62 ; MERCI

16 15 0
                                    

Hari terus berganti tanpa henti. Bahkan tanggal dan hari sudah berganti. Zach masih duduk di samping Cassea, memandang terus ke wajah yang begitu pucat tanpa keceriaan.

"Ma.. Ma..! Ayah.." Lirih Cassea yang mulai sadar dari komanya. Mendengar suara Cassea, Zach bersemangat memegang tangan wanitanya dan tersenyum lebar.

"Cassea, buka matamu Cassea!" panggil Zach. Perlahan Cassea membuka matanya, orang pertama yang dia lihat adalah Zach. Ingin rasanya dia tersenyum, tapi semua tubuhnya begitu lemas.

Bahkan dalam keadaan seperti itu, ayahnya tidak menemuinya sama sekali, dan itu sangat membuat Cassea sedih serta kecewa. Zach terus-terusan mencium tangan Cassea, menangis bahagia.

"Aku suka melihatmu menangisi ku!" ucap Cassea dengan suara lemas nya. Zach tersenyum tipis, setelah beberapa hari tidak mendengar suara Cassea.

"Apa ibu tahu?" tanya Cassea sedikit lemah.

"Tidak, aku takut jika dia tahu keadaanmu seperti ini!" balas Zach. Cassea mengerti, ia juga tidak ingin ibunya sampai khawatir. Cassea sedikit menunduk dengan wajah polos tanpa ekspresi.

"Apa ayahku-" Belum selesai bicara. Cassea melirik menatap Zach, dan seketika pria itu menggeleng, seolah tahu apa yang akan dikatakan Cassea soal ayahnya. Sementara Cassea yang mendapat jawaban dari Zach. Wanita itu hanya tersenyum kecewa dengan kepala masih tertunduk.

Zach yang melihat ekspresi Cassea, seketika tangan kanannya menyentuh pipi Cassea hingga wanita didepannya itu mulai mendongak dan menatap lurus kearah wajahnya.

"Tidak usah sedih! Ayahmu juga khawatir denganmu, mungkin dia malu untuk mengatakannya!" jelas Zach mencoba mencairkan suasana sedih Cassea. Mendengar hal itu dari Zach, benar! Cassea sedikit lega akan hal itu, mungkin saja perkataan Zach benar akan ayahnya. Tak lama, senyuman lebar dan manis milik Cassea, mulai kembali terpancar.

Seperti biasa, Zach masih saja mengurus semua kebutuhan Cassea. Mukai dari menyuapinya, menggantikan pakaian Cassea meski sedikit malu melakukannya, tapi Zach bisa mengendalikan dirinya.

Cinta yang begitu besar dan pengorbanan yang tanpa henti, kepercayaan yang begitu dalam. Keduanya sangat pandai melakukan semua itu, sehingga keyakinan akan perjuangan cinta mereka, yakin akan menang.

***

Tepat hari Jum'at, waktu bagi Cassea untuk pulang ke rumahnya. Zach sangat menyesal karena dia tidak bisa mengantar Cassea pulang, karena misi yang tiba-tiba datang padanya.

Di ruangan, Cassea terdiam di atas kursi roda. Memang Cassea bisa berjalan, tapi untuk satu hari ini dia harus duduk. Wanita itu melihat bahwa bukannya seorang ayah yang mengantarnya pulang, Cassea hanya melihat para penjaga yang membawanya pulang.

Rasa kecewa yang begitu besar dialami Cassea. Ia hanya bisa diam hingga sampai di rumah, Cassea memilih berjalan sendiri sampai didepan pintu rumah tanpa bantuan. Hampir saja tubuhnya terjatuh, namun berkat Khey, Cassea tidak jatuh. Kedua wanita itu saling menatap.

Khey membantu Cassea berjalan menaiki anak tangga, apa yang sebenarnya diinginkan Khey tidak ada yang tahu.

"Aku akui kau lebih berani daripada aku." Ucap Khey menyeringai, lalu meninggalkan Cassea sendiri tepat di depan pintu kamarnya. Cassea masih tidak mengerti dengan ucapan Khey yang tidak jelas menurutnya.

Saat berada di kamar, hanya mengingatkan Cassea akan perilaku ayahnya yang begitu tega. Ingin menangis, tapi Cassea menahannya. Bekas tembakan yang masih sedikit terasa di perutnya, wanita itu menahannya dengan tangannya sendiri.

"Ayah..." Lirih Cassea. Sudah berapa tangisan yang harus dikeluarkan olehnya. Apa takdir akan menulisnya seperti itu saja. Dengan bersedih tanpa bahagia.

Merci [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang