14

81 21 0
                                    

"A Ling, kau menemukan surat ini tergeletak begitu saja di makam?"

"Ya, Tuan. Saya sudah menyampaikan itu di kantor polisi."

"Saya hanya memastikan kembali."

"Tuan, mengerti maksud isi surat itu?"

"Ah, ini bukan sekedar ancaman pada dirimu sendiri. Tapi, pada semua orang Cina di Batavia."

"Itu juga yang membuat saudara-saudara kami marah."

Opsir Pieter kembali mengisap cerutu di tangan kanannya. Asapnya mengepul keluar dan membuat A Ling tidak nyaman.

"Berita tentang ini sudah menyebar dengan cepat."

"Maaf Tuan, saya tidak berpikir sampai ke arah sana. Saya hanya menyampaikan ini kepada Kakek. Tetapi, para pelanggan di rumah makan kami mendengarnya."

"Aku yakin berita ini sudah menyebar ke semua orang Cina di Batavia."

"Maaf, Tuan. Saya tidak menyadari jika ini akan menjadi masalah besar."

"Aku berharap besok dan seterusnya tidak terjadi apa-apa."

Opsir Pieter terdiam. Dia nampak memikirkan sesuatu. Sedangkan A Ling hanya tertunduk, mulai menyadari akan ada masalah yang lebih besar dari perkiraannya.

"Tapi, kau dan tentu saja semua orang Cina di Batavia harus mempercayakan ini pada kami untuk diselesaikan. Semoga ada petunjuk malam ini."

"Maaf, Tuan. Apakah Tuan sudah berbicara dengan Ketua kami?"

"Sudah, Ketua Serikat Orang Cina sudah saya temui tadi sore. Dia pun mau diajak bekerjasama untuk tidak bertindak apa-apa. Makanya, aku pun ingin kau tidak membesar-besarkan masalah ini. Apalagi setiap hari kau akan bertemu pelanggan-pelanggan di sini "

Opsir Pieter pun melirik Si Kakek pemilik rumah makan yang sedang berdiri di balik meja kasir. Orang tua itu mengangguk sebagai tanda mengerti.

"Kalau ada yang bertanya mengenai hal ini, bagaimana?"

"Bilang saja, semua sudah ditangani polisi. Dan ... aku berharap kamu tidak lagi menceritakan isi surat ini."

"Baik, Tuan."

Opsir Pieter beranjak dari tempat duduknya. "Aku pamit."

A Ling menganggukan kepala. Kemudian berdiri dan menyaksikan polisi itu berjalan ke luar rumah makan.

A Ling berjalan dan bermaksud menutup pintu rumah makan. Dia mendongakan kepala ke arah jalan raya. Ternyata, matanya menangkap sesuatu yang mengagetkan.

"Tuan!" A Ling berteriak.

Seseorang terlihat menyerang Opsir Pieter. Polisi itu bermaksud naik ke atas pelana tetapi ada orang yang menarik tubuhnya hingga terjatuh.

"Polisi goblok!"

Si penyerang berteriak sambil menghujamkan tinju pada dada Opsir Pieter. Polisi itu tidak sempat melawan. Tidak ada yang membantunya karena saat itu dia datang tidak disertai pengawal. Dan, jalanan pun sepi dari orang yang lalu lalang karena hujan belum reda. Ada beberapa orang kebetulan sedang berteduh di emperan toko, mereka tidak turut serta membantu karena menganggap itu urusan polisi.

A Ling pun tidak bisa membantu apa-apa. Teriakan gadis itu mengundang si Kakek untuk mendekat.

"Ada apa A Ling?"

"Tuan Polisi ada yang menyerang."

Mata si Kakek masih awas. Penerangan saat itu cukup untuk memperjelas apa yang sedang terjadi.

"A Ling, apakah penglihatanku tidak salah?"

"Tidak, Kakek. Si penyerang itu ...."

A Ling dan si Kakek menyaksikan bagaimana seorang pria bergumul dengan Opsir Pieter dibawah guyuran hujan. Lelaki penyerang itu berambut panjang dengan kepang hingga di bawah pinggang seperti si Kakek.

Panca dan Pembongkar MakamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang