35

72 17 0
                                    

Kuda yang ditunggangi Opsir Pieter ditambatkan di palang kayu yang tersedia untuk menambatkan kuda. Penunggangnya sendiri turun kemudian berjalan ke arah pintu gerbang sebuah rumah. Pintu rumah itu berukuran besar, berwarna merah dan dihiasi tulisan Cina berwarna kuning.

"Sepertinya yang punya rumah sedang mengadakan pertemuan."

Opsir Pieter mendongak ke atas. Dari lantai 2 rumah itu terlihat orang-orang yang berkumpul karena jendela dibuka agar angin masuk demi menyegarkan ruangan.

Kiiitttt ...

Pintu gerbang itu terbuka. Seseorang berdiri di muka pintu dan memasang wajah tanpa ekspresi.

"Tuan, kami sedang mengadakan pertemuan. Jika ada keperluan, bisa dibicarakan lain waktu."

"Saya tahu, dari sini kami bisa menyaksikan jika Tuan Ketua sedang menerima banyak tamu."

"Sekali lagi, kami mohon maaf. Kali ini Tuan Ketua tidak bisa melayani tamu."

Opsir Pieter tersinggung dengan penolakan si empunya rumah. Baginya, seorang polisi ditolak berkunjung bisa dianggap penghinaan.

"Kau tidak melihat jika aku datang ke sini menggunakan seragam Polisi?"

"Saya tahu, Tuan. Tapi, maaf. Saya hanya menjalankan perintah."

"Memangnya majikanmu itu siapa? Berani menolak kedatangan seorang polisi?" Opsir Pieter mendekatkan wajahnya ke bujang yang telah membukakan pintu itu.

"Maaf, Tuan. Saya tidak berani ...."

Opsir Pieter hanya melotot. Matanya menyorot tajam bujang itu. Si bujang tahu jika dia sedang diancam oleh seorang polisi.

Opsir Pieter memaksa masuk. Bujang itu tidak bisa mencegah si polisi untuk tidak masuk ke dalam rumah. Dia berjalan tegap tanpa menghiraukan permohonan si bujang.

"Tuan, saya mohon untuk tidak masuk ...."

"Ah, ini urusan polisi. Kau tidak bisa mencegahku."

Ketika Opsir Pieter masuk ke halaman, para centeng di rumah itu langsung bergerak demi menghadang si polisi. Mata mereka tajam menatap Opsir Pieter. Kini, polisi itu dikelilingi oleh 5 centeng yang kesemuanya orang Cina.

Orang-orang itu tidak bicara sepatah kata pun. Bahasa tubuhnya sudah jelas menyiratkan kebencian pada Opsir Pieter. Sang polisi tahu jika kedatangannya sangat tidak diharapkan.

"Aku datang ke sini bukan untuk membuat keributan."

"Bagaimana kami yakin jika Tuan tidak berbuat apa-apa dengan Ketua kami?"

"Katakan padanya ... aku tidak akan menangkapi kalian atau siapa pun. Lihatlah, aku hanya datang bertiga ...ditambah 3 anak remaja."

Para centeng itu saling pandang. Mereka  memandang si bujang yang sedari tadi berdiri di pintu gerbang. Si  bujang pun menganggukan kepala.

"Aku tidak bohong. Aku hanya ingin membicarakan masalah A Ling dan temannya."

Panca dan Pembongkar MakamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang