Bagi mereka yang nyaris tak pernah hidup dalam kemiskinan ekstrim, menjadi gelandang, berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya, dan tak pernah hidup susah dan menderita karena alasan keuangan. Seringkali akan berkata, yang terpenting adalah kaya hati tapi bukan materi.
Biasanya, orang yang mengatakanya, lahir dari keluarga cukup makmur atau sejak kecil tak pernah mengalami hidup dalam kemiskinan. Sehingga ia bisa berkata bahwa kaya hati jauh lebih penting dari pada kaya secara materi.
Perkataan, yang sering dilontarkan oleh mereka yang sejak kecil hidup aman dan tak ada masalah keuangan serius.
Bagi mereka yang hidup aman; dari kebutuhan dasar sampai kebutuhan pendidikan tinggi terjamin. Materi atau mencari kekayaan memang bukan masalah besar. Karena sejak awal ia memang sudah makmur dan setelah menikah juga sangat makmur. Jadi kekayaan baginya adalah hal biasa. Bukan menjadi fokus utama kehidupannya karena sejak kecil tak perlu terlalu mengejarnya dan terlalu bermimpi untuk mendapatkannya.
Sejak kecil ia sudah aman dan makmur. Saat dewasa juga aman dan makmur. Dan akhirnya fokus utama bukan lagi kekayaan. Tapi hati. Hati yang tenang. Ramah. Dan baik. Yang bisa dibilang kaya secara hati.
Kaya secara hati adalah hal yang sulit. Tak banyak orang bisa melakukannya.
Orang yang kaya raya pun banyak hatinya yang buruk, sombong dan angkuh. Tapi banyak juga yang benar-benar baik hati karena pernah mengalami banyak hal di masa hidupnya yang lalu.
Tapi bayangkan, jika kamu dilahirkan di keluarga terpencil, di sebuah desa, atau lingkungan kumuh di perkotaan. Atau lahir di sebuah kota tapi orang tuamu termasuk kelas rendah dan berpenghasilan seadanya. Dan ada orang kota yang tak pernah mengalami betapa beratnya hidup miskin sepertimu, ia bicara bahwa kaya hati itu jauh lebih penting dari pada kekayaan materi.
Ini sama saja, ia bilang, teruslah saja miskin. Miskin itu baik. Asalkan hatimu juga baik dan ramah.
Kekayaan itu urusan kesekian.
Bagi orang yang sudah kaya dan makmur sejak kecil sampai berkeluarga. Perkataan semacam itu cukup pantas ditunjukkan ke orang-orang yang juga sudah mapan dan berkecukupan.
Tapi, bagi mereka yang terlilit hutang, tanpa orangtua, lahir di jalanan, memiliki orang tua miskin yang bahkan sekedar menyekolahkanmu saja ia kebingungan
Saat kamu ingin sekedar makan mie ayam saja tidak biasa karena dianggap makanan mahal dan mewah oleh orangtuamu. Sekedar ingin mie instan saja tidak dibolehkan karena mahal. Ingin gadget saja, apalagi. Dan sekolah hanya sekedar angan-angan.Dan di sekitarmu ada banyak mahasiswa yang hidup terkesan mewah. Membawa mobil. Bersenang-senang di kafe. Dan membeli apa saja yang ia mau. Kamu, menjual koran di perempatan setiap hari, dan melihat pameran kekayaan di mana-mana. Yang semua orang kaya itu hanya sekedar mengabaikanmu.
Di saat kamu masih kecil, remaja, dan belum sungguh dewasa, ada perasaan iri dan seolah dunia ini tak adil.
Dan, apa yang akan kamu rasakan, jika di masa semacam itu, ada orang yang bilang, kaya hati jauh lebih penting dari pada kekayaan materi? Dan perkataan itu datang dari orang yang tak akan membantumu sama sekali.
Menjadi miskin selama dua puluh tahun adalah pengalaman yang sangat menyakitkan bagi begitu banyak orang.
Sekedar makan saja harus berpikir panjang. Ingin baju baru juga hampir tak kesampaian. Ingin bersekolah di sekolah favorit, jelas, orangtua tak punya kemampuan mewujudkannya. Dan ingin pergi ke tempat ini dan itu, semua membutuhkan uang dan bukan sekedar hati.
Ingin beli buku, menggunakan uang bukan menggunakan hati. Ingin membeli kuota internet juga menggunakan uang bukan hati. Ingin gadget buat belajar juga menggunakan uang bukan hati. Ingin laptop agar mudah mengerjakan tugas bukan menggunakan hati tapi butuh uang untuk bisa membelinya. Ingin ikut les, para guru pembimbingnya juga tidak mau hanya dikasih senyuman dan keramahtamahan. Mereka membutuhkan uang.
Bagi seseorang yang kehidupannya sejak kecil selalu diliputi oleh hambatan keuangan dan ia juga masih belum dewasa. Apakah layak, mengatakan bahwa kekayaan hati jauh lebih penting dari pada kekayaan materi?
Dalam dunia semacam itu, ketabahan diri dan mencoba meredam gejolak hati dari perasaan marah kenapa dilahirkan di keluarga miskin dan mencoba untuk tidak banyak iri ke orang-orang, sudah menjadi bagian dari kekayaan hati itu sendiri.
Tapi, jika kemiskinan itu terus berlanjut sampai berpuluh tahun. Maka, hati pun akan rusak. Saat segala impian dan keinginan terkubur. Saat kenyataan hidup ternyata selalu membutuhkan uang dan uang. Dan sistem jual beli ternyata hanya boleh menggunakan uang saja bukan perkataan ramah dan sikap yang baik.
Parahnya lagi, orang yang berkata bahwa kekayaan hati itu jauh lebih penting, juga tak akan membantumu saat dalam kesulitan, melunasi hutang-hutangmu, dan juga tidak membantumu mendapatkan pekerjaan.
Kekayaan hati, bagi orang makmur adalah untuk ketenangan dirinya sendiri dan sedikit orang yang ia kenal dan dekat saja.
Jika kamu tidak mencoba meraih kekayaan itu di saat kamu dalam kondisi miskin atau kekurangan. Orang-orang kaya yang hidup dengan gagasan bahwa uang bukan segalanya dan hati yang tenang jauh lebih penting. Tak akan datang kepadamu dan menguluarkan tangannya. Kamu tetap harus mencari penghasilan sendiri.
Hanya ada sedikit di antara mereka yang mau membantu dan bisa melakukannya. Dan sisanya, tak akan peduli jika orang miskin itu ada di dunia ini.
Kekayaan hati, hanya mampu meredam segala rasa iri yang berlebih dan kerusakan yang parah dari emosi negatif
Tapi, kekayaan hati, tak akan bisa selalu menyelamatkanmu dari kelaparan atau rengekan anak yang minta susu, jajan, mainan, dan juga ingin bersekolah seperti yang lainnya.Saat kamu sudah punya anak, dan kenyataan bahwa kamu miskin. Sedangkan anakmu meminta ini dan itu. Merek terus menerus. Iri dengan teman-temannya. Apakah kekayaan hati saja cukup untuk memuaskan perasaan iri anak-anakmu terhadap teman-teman sebayanya?
Apakah sudah cukup?
KAMU SEDANG MEMBACA
ESAI-ESAI KESEHARIAN
Randomaku ingin berbicara tentang keseharian kita sebagai manusia. saat aku melihat sesuatu, sebuah peristiwa, keganjilan, perasaan resah, perpolitikan, omong kosong hidup, hal-hal sepele yang mengganjal di hati, seni yang aku masuki, dunia puisi, sastra...