65

57 18 0
                                    

"Hueee ...!"

Kuda-kuda itu meringkih. Mereka seperti mencium sesuatu yang tidak beres. Kaki-kaki hewan tunggangan itu terperosok ke dalam lumpur yang sudah lama mengendap di antara pohon-pohon bakau yang berukuran besar.

Dan ... DOR!

Letupan senapan terdengar dari arah berlawanan.

"Hueeee!"

Kuda-kuda kaget dengan letupan yang tiba-tiba terdengar. Mereka meronta-ronta.

Begitupula dengan para penunggangnya, mata para polisi di atas mencari-cari dimana sumber suara itu. Tentu saja mental mereka diuji di situasi seperti ini. Begitupun
Opsir Pieter, sebagai pemimpin dia harus berpikir cepat dan tanggap ketika ada sesuatu yang tidak terduga.

"Mundur!"

Opsir Pieter memerintahkan anakbuahnya untuk mundur kembali.  Matanya menatap Bajra, kau benar ... ini jebakan!

Bajra pun balas menatap Opsir Pieter dengan mata penuh ketakutan. Dia tidak berkata  tetapi mimik wajahnya seakan mengatakan jika apa yang dia rasakan sebelumnya bukanlah ramalan apalagi bualan. Benar apa yang saya rasakan.

Opsir Pieter menarik tali kekang. Kakinya dihentakan ke perut si kuda sebagai pertanda untuk berlari ke arah yang dianggap lebih aman. "Hiaaa!"

Tembakan yang baru saja terdengar ternyata bukan hanya sekali. Adalagi tembakan susulan yang membuat bingung para petugas negara itu karena si penembak belum bisa terlihat. Dia bersembunyi.

DOR!

Semua kalut dan berusaha mencari tempat berlindung. Ada pohon besar maka ke arah sana mereka menuju demi terlindung dari desingan peluru yang tak kasat mata.

"Ahh!"

Sayang, salah satu personil polisi itu tertembak.

"Paman, bertahanlah." Panca mencoba menolong.

Terlihat oleh Panca jika orang didepannya terluka. Darah keluar dari perutnya. Si penunggang kuda limpung, hampir terjatuh. Untungnya Panca cepat memeluk tubuh polisi itu.

Panca sigap memegang tali kekang. Anak remaja itu bisa mengendalikan si kuda untuk tetap tenang dan berlari. Hewan itu seakan sama-sama merasakan kesakitan yang dialami tuannya. Dia hampir saja berlari tak terkendali.

"Ahh!"

"Tahan, kau jangan merengek di depan anak kecil! Kendalikan dirimu!" Opsir Pieter membentak anak buahnya yang jelas-jelas kesakitan. "Panca, bawa kudanya ke tempat aman!"

"Baik, Tuan!"

Panca bermaksud mengendalikan si kuda untuk berlari dari arena pertempuran. Tapi, tidak ada yang aman di sana.

DOR!

Suara tembakan terdengar lagi ...

Panca dan Pembongkar MakamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang