batas manusiawi. seperti itulah aku menyebutnya.
batasan seorang manusia untuk berbelas kasihan, menolong, memberi perhatian, atau membantu mengurangi penderitaan orang lainnya. dan dalam artian terluasnya, sampai sejauh mana seseorang mau berempati, menanggung beban untuk menemani, dan tetap menjaga hubungan tatkala batas kesanggupan telah terlampaui.
dari pengalaman kehidupanku yang singkat. bertemu orang-orang. memahami batasan diriku sendiri. memikirkan dunia sehari-hari. dan perenunganku terhadap konsepsi kemanusiaan dan apa itu manusia. akhirnya, setelah menulis berbagai macam tulisan kecil, Dunia Yang Harus Kita Akhiri dan Dunia Yang Membosankan. aku mencapai suatu titik batas mengenai apa yang aku sebut sebagai manusiawi.
istilah manusiawi adalah anggapan bahwa manusia adalah makhluk yang beradab, memiliki logika, perasaan, yang memiliki belas kasihan, rasa sayang, memahami sakit dan penderitaan orang lain, dan mampu memberikan pertolongan dan rasa aman bagi yang lainnya. aku akan memakai penjelasan ini sebagai titik tolak tulisan singkat ini. dan mencoba tak membahas manusia secara keseluruhan yang memiliki kekejaman sekaligus kasih sayangnya. penyempitan ini untuk mempermudah aku membicarakan sampai sejauh mana sisi manusia yang positif, dalam lingkup sosial dan lainnya. dalam artian banyak, sampai sejauh mana manusia masih bisa menjadi baik dan pengertian terhadap yang lainnya?
perenungan semacam ini, akan membawa kita pada sejarah perang, kekejaman, kediktatoran, penjajahan, penghisapan terhadap yang lainnya, berbagai macam konflik, hingga pengabaian-pengabaian yang membuat orang lain sangat sengsara. dari hal kecil yang sehari-hari sering kita lakukan di lingkup sosial dan dunia sehari-hari kita. kita telah memunculkan berbagai jenis bibit segala macam kekacuan yang hari ini kita kritisi mati-matian.
semua berawal dari kita. hanya saja, kita mencoba menghindarinya.
aku seorang penderita bipolar. aku telah menyaksikan naik turunnya pertemanan. hubungan sosial. dan rusaknya berbagai macam jenis ikatan-ikatan. dari diriku sendiri, pengalamanku selama ini, aku sudah cukup yakin, bahwa batasan-batasan seseorang dalam menolong, mempertahankan hubungan, dan bertenggang rasa, sangatlah tipis dan mudah hancur. dari sejarah singkat hidupku, aku telah melihat banyak orang meninggalkanku, membenciku, dan terkadang sudah kebal terhadap penderitaanku. entah karena cara berpikirku, gejolak jiwa dan emosi yang aku miliki, atau sikap brengsekku secara intelektual atau dalam masa depresi terparah yang melandaku. aku telah melihat berbagai macam jenis batasan-batasan seorang manusia. salah satunya, bermula dari sejauh mana seseorang bisa memberiku tempat untuk hidup di dalam dirinya.
bisa dibilang, aku adalah sosok nyata, yang memiliki bipolar, gangguan intelektual, sekaligus beban intelektual yang kadang sangat tak mengenakkan. sejauh mana seseorang sanggup bertahan dengan keadaanku? sejauh mana seseorang mau memahamiku, dan setidaknya, sekedar menjaga hubungan?
aku hanyalah contoh kecil dari fakta sehari-hari, sejauh mana seseorang bisa merelakkan dirinya untuk bertindak jauh dalam mengekspresikan nilai-nilai kemanusiaannya.
aku telah menemukan, bahwa seseorang, terlebih di negara ini, bisa sangat mudah membenci orang lain, tanpa sebab yang pasti. orang bisa membenci orang lain karena hal-hal sepele. dan orang bisa dengan mudah mengabaikan orang lainnya karena alasan-alasan yang tak perlu meminta penjelasan yang lebih. aku menyaksikan hal semacam ini sepanjang kehidupanku yang sadar. orang pada akhirnya, saling membenci dan mengabaikan karena perbedaan kekayaan, perbedaan sudut pandang atau filosofi hidup, perbedaan ras, agama, aliran politik, bahasa, hingga gaya hidup dan cara berpenampilan. lalu orang bisa mengabaikan dan sangat tak peduli bahkan acuh tak acuh dengan penderitaan yang lainnya hanya karena bertengkar, iri, merasa dikhianati, merasa ditipu, dan segenap urusan kecil lainnya yang berujung pada perbedaan politik tingkat tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ESAI-ESAI KESEHARIAN
Randomaku ingin berbicara tentang keseharian kita sebagai manusia. saat aku melihat sesuatu, sebuah peristiwa, keganjilan, perasaan resah, perpolitikan, omong kosong hidup, hal-hal sepele yang mengganjal di hati, seni yang aku masuki, dunia puisi, sastra...