21

70 21 0
                                    

Di atas pedati, menumpuk gerabah berupa guci, cobek hingga kendi. Semuanya barang yang mudah pecah karena terbuat dari tanah. Karena itu,  Panca dan Bajra tidak bisa membawa laju sapi penarik pedati untuk berjalan lebih kencang lagi. Terlalu beresiko ketika terjadi kecelakaan kecil pun maka semuanya bisa hancur berantakan.

"Bagaimana Raden, apa yang harus kita lakukan?" Bajra meminta arahan pada sahabatnya.

"Entahlah, aku juga bingung. Sebelah kiri dan kanan kita hanya kebun-kebun warga."

"Iya, jauh dari desa terdekat."

"Kalau begitu ...."

"Kita jalan terus ... anggap saja tidak ada yang mengikuti."

Panca dan Bajra kembali menengok ke belakang. Dari kejauhan, terlihat seseorang sedang mengistirahatkan kudanya dan membiarkan tunggangannya itu merumput di pinggir jalan.

"Kau yakin dia mengikuti kita?"

"Ya, perasaanku begitu."

"Ah, mungkin saja dia memiliki tujuan yang sama dengan kita."

"Tapi, hatiku tidak nyaman ketika dia memperhatikan kita."

"Wajar saja, tidak ada yang aneh kan."

"Justru aneh. Wajahnya ditutup kain hitam."

"Waduh ...."

Panca melecut 2 sapi yang menarik pedati. Kedua sapi itu bergerak. Kaki depannya mulai melangkah. Perlahan.

Panca merasakan ketidaknyamanan dalam hatinya. Apalagi ketika dia melihat ke sekelilingnya, nampak pohon-pohon besar di bahu jalan.  Pepohonan itu rindang sehingga cabangnya menjulur menutupi jalan.

Suasana sepi.

Hanya suara burung yang berkicau menemani perjalanan kedua anak remaja itu. Mereka berharap ada orang yang lewat untuk menemani mereka di jalan sepi seperti itu.

Tuk ... tak ... tuk ... tak ...

Suara kaki sapi beradu dengan batu-batu yang melapisi jalan. Tak disadari, tidak terdengar lagi suara burung ataupun hewan penghuni kebun. Suara serangga pun tidak terdengar lagi. Semuanya terdiam.

Tuk tak tuk tak !

Suara hentakan kaki kuda terdengar dari arah belakang. Deg, hati Panca dan Bajra merasakan ketidaknyamanan.

Suara itu semakin mendekat.

Dan, kini tepat di belakang pedati yang mereka tumpangi.

"Hei, berhenti!"

Panca dan Pembongkar MakamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang