15

75 19 0
                                    

Panca dan Bajra ikut berlari mengikuti para pria yang melakukan ronda. Mereka berlari kencang menuju arah pemakaman desa. Cahaya obor menjadi penerang bagi orang-orang yang diselimuti amarah itu.

"Aduh, hujan belum reda juga. Susah juga nih mencari orang di tengah hujan begini. "

"Ada yang membawa lentera?"

"Tidak, Kang. Saya lupa."

"Ahhhh ...."

Ketika mereka sampai di pemakaman, cahaya obor mulai meredup. Untungnya cahaya redup itu masih cukup untuk membantu mencari pemakaman yang dimaksud.

"Allohu Akbar!"

"Masya Alloh!"

"Ada apa, Paman?"

"Ini ... makam ini dibongkar orang."

Cahaya obor masih cukup untuk memperlihatkan betapa makam yang telah dirusak sungguh mengkhawatirkan. Semua yang hadir menggelengkan kepala, tanda tidak percaya pada apa yang dilihatnya.

TONG TONG TONG!

Suara kentongan masih terdengar sebagai tanda pemanggil bagi warga. Dan, tak perlu waktu lama untuk mengumpulkan warga sekampung.

"Makam siapa yang dibongkar?"

Orang-orang yang berdatangan penasaran dengan apa yang telah mengundang perhatian mereka. Kini, penerangan menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Semua orang bisa melihat dengan jelas bagaimana kondisi pemakaman yang telah dibongkar itu. Panca dan Bajra pun teringat pada kondisi pemakaman yang telah dibongkar di desanya. Situasinya mirip. Ada lubang menganga, tetapi tidak terlalu dalam.

"Dia belum selesai menggali makam ini."

"Ya, baru sempat membongkar nisannya dan mencangkulnya beberapa kali."

"Mungkin karena ada petugas ronda yang memergokinya."

"Dia langsung kabur."

Panca dan Bajra memperhatikan percakapan orang-orang yang mengelilingi makam itu. Kedua anak remaja itu mulai mengumpulkan informasi yang dibutuhkan.

"Maaf, Paman. Kalau boleh tahu ini makam siapa?"

"Kau tidak tahu?"

"Saya dan teman saya ini bukan berasal dari desa ini." Panca mencoba menjelaskan.

"Nak, ini makam mendiang kepala desa terdahulu."

Deg, hati Panca tersentak.

Panca dan Pembongkar MakamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang