69 ; Akhir cerita

28 16 6
                                    

Tidak ada yang bisa melawan kehendak Tuhan. Sebesar apapun perjuangan kita, bahkan takdir pun yang menyatukan akan kalah dengan Kuasanya.

                             🖤🖤🖤

Emma duduk di sebelah Khey, menatap dengan wajah penuh amarah dan keheranan. Sehingga Khey mulai membuka alasan dan kejujurannya pada sang ibu.

“Ibu! Aku kasihan melihat Cassea, dia saat ini hamil, tapi dia malah mendapatkan semua ini.” Ucap Khey menatap ibunya dengan sedihnya.

“Ada apa denganmu? Apa kau lupa dengan kematian ayahmu?” sentak Emma kesal seraya mencengkeram kedua lengan Khey.

Khey menepis kedua tangan Emma.
“Aku selalu mengingatnya Ibu. Tapi ayah Lowray sudah memberiku kasih sayang layaknya ayahku sendiri, meski itu tanpa disengaja! Bahkan dia lebih percaya dan sayang padaku dari pada putri kandungnya sendiri.” Jelas Khey yang berusaha menyadarkan Emma. Khey memegang tangan ibunya dengan penuh keyakinan.

“Ibu! Aku tahu bagaimana rasanya dipisahkan dari orang yang kita cintai, apalagi dengan paksaan, Ibu. Itu sangat menyakitkan.” Khey mengatakannya dengan air mata yang menetes. Tapi Emma menepis tangan putrinya, dan berdiri dengan tolakan karena dendam yang masih ada di hatinya.

“Ibu tidak peduli. Sebelum kehidupan Lowray hancur, Ibu tidak akan berhenti.” Balas Emma. Saat ini Khey tidak bisa membujuk ibunya, dia hanya bisa berdoa yang terbaik untuk semuanya, agar masalah dendam ini cepat selesai.

Setelah kepergiaan Marton, Khey sangat merasa terpukul. Sakit sekali rasanya, meski hatinya angkuh, namun wanita itu masih bisa merasakan apa itu kesedihan yang sebenarnya.

Sudah lima hari, Cassea masih saja berdiam diri di kamar, tanpa makan dan minum. Tubuh dan wajahnya kini terlihat seperti tengkorak yang pucat. Dalam keadaan yang sedang hamil, sangat buruk dengan pikiran yang stress, apalagi berpuasa dan sedih terus-menerus. Gizi buruk seorang ibu hamil.

Seketika, Cassea yang duduk di kursi dengan kepala tertunduk, matanya melihat sepasang kaki baru saja berdiri di depannya. Dengan segera Cassea mendongak melihat orang tersebut, ternyata adalah Khey yang membawa piring berisi buah-buahan dan secangkir susu.

“Makanlah! Setidaknya pikirkan anakmu yang ada di dalam.” Ujar Khey memberi perhatian. Cassea sedikit terkejut mendapat perhatian dari saudari tirinya, namun dia masih menolaknya, tanpa menatap mata Khey.

“Maafkan aku. Aku tidak tahu tindakkan ku pantas untuk dimaafkan atau tidak? Tapi aku mohon makanlah sedikit saja, bukankah anak itu juga sama seperti Zach?” lanjut Khey. Seketika Cassea tersadar dengan hal itu, tangan yang terlihat kurus, perlahan mengusap lembut perutnya dengan wajah sedihnya. Dia merasa bersalah, karena egonya, sehingga anak yang tidak bersalah pun ikut merasakannya.

“Aku akan mengantarmu ke klinik!” ajak Khey tersenyum tipis.

“Tidak perlu.” Tolak Cassea dengan suara lirih.

“Sekalian aku ingin bicara sesuatu denganmu. Aku tidak bisa mengatakan nya disini! Aku mohon.” Paksa Khey. Karena paksaan dan penasaran dengan apa yang ingin dibicarakan Khey, Cassea setuju, memilih untuk ikut dengan nya.

Sebelum pergi, Cassea memilih makan buah-buahan dan meminum susu yang tadi dibawakan oleh Khey.

Kedua wanita yang kini terlihat akur itu, berangkat dengan mobil milik Khey, menuju klinik tanpa sepengetahuan orang rumah. Berjam-jam mereka menempuh jalan ke klinik, hingga periksa kandungan Cassea. Dengan sangat sabar, Khey menemani kakaknya bahkan merawatnya dengan penuh perhatian. Wanita itu benar-benar sudah berubah seutuhnya.

Di sebuah cafe yang ada di pinggir jalan. Cassea dan Khey duduk disana saling berhadapan.

“Apa yang ingin kau katakan?” tanya Cassea langsung To the poin.

Merci [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang