"Judi batu nisan?"
"Ya, Tuan. Kami bertaruh ... siapa yang bisa mengumpulkan batu nisan paling banyak maka dia mendapatkan bagian terbanyak."
"Tunggu, kenapa kalian berpikir untuk mengumpulkan batu nisan?"
"Kami ... bosan, Tuan."
"Bosan?"
"Ya, tuan. Permainan yang sudah ada terasa membosankan bagi kami. Makanya kami berpikir untuk mencari tantangan baru."
"Peraturannya?"
"Awalnya ... siapa pun yang bisa mengumpulkan batu nisan dalam waktu tertentu ... maka dia mendapatkan bagian dari taruhan."
"Nilai setiap nisan sama?"
"Sama. Tapi, di kemudian hari ... nilainya berbeda untuk setiap nisan. Nisan yang tertinggi nilainya ... batu nisan milik orang-orang yang dihormati di suatu daerah."
"Bajingan ...."
Opsir Pieter menggeleng-gelengkan kepala. Dia heran dengan kelakuan manusia di hadapannya. Bagaimana bisa terpikir untuk bertaruh batu nisan.
Opsir Pieter masih mengacungkan pedang ke arah 2 laki-laki di hadapannya. Mereka menundukan kepala seperti seorang anak kecil yang sedang dimarahi oleh orang tuanya. Kedua orang itu tidak berkutik. Mereka terpojok dan tidak bisa mengelak. Sesuatu yang semula dirahasiakan, kini terbongkar sudah.
"Baiklah, aku hanya ingin kalian jujur."
"Kami akan jujur, tapi ... apa imbalan buat kami?"
"Imbalan? Kau sudah salah masih mengharapkan imbalan."
"Kami hanya meminta untuk tidak dihukum berat, Tuan."
"Ya, akan aku pertimbangkan untuk tidak menghukummu dengan hukuman berat."
"Terimakasih, Tuan."
Ketika menyaksikan orang memohon padanya, terkadang Opsir Pieter terpikir untuk membebaskan saja mereka. Dia sudah tidak mau mengurus masalah kejahatan kelas teri yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan "jalan damai".
Tapi, kali ini dia sedang mengurus kasus besar. Bahkan, dia mendapatkan perintah langsung dari Walikota Batavia untuk menyerahkan penjahat yang berani membongkar kuburan orang-orang terkemuka di Batavia.
"Selain kalian, ada lagi yang terlibat?"
"Banyak, Tuan." Orang yang menjawab melirik ke arah temannya.
"Katakan saja!"
"Kami ... tidak saling mengenal."
"Bagaimana bisa?"
"Kami sepakat untuk menutup wajah ketika berkumpul ...."
"Berkumpul di mana?"
"Eeee ..."
"Aku berjanji akan mempertimbangkan hukuman ringan bagi kalian. Katakan, dimana kalian berkumpul?"
"Di hutan di luar benteng kota ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Pembongkar Makam
Mystère / ThrillerOrang-orang sudah berkumpul dalam waktu singkat. Mereka penasaran dengan apa yang akan dikatakan si pembawa berita. "Ki Lurah ... makam ... makam ...." "Makam apa?" "Makam ...almarhum ... Raden ... Wiguna ...." "Ada apa dengan makam ayahku?" "Heehhh...