62. Minta Maaf

6.2K 820 35
                                    

Amarah Tante Rita naik ke ubun-ubun mendapat perkataan pedas dari Harsa. Sangat marah sehingga urat dipelipisnya menonjol. Emosi sangat terlihat di pancaran matanya.

Tidak lupa juga ia melirik tajam Kirana dan Rali. Dirinya tersudutkan. Merasa sakit hati dengan perkataan Harsa yang menyinggung dirinya tidak bisa memiliki anak.

"Kamu..."

Sebelum Tante Rita bicara, segera Harsa menyela. "Saya bukan lagi Harsa, bocah yang selalu Tante hardik seperti dulu. Dan Kirana pun begitu, bukan Kirana kecil yang harus patuh dengan Tante! Seharusnya Tante gak sok kuasa mengatur ataupun melarang kami bertemu Ayah! Tante gak punya hak!" Segera Harsa masuk ke ruangan Ayah, diikuti Rali dan Kirana. Meninggalkan Tante Rita di luar menatap tajam pintu ruangan tersebut.

Masuk ke dalam dan melihat Ayah yang terbaring, tapi kedua mata Ayah terbuka. Seperti biasa tatapannya dingin, sama halnya dengan Harsa.

Kirana menguatkan dirinya agar tidak menangis. Tersenyum lembut pada Ayah seraya mendekat, meraih punggung tangan Ayah untuk dicium.

Rali mengendik ke arah Harsa. Memberi isyarat pada suaminya itu agar mencium punggung tangan Ayah.

Menghela nafas pelan. Dalam kurun waktu sepuluh tahun lebih, baru kali ini Harsa mencium punggung tangan Ayah lagi. Lalu setelahnya Rali.

Dengan senyum manis Rali memperkenalkan diri. "Saya Rali, Yah. Istrinya Mas Harsa."

Kedua mata Ayah menelisik Rali. Lalu mengangguk pelan.

"Keadaan Ayah gimana? Maaf aku baru ke sini karena baru tau." Suara Kirana bergetar karena menahan tangis, ia menggenggam erat tangan kanan Ayah. Menatap Ayah dengan pandangan bersalah.

"Dah... men-dingan." Ayah kesusahan bicara dan terbata-bata. Mulutnya pun agak miring membuat Kirana semakin merasa sedih. Lalu Ayah kembali menatap Harsa yang hanya diam berdiri. Lalu pada Rali. "Dah... pun-na anak?"

Rali dan Harsa bertatapan. Berusaha mencerna perkataan Ayah yang tidak begitu jelas. "Kenapa Yah?" tanya Rali.

"A-anak?"

Rali mengangguk pelan. Kembali tersenyum. "Belum Yah. Tapi, kami usaha kok. Nanti kalau punya. Saya bakal ngasih tau kok atau Mas Harsa. Ya kan, Mas?"

Telinga Harsa agak geli mendengar panggilan 'Mas' dari Rali. Ia hanya mendengus geli menghadapi istrinya.

Di ruangan tersebut hanya ada suara Rali. Yang memperkenalkan dirinya, walau tanpa diminta oleh Ayah mertua. Mulai dari orang tuanya hingga pekerjaan.

Tante Rita masuk menginterupsi mereka. Mengambil tas lalu pamit pada Ayah. Mengatakan akan pulang sebentar ke rumah. Hanya menatap Ayah lalu keluar dari sana.

Rali melempar tatapan sinis pada wanita itu. Melihat tingkahnya membuatnya muak saja. Tidak menyangka Ayah Harsa menikah dengan Mak Lampir tersebut. Meneliti Ayah Harsa, ia duga jika Ayah mertuanya tersebut sebelas duabelas dengan Harsa. Harusnya mendapatkan seorang istri yaa kurang lebih sama sepertinya. Cerewet, tapi tidak seperti Tante Rita yang penuh kesinisan. Hanya biar mengimbangi sifat pendiam Ayah.

Kirana menyuap Ayah, menyeka mulut Ayah yang belepotan. Sesekali melempar senyuman pada Ayah yang menatapnya. Sudah mengirim pesan pada Tante Rita jika biar dirinya saja yang menemani Ayah. Pun Harsa dan Rali juga akan menginap. Meski tidak mendapat balasan dari Tante Rita, tapi Kirana tau jika wanita itu telah membacanya.

"Ayah udah gak mau?" Ayah menggeleng pelan. Kirana pun berhenti menyuap Ayah. Mengelap di sekitar mulut Ayah. Memberikan air minum untuk Ayah menggunakan sedotan.

"Ki, ada yang datang." Belum sempat Kirana bertanya pada Rali, sosok Iyo sudah masuk. Tersenyum manis padanya. Pria itu membawa sebuah bingkisan.

"Em... aku sama Mas Harsa mau keluar makan. Aku beliin ya, Ki?" ujar Rali seraya meraih tasnya. Lalu menatap Iyo. "Iyo juga mau, gak?"

Love Makes HappyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang