat surat dengan sang pengirim dari CALINE WHITE. Lowray menutup kembali lacinya dan mulai bersandar di punggung kursi dengan mata tertutup dan hembusan nafas yang panas juga panjang.

Sebuah surat yang bahkan Cassea tidak tahu kapan datangnya, juga dari siapa sehingga membuat Lowray kembali marah dengan membanting semua benda yang ada di meja depannya saat itu.

Merci [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang