8

110 24 2
                                    

Panca masih sulit memahami kenapa ada orang yang tega mencuri tengkorak kepala jenazah kakeknya. Baginya, sudah seharusnya jenazah itu tidak diusik lagi. Kehidupan mereka sudah lain dengan orang yang masih hidup.

"Raden, tenanglah ... kita harus berpikir jernih."

Bajra mencoba menenangkan kawannya. Demi menenangkan kegusaran Panca, Bajra rela duduk di dipan memperhatikan kawannya itu berjalan mondar-mandir. Di beranda rumah, Panca masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Ingin melakukan sesuatu tetapi tidak tahu harus berbuat apa.

Matahari mulai meninggi ketika Panca dan Bajra berbincang. Cahayanya masuk ke jendela dan pintu rumah yang terbuka. Sebuah rumah panggung dengan atap rumbia, tidak lebih besar dari rumah tetangga.

"Aku tidak tahu apa yang akan dilakukan Ayah. Tetapi, aku harus membantu dia untuk mengungkap ini semua."

"Mungkin Ki Lurah akan lapor kepada polisi."

Bajra tipikal orang yang suka dengan teka-teki. Dia seorang anak yang cerdas. Tapi, dia sendiri bingung dengan kejadian yang menimpa makam orang yang dihormati di kampungnya, Raden Wiguna.

"Raden, kita mulai dengan bertanya ... 'kenapa ada orang yang tega membongkar makam almarhum Raden Wiguna?"

Bajra mengajukan pertanyaan untuk menjawab teka-teki yang menyelimuti pikiran Panca. Dua anak remaja itu saling pandang.

"Justru itu yang aku pertanyakan. Kenapa?"

"Eee ... banyak kemungkinan."

"Untuk pesugihan?"

"Bisa jadi."

"Kalau begitu, siapa yang suka mengadakan pesugihan?"

"Aku yakin di desa kita tidak ada."

"Bagaimana kau tahu?"

"Di desa kita, sudah lama tidak ada orang seperti itu. Itu perbuatan musyrik."

"Berarti orang dari desa lain?"

"Bisa jadi, sebagaimana diperlihatkan dari jejak kaki si pembongkar makam. Jejak itu menuju ke desa tetangga."

Panca berhenti mondar-mandir, dia memandang Bajra. Tangannya dilipat,  berharap ada sesuatu terlintas dalam pikiran.

"Lalu, apa yang harus kita lakukan?"

"Mencari siapa pelaku pembongkaran itu."

"Ayah pasti tidak akan mengijinkan kita untuk terlibat dalam masalah ini."

"Kenapa?"

"Terlalu berbahaya."

"Kita jangan menentang bahaya."

"Caranya?"

"Kita ikuti polanya ...."

Panca dan Pembongkar MakamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang