Panca berdiri terpaku ketika menyaksikan orang-orang di hadapannya berdebat. Dia belum sepenuhnya mengerti apa yang dibicarakan Opsir Pieter, Sang Ketua dan para tamu di rumah mewah itu. Seperti biasanya, sebagai orang yang belum sepenuhnya dewasa dia tidak berhak untuk banyak bicara.
Panca melirik A Ling yang berdiri di dekatnya. A Ling pun menggelengkan kepala sama-sama tidak mengerti.
"Panca, ada lagi berita yang kau bawa?"
Sang Ketua kembali meminta keterangan dari Panca. Waktu untuk bicara yang diharapkan datang juga.
"Tuan dan Nyonya sekalian, sebenarnya ada lagi kejadian sama yang menimpa desa lain."
Semua yang hadir memasang wajah keheranan. Diantara mereka saling lirik, sama-sama berpikir untuk bersedia mendengar cerita Panca selanjutnya.
...
Panca menceritakan kejadian pembongkaran makam di desa tempatnya singgah. Dia juga tidak lupa menceritakan kejadian penghadangan oleh orang tidak dikenal di perjalanan.
...
"Nah, Tuan dan Nyonya sekalian ... semakin jelas sudah jika ada pihak yang menginginkan kita bertikai." Opsir Pieter kembali menegaskan maksud dari cerita Panca.
"Jadi, bukan hanya makam ketua terdahulu yang dibongkar ...."
"Saya hanya mengajak kalian semua untuk berpikir dengan pikiran terbuka. Tidak hanya mengedepankan perasaan kalian."
"Tuan Opsir, saya hanya belum bisa meraba apa tujuan dari pembongkaran makam ini selain membuat kita saling bertikai?"
"... Saya hanya menduga jika ada yang tidak ingin Batavia menjadi kota yang damai ... Kemudian mereka mengambil keuntungan dari situasi yang kacau itu ...."
Opsir Pieter memandang ke luar pintu. Langit Batavia lebih terang dari sebelumnya. Cahaya bulan menyinari alam raya. Cahayanya masuk hingga ke halaman rumah Sang Ketua yang luas.
Terlihat di halaman rumah itu para centeng dengan senjata menyelip di pinggang. Dua orang pun polisi yang berdiri terpaku hanya terdiam tanpa berani bergerak ke sana ke mari. Mereka selalu berada dalam posisi siap sedia untuk melaksanakan tugas. Senapan yang digantung di pundak tidak bermaksud untuk menyakiti siapa pun, hanya berjaga-jaga.
Rumah sebesar itu memang dipenuhi para penjaga keamanan. Dengan harapan si empunya rumah tetap aman.
Sayang, harapan itu pupus ...
Cleep!!
"Ah, Ketua!" Semua berteriak ketika sebilah pisau menancap di dada pria paruh baya itu ...

KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Pembongkar Makam
Mistério / SuspenseOrang-orang sudah berkumpul dalam waktu singkat. Mereka penasaran dengan apa yang akan dikatakan si pembawa berita. "Ki Lurah ... makam ... makam ...." "Makam apa?" "Makam ...almarhum ... Raden ... Wiguna ...." "Ada apa dengan makam ayahku?" "Heehhh...