Pembongkaran Pertama
Seorang pria dengan pakaian serba hitam, bertopeng dan berikat kepala datang ke pemakaman. Dia berjalan tergesa, berharap tidak ada orang yang memergoki kelakuannya.
Malam sudah begitu pekat, cahaya rembulan pun tidak tampak karena tertutup awan. Hanya kilatan cahaya petir sesekali memperlihatkan apa yang sedang terjadi di sekitarnya.
Ah, makam yang mana ya?
Batin pria itu bertanya-tanya. Dia tidak memegang obor atau apapun sebagai sumber cahaya. Baginya, itu menguntungkan sekaligus merugikan.
Ah, di sini gelap sekali. Sebaiknya kutunggu kilatan cahaya petir, siapa tahu membantu.
Pria itu hanya duduk di atas bongkahan batu. Sesekali dia menyeka wajahnya yang basah oleh air hujan. Malam itu sungguh bukan waktu yang baik untuk berkunjung ke pemakaman. Tapi, pria itu bersikeras untuk mendatangi makam itu meskipun malam begitu gelap serta hujan turun sangat lebat.
Blrrrr ....!
Cahaya petir berkilatan di langit. Hah, pria itu akhirnya bisa melihat nisan mana yang dimaksud.
Ternyata tepat di depanku.
Pria bertopeng itu tidak mau membuang waktu. Dia menggenggam cangkul yang dibawanya dari rumah. Dan, dia mulai menggali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Pembongkar Makam
غموض / إثارةOrang-orang sudah berkumpul dalam waktu singkat. Mereka penasaran dengan apa yang akan dikatakan si pembawa berita. "Ki Lurah ... makam ... makam ...." "Makam apa?" "Makam ...almarhum ... Raden ... Wiguna ...." "Ada apa dengan makam ayahku?" "Heehhh...