Opsir Pieter berkuda dengan laju sedang-sedang saja. Dia tahu jika penjahat yang dikejarnya tidak mungkin lari terlalu jauh.
"Dia pasti bersembunyi tidak jauh dari sini!"
"Kami sudah mencarinya ke berbagai tempat, tapi kami tidak menemukannya." imbuh polisi yang sedari tadi mengawalnya.
"Aku curiga jika dia orang yang tinggal di dekat rumah Sang Ketua. Buktinya ... dia bisa tahu kapan pintu terbuka ...."
"Kami benar-benar tidak tahu ciri orang itu."
"Aku juga, hanya melihat bayangan hitam berdiri di atas benteng."
"Sepertinya dia orang yang terlatih."
"Tentu saja. Orang biasa tidak mungkin bisa melempar pisau hingga tepat sasaran."
Opsir Pieter menghentikan laju kudanya ketika sampai di pinggir kanal. Dia berpikir sejenak. Puluhan polisi yang mengikuti langkahnya turut serta berhenti melangkah.
"Batavia terlalu luas. Mencari 1 orang dengan serampangan, akan sulit rasanya."
Semua berpikir sembari memandangi langit Batavia yang kembali mendung. Cahaya rembulan kembali ditutupi awan. Keruhnya air di kanal pun tidak terlihat karena malam menjadi pekat. Lampu-lampu yang terpasang di jalanan sudah tidak sanggup lagi memperjelas penglihatan orang yang kebetulan lewat di sana.
Begitupun Opsir Pieter dan para polisi merasa jika kegelapan malam menyulitkan usaha pencarian mereka. Ketika cahaya rembulan meredup, maka lampu badai yang mereka pegang menjadi satu-satunya alat penerang.
"Lanjutkan pencarian! Hati-hati jangan sampai mengundang kepanikan. Aku harus kembali ke rumah Sang Ketua."
"Baik, Tuan."
Opsir Pieter melecut kudanya meninggalkan sekumpulan anak buahnya. Kuda berjalan menyusuri pinggir kanal. Diterangi lampu-lampu gas di pinggir kanal, si kuda menginjakan kakinya di jalan berbatu. Genangan sisa hujan terkadang tidak sengaja terinjak dan menimbulkan cipratan.
Di tengah perjalanan, Opsir Pieter menyaksikan sekumpulan orang-orang yang sedang mengisi waktu luangnya di pinggir kanal. Beberapa diantara mereka ada yang sempoyongan karena mabuk. Ketika melihat seorang polisi melintas, mereka menghindar karena tidak mau mencari masalah.
"Ada polisi! Ada polisi! Bubar!"
Salah seorang diantara yang berkumpul itu melihat kedatang Opsir Pieter dari kejauhan. Dia langsung lari terbirit-birit begitu juga temannya yang sedang asyik meminum tuwak, pergi membubarkan diri.
"Dasar orang tak berguna!"
Opsir Pieter meneriaki manusia-manusia di hadapannya. Dia heran kenapa Batavia masih menampung manusia macam mereka. Ketika malam mereka mabuk-mabukan, dan siang mereka tertidur di pinggir-pinggir kanal.
"Mereka berguna, Tuan."
Deg, polisi itu merasakan desiran yang berbeda di tubuhnya ketika ada suara dari tempat yang tidak terduga.
"Hei, kau disitu? Siapa kau?"
Sosok bayangan nampak berdiri di atas wuwungan sebuah rumah bergaya Cina. Kalau siang, bangunan adalah toko kelontong yang ramai pengunjung. Ketika malam, deretan bangunan hanyalah tempat mengerikan dimana penjahat sering berseliweran.
"Tuan, Anda tidak perlu tahu siapa saya. Saya hanya menegaskan jika ... orang-orang itu masih berguna di Batavia."
"Maksudmu?"
"Mereka ... pelanggan setia barang dagangan orang-orang Cina itu ...."
Opsir Pieter berpikir sejenak. Menunggu kalimat berikutnya dari sosok tak dikenal itu.
"Mereka dipelihara ... Tuan! Hahaha!"
Bayangan itu pergi ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Pembongkar Makam
Mystery / ThrillerOrang-orang sudah berkumpul dalam waktu singkat. Mereka penasaran dengan apa yang akan dikatakan si pembawa berita. "Ki Lurah ... makam ... makam ...." "Makam apa?" "Makam ...almarhum ... Raden ... Wiguna ...." "Ada apa dengan makam ayahku?" "Heehhh...