Panca dan A Ling tidak bisa berkata apa-apa. Penjahat itu mendekatkan telunjuknya ke bibir. Tanda agar mereka diam, tidak berteriak.
Bajra berjalan mundur, teratur. Sedangkan Panca dan A Ling hanya berdiri terpaku ketika melihat temannya diseret menuju pinggir kanal. Bajra dalam bahaya, sebilah pisau ditunjukan oleh penjahat itu sebagai bentuk ancaman.
Panca dan A Ling kebingungan harus berbuat apa. Bajra sendiri tidak bicara sepatah kata pun. Dia ketakutan.
Panca dan A Ling terpaku untuk beberapa saat. Dia menyaksikan Bajra dan pria bertopeng itu naik ke atas sebuah sampan. Nampaknya, sampan itu sudah disiapkan sebelumnya di bawah jembatan. Pria bertopeng itu mengayuh sampan dengan satu tangan, sedangkan satu tangannya lagi mengarahkan pisau ke leher Bajra.
Setelah beberapa saat, orang-orang yang sedang lalu lalang di pinggir jalan kemudian berkerumun di sekitar Panca dan A Ling. Mereka memperlihatkan rasa simpatinya.
"A Ling, kau pulang saja. Aku akan mengejar Bajra."
"Tidak, Panca. Aku harus ikut."
"Ini bahaya, A Ling."
"Aku tahu."
Panca berlari dengan kencangnya. Dia menyusuri pinggir kanal. Berharap sampan yang membawa Bajra masih bisa dikejar.
Panca tidak menoleh sekalipun ke belakang. Bermaksud meninggalkan A Ling. Panca tidak ingin gadis itu ikut mengejar si penculik.
***
Panca melintasi jembatan demi jembatan. Laju sampan itu masih terlihat dari kejauhan.
Sayang, Panca tidak bisa mendekat. Pria bertopeng itu menatap Panca dan mengacungkan pisau sebagai tanda ancaman. Jelas terlihat wajah Bajra yang ketakutan. Anak remaja itu tidak bisa tenang menghadapi situasi yang membahayakan dirinya.
Entah kebetulan atau tidak, sepanjang jalan Panca tidak menemui satu orang pun polisi yang bisa dimintai bantuan. Kali ini, dia harus berjuang sendiri. Mengikuti ke mana Bajra di bawa dan berharap dia tidak dilukai.
***
"Hah ..." Panca kelelahan mengikuti sampan itu. Nafasnya tersengal.
Matahari mulai meninggi ketika dia sampai di luar tembok kota. Cuaca yang cerah turut serta membuatnya cepat lelah. Matanya mulai terasa kunang-kunang.
Sampan itu semakin menjauh.
Pohon-pohon yang semakin rimbun menyulitkan penglihatan. Sampan yang dikayuh semakin masuk ke arah hulu. Kiri dan kanan kanal yang ditembok berganti menjadi pohon-pohon rindang yang menjulur hingga ke badan sungai.
Panca kehilangan jejak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Pembongkar Makam
Misterio / SuspensoOrang-orang sudah berkumpul dalam waktu singkat. Mereka penasaran dengan apa yang akan dikatakan si pembawa berita. "Ki Lurah ... makam ... makam ...." "Makam apa?" "Makam ...almarhum ... Raden ... Wiguna ...." "Ada apa dengan makam ayahku?" "Heehhh...