09 ; MERCI

58 58 3
                                    

("Saturday 24 maret 2010. Aku tidak percaya bahwa dia akan menemui ku lebih dulu, dengan membawa senyuman lebarnya, jujur saja hatiku sangat gugup saat melihatnya. Seolah dia selalu menyalurkan senyumannya kepadaku.... ")

📖📖📖

Saturday 24 maret 2010, Paris - Boutique pleine de peintures ( toko penuh lukisan).

Selama satu minggu, Cassea sama sekali tidak bertengkar ataupun berbicara dengan ayahnya. Melihat tingkah ayahnya yang hanya diam saja saat melihat Cassea pulang malam dari club, membuat nya sedikit curiga, tapi apalah dayanya yang takut berbicara dengan ayahnya.

Sepulang dari kuliah, Cassea langsung menuju toko yang dia pernah menjual lukisan miliknya disana. Karena dia sangat ingat bahwa hari Sabtu adalah hari yang dia tunggu-tunggu.

Boutique pleine de peintures
(Toko penuh lukisan).

Zach yang baru saja tiba di toko tersebut, dia melihat paman Ello tengah sibuk memperbaiki tembok yang terbuat dari kayu di depan tokonya.

"Paman, kenapa dengan tokonya?" tanya Zach yang baru saja turun dari mobil bagusnya.

"Paman sedang mengganti tembok kayu yang sudah rapuh, jika tidak diganti takutnya akan roboh toko ini!" jawab paman Ello yang masih sibuk memperbaikinya.

"Paman di dalam saja, biarkan aku yang memperbaiki nya!!" ucap Zach dengan senang hati melakukan nya. Paman Ello yang tadinya berjongkok, kini berdiri sambil memegang belakang punggung nya.

"Baiklah, syukurlah kau ada disini! Punggung paman juga sudah rapuh. Hahaha..!!" balas paman Ello memegang pundak kekar Zach. Pria muda itu juga ikut tertawa mendengar ucapan paman Ello.

"Terima kasih zach..! Paman masuk dulu!" paman Ello tersenyum dan pamit masuk kedalam toko. Melihat paman Ello sudah berada di dalam, Zach segera berjongkok dan memperbaiki tembok tersebut. Hingga dari samping sepasang kaki jenjang yang mengenakan sepatu kulit warna hitam tengah berdiri.

"Hai! Boleh aku membantu mu?" tanya seorang wanita ramah yang ternyata dia adalah Cassea.

Mendengar suara seseorang Zach menghentikan aktivitasnya dan beralih kepada suara tersebut. Lama dia memandang Cassea, seolah dia seperti lupa dengan nama wanita yang berdiri di hadapannya itu. Sementara Cassea yang melihat ekspresi Zach, mulai faham. "Cassea!!" ucap Cassea sendiri dengan senyum lebar.

"Ah.. iya! Kenapa kau kemari?" tanya Zach yang kembali memperbaiki tembok yang belum selesai.

"Tidak ada, aku hanya ingin memberitahumu! Lukisan yang kau bilang sedih, itu adalah lukisanku! Aku pemiliknya!!" jawab Cassea masih dengan senyum lebarnya.

"Benarkah?" masih sibuk memperbaiki. Cassea menganggukkan kepalanya.

"Kalau begitu aku minta maaf, jika itu menyinggung mu." lanjut Zach datar. Mendengar itu senyuman Cassea hilang.

"Tidak, tidak. Justru aku senang karena ada seseorang yang menilai lukisanku!" senyuman kembali lagi.

Zach masih tidak begitu memperdulikan keberadaan dan maksud Cassea. Sementara Cassea masih berusaha mengutarakan sesuatu kepada pria tersebut.

"Jadi, apa yang kau inginkan?" tanya Zach yang seolah tahu kalau Cassea sedang menginginkan sesuatu darinya.

"Jadikan aku muridmu!!" jawab Cassea tersenyum lebar sambil berkacak pinggang dengan penuh semangat dan berharap dia diterima. Zach yang tadinya sangat serius dengan aktivitasnya, kini berhenti setelah mendengar permintaan wanita yang baru saja dia kenal. Zach menoleh ke arah Cassea dan melihat ekspresi wajah yang tersenyum lebar, juga tangan yang menekuk di pinggang.

"Kenapa kau ingin menjadi muridku? Aku bukanlah seorang Guru, aku juga tidak membuka Les." Balas Zach heran dengan tingkah wanita di depannya saat ini.

"Aku tahu! Tapi aku ingin meluaskan pengetahuanku tentang seni lukis, dan juga menambah banyak teman!!" jawab Cassea. Zach kembali dengan kesibukannya lagi, dia masih ingin berpikir dengan tawaran Cassea, namun Cassea yang masih setia berdiri menunggu jawaban langsung darinya.

"Apa imbalan nya jika kau menjadi muridku?" Zach membuka pertanyaan yang bagi Cassea tidak sulit.

"Maka aku yang akan membayar makan siang mu setiap hari!!" jawab Cassea tanpa rasa malu, sepertinya pusar wanita itu sudah tidak ada.

Jawaban Cassea membuat Zach tertegun hingga tersenyum sampai memperlihatkan gigi putihnya. "Kau tersenyum? Apakah ucapanku lucu?" tanya Cassea. Zach yang masih tersenyum, menoleh ke arah Cassea lagi. Senyuman yang membuat kaum hawa terpesona termasuk Cassea. "Bagaimana? Jadilah guruku dan angkat aku menjadi muridmu!!" lanjut Cassea sambil mengangkat kedua alisnya berulang-ulang.

Senyuman yang tampan sudah hilang, Zach tidak menjawab sama sekali, dia malah melanjutkan pekerjaan yang belum siap dari tadi. Tidak hanya Zach saja, senyuman yang lebar juga hilang dari wajah Cassea, dia merasa pria yang ada dihadapannya telah menolak dirinya.

"Kenapa kau hanya diam saja? Bantu aku jika kau murid yang baik!!" ucap Zach tiba-tiba. Mendengar pinta dari pria itu, Cassea kembali tersenyum lebar juga kedua bola mata yang ikut melebar. "Baiklah guru!!" balas Cassea yang segera membantu Zach.

Hampir satu jam mereka memperbaiki tembok paman Ello, hingga kini akhirnya berakhir juga. Sebelum pergi Zach dan Cassea pamit ke paman Ello, setelah berpamitan, mereka yang memilih berjalan di sebuah taman sambil berbincang mengenai seni lukis. Sementara mobil Zach di parkir di tempat paman Ello.

Kedua pasang kaki itu menelusuri jalanan. "Apa yang kau tahu tentang seni lukis?" tanya Zach kepada murid cerianya itu.

"Seni lukis merupakan pengembangan dari kegiatan menggambar!" jawab Cassea dengan percaya diri.

"Tidak hanya itu, seni lukis juga di dapat dari obyek dan perasaan seseorang." Sambung Zach. Kini Cassea mengerti.

"Jika perasaanmu bahagia, maka lukisanmu akan terlihat bagus dan penuh kesenangan. Juga akan lebih hidup! Tapi jika itu sebaliknya, maka lukisan itu akan sama seperti milikmu." Jelas Zach. Cassea terdiam, mereka masih sibuk dengan perbincangan dan perjalanan yang entah kemana tujuannya.

Karena itu pelajaran pertama bagi Cassea, dia hanya sebentar saja meluangkan waktu belajarnya bersama Zach. "Bagaimana guru bisa tahu soal seni lukis?" tanya Cassea.

"Itu hobi ku, juga ada sesuatu yang lain." Jawab Zach memilih tidak menceritakan sesuatu yang lain itu kepada Cassea. Mereka kembali diam sembari berjalan kembali ke toko paman Ello. Saat sampai ke toko tersebut, Zach memberi tumpangan pulang untuk Cassea.

Di dalam mobil, sepanjang perjalanan Cassea terus saja cerewet, dia memang wanita yang ceria, mungkin untuk menutupi kesedihannya. Bahkan Zach pun tidak bisa melihatnya, dia hanya bisa melihat seorang Cassea yang sangat ceria dan tidak punya rasa malu. Di dalam diri Cassea hanya ada kebahagiaan saja, itu yang ada di dalam pikiran Zach.

Saat hampir mendekati rumah Cassea, dia menyuruh berhenti sedikit jauh dari keberadaan rumahnya yang masih setia ditunggu oleh penjaga ayahnya.

"Apa ini rumahmu?" tanya Zach yang menunjuk rumah orang lain.

"Bukan, sebenarnya rumahku ada di depan sana!" jawab Cassea menunjuk rumahnya yang sebenarnya.

"Kalau begitu, aku akan mengantarmu sampai di depan rumahmu." Tawar Zach. Lebih baik turun lebih jauh dari rumahnya, dari pada ada pertengkaran lagi dengan ayahnya.

"Tidak perlu, terima kasih sudah mengantarku guru!!" ucap Cassea tersenyum dari luar jendela mobil.

"Jangan panggil aku Guru, panggil saja namaku!" balas Zach yang menolak dipanggil guru. Cassea hanya tersenyum mengerti, tidak banyak bicara lagi, dia berjalan ke arah rumahnya yang tinggal beberapa langkah saja sampai di sana.

Cassea yang berjalan melewati penjaga-penjaga yang ada di gerbang rumahnya, di depan pintu ayahnya juga sudah menyambutnya dengan wajah tegas dan menyeramkan. Zach yang penasaran mencoba melewati rumah Cassea. Dia melihat muridnya hanya tertunduk saat berhadapan dengan ayahnya, setelah itu dia melihat Cassea seperti bertengkar lagi dengan ayahnya dan berjalan masuk ke dalam rumah. Zach yang melihatnya merasa aneh, anehnya dia tidak bisa melihat wajah ayah Cassea, hanya belakangnya saja yang terlihat.

"Wanita ceria, sekaligus pemarah." Gumam Zach lalu melajukan mobilnya kembali.

Merci [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang