32

72 19 0
                                    

Setelah selesai sholat maghrib di masjid, Panca dan Bajra menuju ke tempat kerja A Ling. Mereka menyusuri jalanan Batavia yang kembali ramai oleh para penjaja makanan.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di tempat kerja A Ling. Sebuah bangunan berwarna merah menyala. Lengkap dengan lampion yang menyala di beranda.

Sebuah rumah makan khas Cina milik seorang kakek.  Si Kakek sudah tidak memiliki sanak keluarga setelah anak dan istrinya meninggal. Untuk menemani Si Kakek, A Ling bekerja dari siang hingga malam.

"Panca, Bajra. Mana pesananku?" A Ling menanyakan sesuatu yang nampaknya sudah dijanjikan.

"Ee ... maaf A Ling. Kami dirampok."

"Oo ... Jadi ...."

"Ya, pesanan gerabah untuk rumah makan ini dan pesanan dari warga Batavia lainnya ... kami tinggalkan di jalan."

"Lebih tepatnya kami diancam, A Ling." Bajra menimpali alasan Panca.

"Diancam apa?" A Ling penasaran.

Namun pertanyaan A Ling belum terjawab. Si Kakek memanggil A Ling untuk mengantarkan pesanan pada pelanggan. Panca dan Bajra hanya berdiri di beranda. Mereka enggan untuk masuk karena tidak ada bangku kosong yang tersedia.

A Ling kembali menemui kedua remaja itu. Dia membawa sebungkus makanan yang sengaja disiapkan untuk menyambut teman.

"Kami tidak memesan makanan."

"Ini bawa saja. Aku tahu kalian lapar."

"Kalau begitu terima kasih."

"Eee ... tadi kalian belum menjawab pertanyaanku. Kalian diancam siapa?"

"Orang yang tidak kami kenal ... Dia pemilik kuda ini."

"Pakaiannya serba hitam dan wajahnya ditutup kain." Bajra menimpali.

"Sebentar ... Kalian membuat ulah apa lagi?"

"Sepertinya dia ... tidak mau kami ikut campur."

"Dalam hal?"

"Kami mulai mencurigai motif pembongkaran makam di desa kami."

"Pembongkaran makam?" A Ling kaget dengan kalimat Panca.

Orang-orang yang sedang makan mengalihkan pandangan ke arah 3 remaja itu.

"Kenapa? Kau seperti ...."

"Ssst ... bicaranya pelan-pelan. Ini kasus yang ... sedang hangat dibicarakan di sini."

"Maksudmu ... pembongkaran makam juga terjadi di sini?" Bajra mencoba menerka.

A Ling menganggukan kepala. Air mukanya meyakinkan Panca dan Bajra.



Panca dan Pembongkar MakamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang