Puluhan polisi belum sanggup menghentikan langkah pria penjudi itu. Dia lincah dalam bergerak serta mengecoh para polisi yang sebetulnya sudah terlatih menangkap penjahat. Tapi, penjahat pun sering selangkah lebih gesit dari polisi.
Pria penjudi itu sudah tahu seluk beluk jalan di sekitar Rumah Judi. Di tahu jika ada beberapa tiang lampu di pinggir jalan. Dan, dia menjauhinya agar tubuhnya tidak terlihat oleh orang-orang yang memburunya.
"Dia masuk ke gang!"
Opsir Pieter berlari kencang demi mendapatkan buruannya malam itu. Dia tahu jika gelapnya malam bisa menyulitkan penyergapan tetapi dia tahu tempat gelap biasa dijadikan tempat bersembunyi.
Pemimpin polisi itu berlari ke arah lain. Dia mengitari sebuah bangunan ketika melihat pria penjudi itu melompat ke atas atap.
Prak prak prak!
Suara derap langkah kaki para polisi itu cukup mengagetkan si penghuni rumah. Seorang anak kecil sempat melongok ke luar jendela. Tetapi, itu tidak berlangsung lama karena seorang ibu menarik tubuhnya kemudian kembali menutup jendela.
"Dia di atap ...."
"Arahkan senapan!" seorang pemimpin regu memberi perintah.
Di sisi lain gedung, Opsir Pieter berusaha naik ke atas atap. Sayang, tubuhnya terlalu berat.
Dia berpikir sebentar sambil menatap ke atas atap. Penjahat itu gesit juga.
Terlintas dalam pikirannya sesuatu yang jarang dilakukannya. Pria Eropa itu membuka sepatu. Kemudian, dia melompat ke atas atap.
Pruk!
Suara hentakan kaki dengan genteng membuat si penjahat itu kaget. Dia mengarahkan pandangan pada tubuh Opsir Pieter yang sudah berdiri di tepi atap.
"Kau pikir aku tidak bisa sepertimu!"
Pria penjudi itu berlari di atas wuwungan. Anehnya, langkah kakinya tidak menimbulkan suara. Ringan sekali tubuh orang itu.
Opsir Pieter melakukan hal yang sama. Dia berlari di atas wuwungan.
Selangkah, 2 langkah, Opsir Pieter merasa kaku ketika harus berlari di pijakan yang sempit. Tubuhnya bergoyang karena sulit menjaga keseimbangan. Tapi, dia bisa berlari cepat ketika syaraf kakinya mulai terbiasa dengan pijakan yang tidak terlihat karena gelap.
Hanya bayangan berkelebatan yang bisa dilihatnya. Sosok hitam berlari menjauh ke arah tepi gedung.
"Ikuti dia!" si pimpinan regu berlari sambil memegang senapan.
Langkahnya diikuti oleh personil polisi yang lain. Mereka mengepung gedung dari permukaan tanah.
Polis-polisi itu sudah tahu setiap jengkal tanah di Batavia. Mereka bisa mengira-ngira jika buruannya akan melompat di antara 2 gedung. Dan, mereka bersiap-siap menyambut.
Namun, perkiraan mereka tidak sepenuhnya benar. Sosok itu melayang seperti seekor tupai yang melompat diantara 2 pepohonan. Pria penjudi itu melayang di atas kepala para polisi itu tanpa bisa menangkap atau menembaknya.
Opsir Pieter memfokuskan pikirannya. Sinyal-sinyal saraf di otaknya merambat hingga ke tungkai kaki. Dalam waktu sangat cepat sinyal saraf itu sampai di telapak kaki. Dan, telapaknya menerima sinyal dengan sigap. Dia melompat ...
Kini ada 2 bayangan yang terlihat berlarian di atas atap.
"Tahan tembakan!" si pemimpin regu memberikan aba-aba.
Bayangan itu saling kejar di gedung bertingkat yang lumayan panjang. Gedung itu adalah perumahan yang berderet sejajar dengan jalan raya. Jika ada cahaya, akan terlihat kedua sosok itu saling kejar tetapi sayang hanya bayangannya saja yang terlihat.
Dari jalanan, para polisi bersiap menembak. Arah senapan mereka tertuju pada 2 bayangan yang saling berkejaran.
Sosok di depan terlihat berhenti, kemudian berbalik badan. Dia mengeluarkan sesuatu, dan ... srengg ... sebilah pisau melesat ke arah sosok di belakangnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/260070739-288-k905516.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Pembongkar Makam
Mystery / ThrillerOrang-orang sudah berkumpul dalam waktu singkat. Mereka penasaran dengan apa yang akan dikatakan si pembawa berita. "Ki Lurah ... makam ... makam ...." "Makam apa?" "Makam ...almarhum ... Raden ... Wiguna ...." "Ada apa dengan makam ayahku?" "Heehhh...