16

70 18 0
                                    

"Maumu apa?"

Pria yang ada di hadapan Opsir Pieter itu tidak langsung menjawab. Dia mengambil nafas.

"Aku hanya ingin orang itu ditangkapi!"

Pria itu menyampaikan maksudnya kenapa menyerang sang polisi.

"Beri aku waktu."

"Tidak, aku hanya ingin mereka ditangkapi secepatnya. Mereka sudah membongkar makam mendiang Ketua kami ... itu berarti sudah menghina kami."

"Hei tahan dirimu ... Kami akan menjebloskan orang yang membongkar makam mendiang Ketua Serikat Orang Cina ...."

"Tapi ... kenapa kau menyuruh kami untuk tidak membesar-besarkan masalah ini? Kau mau lari dari tanggungjawab?"

"Kau mendengar percakapanku dengan gadis itu?"

"Ya, tadi aku bermaksud membeli makan di sana. Tapi ... tidak sengaja aku mendengar kau bicara dengan A Ling jika tidak usah membesar-besarkan masalah ini."

"Oh, kau salah mengerti."

"Hei, aku tahu polisi sepertimu ... kau bermaksud menutup kasus ini ... kemudian melupakannya begitu saja?"

"Bukan itu maksudku."

Tak dinyana, pria penyerang Opsir Pieter malah melangkah ke depan dan melompat ke atas pelana. Opsir Pieter kaget dengan kemampuan orang itu.

Dari atas pelana, pria itu melompat ke arah Opsir Pieter tanpa memberinya kesempatan untuk mengelak. Kaki kanan pria itu tinggal beberapa jengkal mendarat di kepala Opsir Pieter. Polisi itu kaget dengan serangan orang di hadapannya.

"Ciaattt!"

Duk!

Opsir Pieter terjatuh. Pria penyerang itu seperti kesurupan. Dia marah besar.

Hujaman pukulan kembali mengenai pipi sang polisi yang sudah terkapar di tanah yang basah. Warna bajunya berubah menjadi cokelat terkena genangan lumpur di jalan yang berlubang.

"Hei, hentikan!"

Ada teriakan dari arah berlawanan dengan rumah makan Cina milik si Kakek. Tiga orang polisi menodongkan senjata ke arah pria yang sedang menindih tubuh Opsir Pieter.

"Atau kutembak!"

Opsir Pieter tersenyum sinis meskipun jelas dia sudah kalah dan terkapar tak berdaya.

"Jangan! Jangan tembak dia ... biarkan dia pergi."

"Apa? Kau membiarkanku pergi?"

"Ya, aku hanya ingin ... memberi jaminan bagimu ... kalau aku benar-benar ingin menyelesaikan kasus ini."

"Kau janji?"

"Ya, aku berjanji."

Orang-orang yang menonton pergumulan itu hanya terdiam. Mereka tidak bisa melerai atau sekedar berteriak untuk menghentikan pertikaian. Alasannya, ini urusan polisi.

Pria penyerang itu pergi. Dia berjalan terhuyung. Amarah masih menguasai jiwanya. Juga tidak percaya ketika seorang polisi memaafkan perbuatannya. Menyerang dan mempermalukan petugas negara itu di depan umum.

Setelah si penyerang  itu pergi cukup jauh, Opsir Pieter memanggil anakbuahnya. Mereka mendekat.

"Ikuti dia ... habisi dia di tempat tersembunyi ...." bisik Opsir Pieter.

Panca dan Pembongkar MakamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang