56

57 20 0
                                    

"Bocah tengik! Kami akan melumatmu!"

"Tunggu dulu, kita bisa membicarakan ini."

"Banyak bacot!"

Segerombolan laki-laki bertopeng dan berpakaian serba hitam itu maju selangkah demi selangkah. Panca terkepung. Anak remaja itu berdiri mematung seperti mangsa yang siap diterkam sekawanan serigala. Dia ketakutan.

"Jika kau mencoba kabur, maka kami akan menggunakan kekerasan untuk melenyapkanmu."

Panca masih berdiri mematung di atas tanah yang sedikit lapang diantara rimbunnya pepohonan. Deg deg deg ... dadanya berdebar sambil terus berharap orang-orang itu tidak melukainya.

Mereka semakin mendekat.

Tidak banyak waktu yang dimiliki oleh Panca. Dia terus memeras otaknya, berpikir bagaimana caranya agar bisa menyelematkan diri dari kepungan gerombolan penjahat itu.

Panca memutarkan badan. Ternyata jumlah mereka bertambah banyak. Sosok-sosok menakutkan itu keluar dari balik pohon. Mereka berjalan pelan dengan tatapan tajam ke arah Panca.

Baiklah, aku harus bertindak.

Ada energi yang menjulur ke seluruh tubuh Panca. Energi itu berasal dari otak, kemudian merasuki dadanya hingga tangan dan sampai pula ke bagian kaki. Energi itu yang mendorong Panca untuk bergerak dan melawan rasa takutnya.

Wush!

Anak itu lari sekencang yang dia sanggup. Selangkah, dua langkah, tiga langkah dan happ Panca meliuk-liukan badan. Dia mampu melewati salah seorang diantara mereka.

"Oh, kau mau lari ke mana?"

Salah seorang diantara mereka merentangkan tangan dan bersiap menangkap Panca. Namun gerakan anak itu cukup gesit. Sssttt, Panca mampu mengelak.

Namun sayang, laki-laki bertopeng itu lebih terlatih. Kakinya refleks menghadang kaki Panca sehingga 2 kaki mereka saling beradu. Dan,  ... "Ahh!" Panca terjatuh. Brak brak brak!

Panca terjungkal. Tubuhnya berguling-guling hingga bongkahan akar yang menonjol di tanah bisa menghentikan gerakannya. Panca limpung, matanya tidak bisa melihat dengan jelas.

Happ!

Salah seorang penjahat itu melompat dan segera meraih kaki Panca. Anak remaja itu tidak bisa bergerak dengan leluasa. Dia berusaha melepaskan cengkraman kuat yang menyulitkan kakinya untuk bergerak.

"Ahh!" Panca berteriak.

"Mau ke mana kau?"

"Hahahaha ...." Semua yang menyaksikan kejadian itu tertawa terbahak-bahak. Mereka puas.

Panca dihampiri semua orang. Dia dikerumuni manusia-manusia misterius itu. Wajah anak itu semakin terlihat menegang. Kali ini, Panca menyerah. Apalagi setelah sebilah golok menghampiri wajahnya.

"Jika kau berani melawan, maka golok ini akan melukai lehermu!"

Deg, ancaman itu tidak bisa dianggap main-main. Panca lebih baik diam tidak bergerak daripada mereka nekat berbuat lebih jahat dari itu.

"Ini akibatnya jika kau dan teman kau  terlalu ikut campur urusan orang dewasa."


Panca dan Pembongkar MakamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang