56. Marah?

6.2K 778 26
                                    

Pagi hari, semuanya berkumpul untuk sarapan bersama. Menikmati fruit sandwich buatan Rali. Berisi potongan stroberi dan kiwi juga whipping cream yang sudah dicampur gula halus sebagai penambah rasa manis untuk roti isi tersebut. Yang dinikmati para anak kecil.

Juga Rali membuat sandwich isi daging. Yang dinikmati para orang dewasa. Kecuali Rali yang menikmati fruit sandwich, sesekali merayu Harsa untuk mencobanya.

Di sisi kanan meja ada Rainer yang dengan manja minta disuapi Belle dengan alasan karena ia memangku Radeva dan anaknya itu enggan duduk di kursi. Sedang menikmati fruit sandwich, enggan disuap sehingga tangan dan mulutnya kini belepotan terkan whipping cream.

"Suapin Mi. Aa!" Rainer membuka lebar mulutnya. Segera Belle menyuap suaminya tersebut. Daripada merengek terus menerus. Merasa heran dengan Rainer yang lebih manja dibanding Radeva.

"Babe, kamu mau di suapin juga?" Rali pun menggoda Harsa. Suaminya itu sangat anti menunjukkan kemesraan di depan umum, makanya ia senang menggoda Harsa seperti ini.

Rali tertawa melihat telinga Harsa yang memerah, pun tatapan tajam suaminya itu agar ia berhenti menawarkan suapan. "Babe!" rengek Rali manja seraya mengacungkan sandwich di depan mulut Harsa. Mau tidak mau Harsa pun membuka mulutnya.

Melihat kemesraan dua pasangan tersebut membuat ekspresi Arka menjadi suram dan Rali menyadarinya. "Hei jomblo! Jangan iri!" ejek Rali membuat Arka mendengus pelan. Apalagi saat orang-orang menertawainya.

"Bel, suapin Om dong?!" Arka yang duduk di sebelah Belva meminta gadis kecil itu menyuapnya. Biar tidak kelihatan ngenes.

"Heh! Jangan macam-macam kamu! Anak saya masih kecil, kamu sudah tua!" Rainer mengacungkan pisau. Kalau saja jaraknya dengan Arka tidak dipisah oleh meja. Sudah bisa dipastikan pisau tersebut tertusuk di tenggorokan Arka.

"Bercanda Pak Bos!" Segera Arka menggeser kursinya menjauh dari Belva. Bergidik ngeri melihat tatapan tajam bosnya.

Segera Belle mengambil pisau tersebut. Menegur Rainer karena ada Radeva. Bagaimana kalau pisau tersebut mengenai Radeva?

"Kayaknya Pak Bos gak nyadar deh," gumam Arka sedikit kesal karena dibilang tua. Padahal usianya baru tiga puluh tahun. Tidak seperti Rainer yang sudah kepala empat. Harusnya Rainer sudah memiliki cucu bukan malah membuat anak terus menerus. Gerutu Arka dalam pikirannya.

"Gak nyadar apa?!" tanya Rainer tajam. Arka hanya menyengir.

"Om gak nyadar kalau Om juga tua banget kalau dibandingin El," sahut Rali mencibir membuat Rainer mendengus kesal, apalagi saat Belle terkikik.

Di ujung kanan meja tersebut diiringi candaan, beda dengan di ujung kiri. Kirana sedari tadi tidak bicara. Hanya diam menikmati sarapannya.

Iyo pun terdiam. Sama sekali tidak menggoda Kirana seperti hari-hari yang lalu karena sejak pagi, wanita itu diam dan selalu menghindar.

Iyo sama sekali tidak mengerti kenapa Kirana bersikap seperti ini. Apa marah padanya? Tapi kenapa? Semalam, Iyo tidak melakukan kesalahan apapun, juga kemarin hubungan mereka baik-baik saja. Ia masih menggoda Kirana, juga Kirana yang bicara santai padanya. Lalu mereka makan malam romantis yang membuat senyum wanita itu merekah.

Namun, sikap Kirana berubah setelah mereka kembali ke villa. Kirana enggan tidur bersamanya. Lebih memilih tidur bersama si kembar. Enggan bicara padanya juga.

Iyo pikir, Kirana mungkin kelelahan jadi tidak mengacuhkannya semalam. Namun, sampai saat ini wanita itu pun masih mendiamkannya.

"Ki, beneran kamu mau pulang nanti malam?" Iyo langsung menatap Kirana sesaat setelah pertanyaan dari Rali itu meluncur.

Love Makes HappyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang