18. Kecewa

6.5K 837 17
                                    

Kirana berusaha menenangkan Orion yang masih menangis. Begitu cemas pada adiknya. Baru kali ini Kirana melihat Orion menangis.

Orion menyalahkan dirinya karena meninggalkan Aurora.

Mungkin melihatnya menyeberang dengan berani membuat adiknya itu ingin menyusulnya. Meski ia telah memberitahu adiknya untuk menunggunya.

"Rion tenang ya, Sayang. Rora bakal baik-baik aja,"ujar Kirana dengan suara gemetar. Juga cemas akan kondisi Aurora. Tubuhnya masih saja bergetar. Rasa trauma akan melihat darah membuatnya masih tidak bisa mengendalikan dirinya.

Meski ia juga butuh ketenangan, tapi ia berusaha menenangkan Orion.

Tatapan Kirana tertuju pada sosok yang berlari tergesa-gesa ke arah mereka. Wajah manisnya menampilkan kekhawatiran.

"Ro-Rora gimana?" Iyo meneguk ludahnya kasar. Suaranya tercekat. Tatapannya tertuju pada kemeja Kirana yang penuh noda darah, pun pada anak laki-lakinya. Mendapat pesan dari Kirana jika Aurora masuk rumah sakit membuatnya segera melesat ke sini.

"Masih di tangani dokter." Suara Kirana bergetar. Kedua matanya memerah berkaca-kaca. Rasa khawatir kini ia rasakan.

"Papi jahat! Papi kenapa gak jemput kami!!" Orion berteriak memukul paha Papinya yang masih berdiri kaku. Memberikan pukulan bertubi-tubi pada Papinya. Menyalahkan Papi atas kejadian ini.

Meski mereka telah sampai di rumah. Anak itu melampiaskan amarahnya. Mengingat saat Aurora ingin menangis karena tak ada Papi yang menjemput mereka. Juga, Orion merasa bersalah. Karena dirinya yang tak menjaga adiknya.

Iyo hanya diam. Menghembuskan nafas kasar. Merutuki dirinya yang lupa menjemput kembar. Tatapannya tertuju pada Kirana. Wanita itu menatapnya dengan pandangan kecewa.

"Hei Rion, tenang ya?" Kirana menarik Orion. Kembali duduk di sebelahnya, kembali menenangkan bocah itu.

Setelah Orion tenang, Kirana mendongak menatap Iyo yang tatapannya tertuju pada ruang IGD.

"Seharusnya Pak Satrio gak bilang ingin jemput mereka kalau ujung-ujungnya Bapak lupa." Tatapan Iyo kembali pada Kirana. "Walaupun mereka hanya anak kecil, tapi mereka tetap akan merasa kecewa. Dan harusnya Pak Satrio memberitahu para pekerja yang ada di rumah untuk mengawasi mereka!"

"Maksud kamu apa?" tanya Iyo bingung.

"Saya yang mengantar mereka pulang, tapi entah kenapa mereka bisa keluar sampai Rora ditabrak."

Iyo terdiam. Ia pikir kejadian yang menimpa Aurora saat di sekolah. Saking paniknya ia pun lupa jika rumah sakit tempat ia berada saat ini berada di kawasan yang sama dengan tempat tinggalnya.

Lalu Kirana membuang pandangan, kembali menatap Orion yang memeluknya. Mengusap kepala Orion dengan lembut. Bergumam menenangkan. Mengatakan jika Aurora akan baik-baik saja.

"Mas Iyo!" Irena merengek pada Iyo yang baru tiba. Tadinya Irena ke rumah Iyo dengan maksud ingin mengganggu si kembar, tapi dua bocil itu tak ada. Jadinya ia ke kantor Iyo dan diberitahu oleh sekretaris Iyo jika pria itu ke rumah sakit karena Aurora ditabrak mobil.
Lalu tatapannya tertuju pada sosok Kirana. Menatap tajam wanita itu. "Heh! Lo jadi guru gak becus banget sih! Kalau lo gak lalai awasin murid, Rora gak bakal ditabrak mobil!"

"Saya..."

"Gak usah banyak alasan lo!" sela Irena tidak akan membiarkan wanita itu membela diri. Lalu menarik Orion agar tidak dipeluk lagi oleh wanita itu. Irena harus menunjukkan pada Iyo, jika ia layak menjadi ibu bagi si kembar.

"Astaga Rion! Baju mu kotor. Tan..."

"Gak mau!!" bentak Orion seraya melepaskan tangannya dari Irena membuat wanita itu diam seketika. Matanya menatap tajam Tante jahat itu. Kalau saja Tante itu tak ada di rumah, sudah pasti mereka tak akan kabur. Dan Aurora tak akan ditabrak.

Love Makes HappyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang