Ini bukan hutan belantara yang sangat lebat. Karena tidak jauh dari ibukota, sepertinya hutan ini sering dijamah manusia. Tentu saja ini adalah tempat yang cocok bagi para penjahat untuk melarikan diri atau sekedar bersembunyi dari kejaran polisi.
Pohon-pohon berukuran besar menjadi tempat yang nyaman bagi binatang untuk membangun sarang. Itu pun nyaman bagi manusia. Bagaimana tidak, cabang-cabang dari pohon itu cukup untuk bersender, tiduran atau bahkan membangun rumah. Ya, sebuah rumah pohon.
Panca kaget sekaligus terkesan ketika ada dia mendongak ke atas. Ada sebuah rumah di atas pohon beringin!
"Hahahaha ... Kau kaget dengan apa yang kau lihat?"
"Mana teman saya?"
"Tenang, dia baik-baik saja di sini."
Panca berdiri diantara 4 atau 5 pohon besar. Sulur-sulur menjuntai diantara tanah lapang yang sedikit lebih bersih dibandingkan bagian tanah yang lain. Tempat Panca berdiri seperti halaman rumah yang sering disapu. Nyaris tidak ada daun kering yang berserakan.
Oh, ini markas mereka!
Panca mulai menyadari sesuatu. Dia masuk ke sarang penjahat!
"Hei, naiklah ke sini! Kau mau bersenang-senang dengan kami?"
Suara laki-laki dengan logat Sunda yang kental kembali terdengar. Sosok yang berbicara masih belum mau menampakan diri. Sepertinya mereka masih bersembunyi di rumah pohon itu.
Sebuah rumah pohon yang dibangun diantara batang-batang beringin yang kokoh. Atapnya terbuat dari daun nira, tiang-tiangnya dari bambu dan daun-daun jati sebagai dinding yang menghalangi.
Jika dari kejauhan, rumah pohon itu tidak jelas terlihat. Daun beringin yang lebat menjadi penghalang pandangan dan itu bagus bagi siapa pun yang berniat untuk bersembunyi. Dan, orang baru menyadari jika ada rumah di tengah hutan seperti ini ketika sudah ada dalam jarak dekat.
Panca memutar badannya. Pandangan masih menerka-nerka, dimana orang-orang itu.
"Hei, siapa pun kalian. Aku minta kembalikan temanku. Aku janji tidak akan memberitahu keberadaan tempat ini pada siapa pun."
"Hahaha ... kau mau beradutawar denganku?"
"Kami tidak punya salah. Buat apa kalian harus menangkap Bajra?"
"Bajra? Itu nama dia. ... Kalian sudah terlalu ikut campur dengan urusan kami!"
"Maafkan, maafkan kami jika itu bisa menyinggung kalian. Aku janji tidak akan membawa masalah ini jadi lebih besar lagi."
Tidak ada jawaban.
Panca menunggu jawaban dari orang misterius di sekitarnya. Namun, bukan hanya jawaban yang dia dapatkan.
Sosok-sosok berbaju hitam itu turun dari pohon. Jumlah mereka banyak. Dari penampilannya saja, membuat hati Panca gentar. Keringat dingin mulai keluar dari pori-pori kulit anak remaja itu. Apa yang akan mereka lakukan padaku?
Tubuh mereka seperti melayang ketika turun dari pohon. Seutas tali yang mereka gunakan sebagai pegangan, nampak seperti alat untuk menggelantung. Mereka turun dari pohon layaknya segerombolan monyet yang memburu makanan.
"Hei anak muda, aku tidak tertarik dengan tawaranmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Pembongkar Makam
Mystery / ThrillerOrang-orang sudah berkumpul dalam waktu singkat. Mereka penasaran dengan apa yang akan dikatakan si pembawa berita. "Ki Lurah ... makam ... makam ...." "Makam apa?" "Makam ...almarhum ... Raden ... Wiguna ...." "Ada apa dengan makam ayahku?" "Heehhh...