Membakar karya Faisal Oddang? Itulah keinginanku. Keinginan yang muncul dari membaca beberapa puluh halaman Puya ke Puya dan membolak-balikkan dengan secara acak buku puisi buruk semacam Perkabungan Cinta.
Masalah terbesarnya, hari ini, belum ada satu pun buku Oddang yang ada di tanganku. Seluruh uangku habis untuk membeli buku yang jauh lebih penting semacam Van Gogh: The Complete Paintings dari Ingo F. Walther dan Reiner Metzger atau buku bagus lainnya seperti Michelangelo dan Leonardo da Vinci milik Frank Zollner.
Bagiku sendiri, tiga buku itu jauh lebih penting dibaca dari pada buku-buku Oddang. Untuk apa membaca buku Oddang di saat ada banyak buku melimpah lainnya di seluruh dunia ini? Untuk apa membuang waktu demi membaca Oddang, seolah-olah dunia ini kekurangan bahan bacaan saja? Dan di saat waktu membaca semakin sulit dan berat. Meluangan waktu untuk membaca Oddang, entah mengapa, seperti semacam kegagalan berpikir.
Baiklah, sekarang ini aku sedang tak membawa karya Oddang di kedua tanganku. Jika ada kalian yang merasa salah satu karya miliknya buruk dan sudah tak lagi kalian butuhkan di rak. Kalian boleh menyumbangkannya kepadaku. Aku akan menerimanya dengan tangan terbuka. Membacanya. Mencorat-coret isinya. Dan seandainya benar-benar buruk. Aku akan membakarnya untuk kalian dan juga untuk diriku sendiri.
Hari ini, atau lebih tepatnya pagi, saat waktu mendekati angka lima, buah karya Faisal Oddang terlintas di kepalaku sewaktu aku tengah membaca Van Gogh: The Life milik Steven Naifeh and Gregory White Smith. Dalam buku bersampul kuning dengan potret Vincent, aku menemukan kata-kata menarik yang diucapkan Theo dalam menggambarkan kakaknya itu. "There's something in the way he talks that makes people either love him or hate him."
Yah, gaya bicaraku, dan tentunya gaya tulisanku, mungkin akan lebih banyak dibenci dari pada disukai. Apa lagi, saat aku berencana membakar Faisal Oddang? Oh maaf, salah ketik; membakar karya-karya Faisal Oddang, tepatnya. Mungkinkah penggemarnya akan kebakaran otak? Atau, kebakaran kelamin?
Seandainya tak ada yang mau menyumbang untukku buah karyanya. Aku akan membelinya sendiri. Tentunya, setelah lebih dulu membeli buku lainnya, semisal Homo Deus atau Suta Naya Dhadhap Waru dari Imam Budhi Santosa.
Selain Oddang, ada salah satu buku terburuk dalam sepanjang sejarah Sastra Indonesia Modern yang ingin aku bakar karya Arafat Nur yang berjudul Keajaiban Paling Hebat di Dunia. Sebuah karya terburuk sepanjang sejarah kepenulisan Arafat Nur. Yang membuatku tak habis, kenapa orang semacam dia bisa melakukannya? Mau menerbitkan rongsokan semacam itu di saat dia harusnya lebih fokus di novel yang dia kuasai?
Entahlah. Terlalu banyak sampah di dalam Sastra Indonesia hari ini. Bisa dibilang, saat kau mulai berjalan di antara rak-rak buku. Maka, sebagian besar buku-buku itu hanyalah sampah. Keberadaan yang tak butuh waktu lama untuk dibuang.
Dan oh ya, jika ada kalian yang ingin menyumbangkan buku-buku lainya dari khazanah Sastra Indonesia Modern dan sangat ingin membakarnya tapi merasa takut dan tak mampu. Maka aku akan jadi perwakilan kalian. Sumbangkan saja buku itu padaku. Maka aku akan membakarnya untukmu!
Tapi, seburuk apa pun karya Sastra orang Aceh atau orang Sulawesi dan mungkin Kalimantan dan Papua. Yang mana mereka memiliki banyak keterbatasan ke banyak akses yang sangat penting. Buku buruk karya orang yang tinggal di Jawa, jauh lebih tak bisa dimaafkan. Jika mereka yang tinggal di Jawa dan berkecukupan masih saja menulis dengan buruk.Maka jangan segan-segan membakar karyanya. Untuk apa menghargai seorang penulis yang tak menghargai dirinya sendiri karena menulis dengan buruk?
Dan, Faisal Oddang, oh Faisal Oddang. Tunggu aku. Aku akan membakarmu! Eh, membakar buku-bukumu!
KAMU SEDANG MEMBACA
ESAI-ESAI KESEHARIAN
Casualeaku ingin berbicara tentang keseharian kita sebagai manusia. saat aku melihat sesuatu, sebuah peristiwa, keganjilan, perasaan resah, perpolitikan, omong kosong hidup, hal-hal sepele yang mengganjal di hati, seni yang aku masuki, dunia puisi, sastra...