31

71 18 0
                                    

Opsir Pieter masih merasakan sakit di perutnya. Perban yang dililitkan dan jahitan di kulit belum bisa menghilangkan perih yang menimpa petugas polisi itu. Tapi, amarahnya yang masih membara tidak bisa menahan pria itu untuk terus berdiri dan menyelesaikan pekerjaannya.

"Ini hanya luka kecil."

"Tuan yakin akan terus bekerja hingga malam tiba?" anak buah Opsir Pieter bertanya demi memberi keyakinan.

"Ya, jangan sampai luka kecil ini menyurutkan langkahku."

"Baik, Tuan."

Seorang petugas polisi berdiri tegak dan siap menerima perintah. Dia berdiri di samping ranjang dengan tangan kanan ditekuk dan memegang senapan yang digantungkan di bahu. Tangan kirinya menjuntai dengan kepalan meyakinkan.

Opsir Pieter melihat ke arah luar jendela. Halaman Rumah Sakit masih diguyur hujan begitu deras. Tidak ada orang yang berdiri atau berjalan di hamparan tanah itu. Hanya air yang menggenang dan mengantri untuk masuk ke drainase berukuran kecil di sisi halaman.

Bangsal tempat polisi itu dirawat juga dijadikan tempat merawat para pelaku kerusuhan beberapa waktu lalu. Ranjang yang disusun berjejer terisi penuh. Dua barisan yang disediakan untuk korban gawat darurat kini terisi oleh pasien-pasien luka akibat kerusuhan.

Kerusuhan yang telah terjadi di pinggir kanal cukup menelan banyak korban. Diantara mereka ada yang tertusuk sangkur di dada hingga kakinya pincang ditembak. Dari pihak Kepolisian hanya Opsir Pieter yang mengalami luka. Sisanya, para pelaku kerusuhan yang terpaksa ditembak atau ditusuk oleh polisi.

"Mereka ... bagian dari orang yang menyerang kita?"

"Ya, Tuan."

"Warga lain yang tidak punya kepentingan justru selamat karena sudah membubarkan diri sebelum kerusuhan terjadi."

Opsir Pieter menatap ke salah seorang  korban kerusuhan yang sedang dirawat. Polisi berseragam itu menghampiri pria Cina yang sedang mengerang kesakitan. Tiga orang perawat sedang memegang tubuh pria itu karena dia terus meronta-ronta. Meskipun kaki dan tangannya sudah diikat, tetapi dia terus berusaha untuk berlari.

"Kau mau kabur?" Opsir Pieter menghampiri pria Cina itu.

"Tidak, Tuan. "

"Lalu kenapa kau meronta-ronta. Tahan rasa sakitmu!"

Wajahnya semakin terlihat menyedihkan. Darah terus mengucur dari perutnya. Seorang dokter sibuk memberikan penanganan.

"Dokter, sebelumnya aku minta izin."

"Silakan, Tuan. Saya paham tugas Anda."

Dokter yang sedang menangani membolehkan Opsir Pieter mengintrogasi pasien. Walaupun sebenarnya itu mengganggu penanganan.

"Hei, katakan apa alasanmu menyerang kami?"

"Saya hanya ingin mengambil jenazah itu."

"Kan bisa kita bicarakan dengan baik-baik."

"Eee .... auwwww!" pasien itu kesakitan.

"Kau diperintah seseorang?"

"Tidak, Tuan."

"Betulkah?"

"Iya, Tuan."

Opsir Pieter kesal dengan orang yang sedang ditanyainya. Tangan kanan polisi itu menekan luka si pasien.

"Auwwww!"

"Katakan atau aku akan menambah lukamu!"

Perawat dan dokter yang sedang bekerja kaget dengan cara Opsir Pieter menangani Si Tersangka.

"Iya ...iya ... Saya diperintah ...."

"Siapa?"

"Tuan Ketua."

"Ketua Serikat Orang Cina, dia?"

Si Tersangka menganggukan kepala.

Panca dan Pembongkar MakamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang