Kirana berlari pelan saat melihat pintu lift akan tertutup. Dengan gesit masuk. Berterima kasih pada orang yang menekan tombol agar pintu lift tidak tertutup.
Di dalam lift, ada tiga orang termasuk dirinya. Salah satu orang tersebut adalah Akram yang berdiri di sudut kiri. Pria itu bersandar seraya memejamkan mata.
Kirana hanya melirik sekilas, pun tidak berkeinginan menyapa karena tau respon Akram akan dingin.
Tiba di lantai tujuannya, Kirana tidak melihat pergerakan dari Akram.
Memejamkan matanya sejenak, ia menatap Akram seraya menyentuh pelan lengan pria itu yang membuat pria itu agak tersentak. Mata sayunya makin terlihat sayu balas menatapnya. Sepertinya Akram benar-benar lelah.
"Udah sampai," ujar Kirana singkat. Melangkah keluar lebih dulu.
Akram pun ikut keluar. Mengamati Kirana yang berjalan jauh di depannya. Wanita itu masuk ke unitnya tanpa menoleh lagi padanya.
Mempercepat langkahnya, ia pun masuk ke unitnya juga. Lebih memilih tidur walau belum mandi dan mengganti pakaiannya.
Sementara itu Kirana di unitnya tengah meneguk air dingin. Masih mengatur emosinya yang belum stabil.
Mulai dari Ayah dan Tante Rita yang memblokir kartunya. Lalu mereka menyuruhnya untuk tinggal kembali di rumah. Kemudian menyuruhnya untuk berhenti menjadi guru TK. Lalu rencana perjodohan.
Bukan hanya itu yang membuatnya emosi. Kejadian kekerasan fisik yang dialami si kembar. Kirana sangat anti dengan hal tersebut karena ia pernah merasakannya. Meski kekerasan fisik yang dialami si kembar tidaklah berat, tapi tetap saja. Kalau sudah main tangan, lama kelamaan akan lebih dari sekedar cubitan.
Lalu Papi si kembar yang malah enggan dinasehati karena ia hanyalah orang asing. Memang ia hanya orang asing, bukan urusannya. Tapi ia sebagai manusia yang memiliki hati nurani peduli pada si kembar. Walaupun tidak mengenal si kembar, ia akan tetap peduli pada dua bocah itu.
Teringat akan sosok wanita tadi yang sok memarahinya. Yang sok perhatian pada si kembar. Membuatnya rasanya ingin menghantam gelas ke kepala wanita itu. Mengingat cerita Aurora yang menangis tersedu-sedu.
Kirana menghela nafas pelan. Baru kali ini ia mengalami emosi yang tidak dapat ia kendalikan.
Mengatur nafasnya, ia mulai merasa tenang setelah meneguk air.
Mudah-mudahan saja si kembar tidak apa-apa.
Punggung Kirana yang tadi membungkuk, menegak. Matanya membulat. Tiba-tiba teringat sosok Satrio yang membayar boneka bayi yang ia beli kemarin. Lalu sosok Papi si kembar.
Mereka adalah orang yang sama, kan?
Kirana meremas kepalanya. Mendadak merasa pusing.
Kenapa bisa ia tidak mengenal sosok Satrio?
Duh, aku kan punya utang sama dia, keluhnya dalam hati. Menggigit bibir bawahnya cemas.
Merasa tidak profesional sebagai guru karena menunjukkan emosinya pada orang tua muridnya. Juga meringis malu karena memiliki hutang pada Papi si kembar. Lalu seakan-akan tidak ingin membayar jadi ia sok-sok tidak mengenal pria itu.
Padahal Kirana benar-benar lupa akan sosok Satrio. Mungkin karena emosi menguasainya.
Bunyi 'ding' menandakan sebuah chat masuk di ponselnya. Segera ia meraih ponselnya.
Matanya membulat melihat notifikasi yang masuk.
Mas Rio: Maaf. Tadi saya emosi makanya gak mengenal kamu, Kirana
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Makes Happy
General Fiction》Love Makes Series 5《 • • • Sosok Kirana yang merupakan guru TK. Sangat menyukai anak kecil sehingga membuatnya memilih pekerjaan menjadi guru TK. Tidak pernah mengalami pengalaman cinta, tapi orang-orang di sekitarnya membuatnya mengerti jika cinta...