6

118 31 0
                                        

"Ah, bagaimana kau menyimpulkan kalau ini karena alasan pesugihan?"

"Aku kan hanya menduga, siapa tahu benar."

Dua orang warga bersilang pendapat ketika Raden Bakti sedang mengamati bagian demi bagian makam.

"Kita belum tahu apa alasannya makam ini dibongkar. Nampaknya, tidak ada yang hilang." Raden Bakti mencoba menetralkan opini.

"Iya, tidak ada yang hilang. Nisannya masih ada. Walau sudah tergeletak."

"Ki Lurah, apakah sebaiknya kita periksa ke dalam?"

"Maksudmu?"

"Kita harus tahu, apakah ada yang hilang dari jasad almarhum?"

Bila dilihat dari atas, tidak nampak jasad atau kerangka jenazah yang dimaksud. Kuburan itu kembali tertutup oleh tanah basah yang hampir menjadi lumpur.

"Karena terkikis air hujan, tanah dari atas kembali turun ke dalam lubang ... dan menutupi apa yang ada di bawah sana."

Warga yang menyaksikan saling pandang satu sama lain. Mereka mulai bicara dengan berbisik. Suaranya terdengar seperti lebah yang mendengung di dekat daun telinga.

"Wshshshwshsh."

Raden Bakti tidak terlalu mempedulikan apa yang dikatakan warganya. Hatinya berkecamuk, antara ingin marah tetapi tidak tahu harus marah pada siapa.

Pria itu melangkah perlahan kemudian turun ke dalam lubang yang menganga. Dia hati-hati melangkah dan tidak bermaksud mengusik ketenangan jenazah ayahnya. Pria itu sangat menghormati ayahnya, baik ketika masih hidup ataupun ketika sudah meninggal.

Panca menyaksikan dengan seksama bagaimana Lurah Bakti berhati-hati menuruni pemakaman yang sudah tergali.

"Apakah Ayah membutuhkan cangkul?" Panca menawarkan diri untuk membantu.

"Tidak usah. Sepertinya jenazah sudah bisa diraba."

Lurah Bakti mengais-ngais tanah basah yang menutupi liang lahat. Wajahnya terlihat menegang, butiran keringat keluar dari sela-sela rambutnya.

"Ada apa, Ayah?" Panca keheranan ketika tiba-tiba ayahnya terdiam.

Lurah Bakti nampak berpikir, kemudian mengais-ngais tanah di hadapannya dengan lebih cepat.

"Bagaimana, tidak terjadi apa-apa kan?"

Lurah Bakti menoleh kepada Panca yang berdiri di tepi kuburan. Pria itu menggelengkan kepala.

"... Kepalanya ...."

"Kenapa dengan kepalanya?"

"Hilang."

Panca dan Pembongkar MakamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang