44 ; MERCI

18 17 1
                                    

Kini Cassea, Zach, dan Curtis berhenti di taman belakang rumah dengan diam-diam. Seketika Cassea meraih tangan Zach dan melihat sebuah bekas gigitan ditangannya yang sudah Cassea buat tadi.

"Maaf, Pasti kau menahan sakit 'kan?" ucap Cassea yang mengelus lembut tangan Zach dan menciumnya dengan penuh kasih sayang. Saat dia mencium tangan Zach, mata Cassea melirik dengan senyuman melihat ke arah Curtis. Wanita itu sengaja memperlihatkan keromantisan yang diberikan oleh Cassea untuk Zach.

"Kau menerima undangan ku! Apa kau sudah mulai mencintaiku?" ucap Cassea terus terang tanpa berpikir bahwa Curtis mendengar ucapannya tadi.

Curtis menahan senyum dan tawanya, sedangkan Zach menahan malunya karena ada salah satu temannya yang suka usil padanya.

"Kita bicarakan nanti saja." Jawab Zach. Cassea melirik ke arah Curtis yang tengah menahan tawanya. Hingga pria itu sadar akan tatapan keduanya.

"Iya, iya. Aku tahu, aku disini hanya menjadi obat nyamuk! Aku akan menunggu di mobil saja." Kata Curtis berjalan pergi.

Saat kepergian Curtis. Cassea mengajak Zach masuk kedalam rumahnya dan menuju kamarnya. Dengan diam-diam dan perlahan, mereka melewati para penjaga yang begitu banyak dan setia dengan perintah ayahnya itu.

Penuh perjuangan melewati para penjaga itu, hampir saja Ibu Tiri Cassea melihatnya tengah berlari bersama seseorang.

Pintu terbuka, Cassea dan Zach masuk kedalam. Ruangan yang sangat gelap sekali, itu sudah menjadi kebiasaan Cassea, dia menyamakan suasana hatinya dengan kamarnya yang kosong dan gelap. Tapi dengan datangnya Zach, Cassea menyalakan lampu kamarnya sehingga isi yang ada di dalamnya terlihat jelas oleh ke empat mata tersebut.

Zach melihat banyak sekali lukisan yang sudah dibuat Cassea, meski ruangan tersebut terlihat berantakan, namun Zach bisa memakluminya.

Sampai sebuah foto seorang wanita, foto itu berdiri tegak di atas meja dekat jendela besar terbuka biasanya. Zach meraih foto tersebut dan menatapnya dengan sangat lama.

"Itu foto ibuku. Jika aku merasa rindu dengannya, aku selalu menangis, memeluk fotonya." Ucap Cassea.

Zach meletakkan kembali dan beralih ke foto keluarga Cassea dulu. Foto yang begitu terlihat kebahagiaan yang kini sudah hilang.

"Kau tahu'kan? Sejak perpisahan ibu dan ayah. Ayahku melarang ku untuk bertemu dengan ibuku." Lanjut Cassea.

"Kau tidak pernah bertemu ibumu, walaupun cuma sekali?" tanya Zach.

Cassea menggeleng memperlihatkan bahwa jawabannya adalah TIDAK PERNAH. Ruangan itu menjadi hening, mengingat akan ibunya membuat Cassea harus menahan tangisnya saat ini. Tatapan Cassea berpindah ke arah Zach, Cassea berpikir bahwa sahabatnya mungkin tahu soal ibunya, namun pertanyaan itu masih bergulat di pikirannya sendiri, bahwa itu tidak mungkin.

"Dan kau tahu. Pertama kali pindah ke Paris, ayah selalu melupakan hari ulang tahunku. Dia selalu beralasan sibuk, sibuk, dan sibuk!" Jelas Cassea.

"Tanggal 29 Maret mengingatkannya akan penghianatan ibuku! Lucu bukan? Hanya karena itu ayahku tidak menyukai hari ulang tahunku! Hari kelahiran ku!" lanjutnya seraya tersenyum remang. Melihat senyuman Cassea, Zach juga bisa melihat kesedihan lewat matanya.

Sampai suara ketukan pintu membuat mereka berdua sama-sama menoleh k arah tersebut.

"Nona! Tuan menyuruhmu untuk turun sekarang." Panggil pembantu rumahnya.

"Iya, pergilah dulu." Balas Cassea bersuara keras.

Karena mendapat panggilan dari sang ayah. Akhirnya mereka segera turun dan berjalan berpisah di arah yang berlawanan. Zach yang memilih berdiri di dekat pintu sambil melihat ke arah Cassea yang saat ini sudah berdiri didepan bersama ayah, ibu dan adiknya sebagai pusat perhatian banyak orang disana, dengan senyuman yang biasa saja.

Merci [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang