25

70 25 0
                                    

Panca gemetaran ketika sebilah golok hampir mengenai lehernya. Bajra hampir mengeluarkan air kencing ketika ketakutan melihat sahabatnya diancam. Pria bertopeng kain hitam itu tidak main-main dengan kata-katanya.

"Baik, Paman. Saya tidak ... tidak akan ikut-ikutan urusan orang dewasa."

"Nah, bagus dong."

Ketegangan menggerayangi, mata pria bertopeng itu menatap Panca kemudian beralih menatap Bajra yang duduk bersebelahan. Si pengancam tidak berkata-kata, dia berpikir.

"Tunggu, aku memilih untuk menghabisi kalian ... karena aku tidak percaya pada kalian."

Deg !

Jantung kedua remaja itu berdegup lebih kencang.

...

Suasana yang hening semakin terasa mencekam.

Panca sering merasakan ketakutan, tetapi kali ini dia benar-benar takut. Dua remaja tanggung harus menghadapi pria dewasa bersenjata. Panca merasa tidak berdaya.

...

Bajra mulai menangis. Tubuhnya mematung, tidak berani bergerak.

Dia hampir pingsan.

...

"Ahhh!"

Si pengancam tiba-tiba berteriak. Panca dan Bajra pun kaget dengan teriakan orang itu.

Panca tidak tahu penyebab kenapa orang di hadapannya berteriak. Sekilas dia belum bisa mengerti apa yang terjadi. Panca menyaksikan bagaimana orang yang tadi begitu gagah mengancam, kini malah berteriak tanpa sebab. Kemudian, melemparkan goloknya.

"Pandu!"

Panca dan Bajra menyebut sosok yang dikenalnya secara bersamaan. Perasaan mereka berdua berubah menjadi lebih senang. Ketakutan itu seketika sirna.

Seekor bajing tengah mencakar wajah bertopeng itu. Dia tidak sanggup menghadapi sosok yang jauh lebih kecil dari tubuhnya yang kekar. Mata pria itu kelilipan. Penglihatannya sirna untuk sementara.

Panca dan Pembongkar MakamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang