Menjadi perempuan, jujur saja, mungkin bosan setiap saat melihat laki-laki jelek dengan cara berpakaian seadanya setiap harinya. Kumal. Berantakan. Terlihat tak terurus. Nyaris tak ada segi modis sama sekali. Dan yang paling menyedihkan, banyak laki-laki hari ini pun bodohnya minta ampun. Malah bisa dibilang, kebodohannya sangat menjengkelkan dan ingin sekali rasanya menggampar mukanya. Laki-laki jelek dan tolol kian menjamur. Ini tanda bahaya. Para laki-laki semakin turun derajatnya tapi para perempuan masih saja mau mendampinginnya. Mau bagaimana lagi: terlalu banyak laki-laki jelek dan bodoh. Sehingga kemungkinan mendapatkan yang lumayan atau sesuai kriteria nyaris mustahil. Pilihannya tak banyak.
Apa jadinya, jika para perempuan menuntut laki-laki untuk berpenampilan menarik, tampan, pintar atau cerdas, dan seksi? Jujur aku akan bilang, banyak laki-laki akan depresi dan mungkin, akan jatuh pada bunuh diri. Selama ini para laki-laki tak banyak ditekan oleh pasangannya kecuali hanya sekedar masalah kemampanan keuangan. Cobalah sesekali suruh kekasih atau suamimu untuk bersolek dan tampil menawan. Maka dia akan tersiksa dan kebodohannya semakin berlipat ganda.
Dengan banyak waktu bagi para laki-laki seperti sekarang ini, mereka masih saja culun, kuper, tak ada gaya, dan banyak yang bodoh. Lalu apa jadinya jika hidup para laki-laki tersedot ke penampilan karena permintaan dan tuntutan para perempuan? Membayangkannya saja sudah ngeri.
□
Kita sering mendengar umpatan khas-khas laki-laki, 'cantik tapi bodoh, ya sama saja'. Sekarang para perempuan bisa berkata dengan heboh, 'sudah kere, goblok, jelek, semrawut lagi. Mau jadi apa kamu boy?'.
Yang paling menjengkelkan di antara semuanya adalah laki-laki bodoh, tampang pas-pasan atau jelek, kere, memilih cara berpakaian saja kedodoran, kerja cari uang tak seberapa saja sudah ngeluh padahal untuk keluarga, tapi pinginnya menang sendiri. Selalu nuntut pasangan tampil cantik, setia, nurut, dan lainnya. Entah sebagai kekasih atau suami. Laki-laki tak jelas semacam ini jumlahnya melimpah. Kalau kamu mampu, buang saja laki-laki macam itu ke tempat sampah atau toilet umum. Dan jika lebih sangat mampu, ikat telanjang dia di pepohonan sebelah keluarga monyet, simpanse dan gorila di kebun binatang terdekat di wilayahmu.
□
Beberapa hari ini aku membaca ulang Mitos Kecantikan karya Naomi Wolf. Dan entah kenapa, aku teringat bagaimana menjadi perempuan itu sangat melelahkan. Dalam artian, pengalaman teman atau orang terdekat aku. Dan banyak perempuan rela menghabiskan waktunya untuk tubuh dan tampil cantik. Membuang jam belajar dan kesenangan lainnya hanya agar nantinya ditonton oleh para laki-laki. Masalahnya aku juga senang melihat perempuan cantik dan modis. Apalagi pintar. Dalam hal ini, aku tak beda dengan laki-laki lainnya. Setidaknya, aku cukup jujur terhadap diri sendiri. Bahwa dengan sudut pandang semacam ini, menjadi perempuan jelas tak mudah.
Hanya saja, ketika aku jalan kaki, ke mal, toko buku, tempat makan, perpustakaan, galeri seni. Jumlah perempuan cantik dan modis membludak. Seolah-olah banjir bandang kecantikan dan keseksian. Sementara jumlah laki-lakinya, benar-benar tak banyak perubahan. Kurus. Acak-acakan. Berpakaian sesukanya. Kadang mirip pengamen. Gendut. Hitam. Tak menarik. Dan kalau diajak bicara, benar-benar rasanya ingin menabrakkannya ke mesin penggaruk tanah. Nyaris idiot. Walau begitu, cukup banyak laki-laki yang berpenampilan seimbang. Dalam artian, setara dengan para perempuan kebanyakan berpenampilan. Sayangnya, laki-laki yang sadar diri ini jumlahnya sedikit. Terlalu sedikit.
Jika kamu adalah perempuan, adakalanya kamu akan susah membedakan antara anak kuliahan atau tukang bangunan. Karena cara laki-laki kebanyakan berpakaian, benar-benar sekelas tukang bangunan. Tapi tuntutannya terhadap dunia perempuan luar biasa banyak. Di sinilah letak ketidakadilan sehari-hari terjadi tanpa banyak yang menyadarinya.
□
Laki-laki masa sekarang, kebanyakan adalah tolol. Para laki-laki kebanyakan harus berani mengakui hal ini. Susah diajak ngobrol. Wawasannya sempit. Tak memiliki gairah inovasi dan penemuan. Jenius pun langka dan nyaris mustahil. Dan bahkan sekedar menulis, membaca, atau menganalisa masalah pun, banyak dari mereka tak mampu. Dan jika kamu adalah perempuan, tiba-tiba kamu menyaksikan laki-laki macam itu masih hidup di kelasmu, di kotamu, atau tak sengaja bertemu. Jangan pernah heran. Kebanyakan laki-laki sekarang otaknya tak menjanjikan. Jadi kalau kamu bertemu dengan laki-laki bodohnya minta ampun entah di bus, kereta, tempat wisata, cafe, perpus, seminar, ruang diskusi, acara kesenian, dan nyaris muak memikirkannya. Saranku adalah ajak biacara dia, tatap tajam kedua matanya, dan berbicaralah banyak hal sampai dia tergagap-gagap. Agar laki-laki itu sadar diri dan memperbaiki otaknya kembali. Kalau dibiarkan saja, mereka seenaknya sendiri. Bodoh, jelek, konyol, tak jadi soal. Asal kaya. Atau malah hanya sekedar asal laki-laki. Masa semacam itu sudah lewat. Ya, sudah lewat. Dan yah, sesekali menguji para laki-laki adalah hal yang menarik.
Rasa-rasanya, dari sekian banyak seminar, diskusi, forum bedah buku dan lainnya. Sedikit sekali laki-laki yang punya nyali bicara, logika yang kuat, analisa yang unik, dan cara berpikir baru. Malah kebanyakan mereka takut bicara. Takut dianggap bodoh. Tak punya topik untuk dibicarakan. Mau bagaimana lagi, itulah generasi laki-laki hari ini. Menyedihkan.
□
Dan, jika kamu melihat nyaris setiap harinya laki-laki jelek berkeliaran di tengah-tengah perempuan yang berpenampilan modis, seksi, cantik, anggun, dituntut pintar, karir yang bagus, dan inovatif. Sebagai perempuan, kamu boleh memasukkan jenis laki-laki semacam itu ke kandang ayam dengan segera. Atau jika kamu sedang jalan kaki, mengendarai sepeda, motor, mobil, dan ada laki-laki super jelek menghalangi jalanmu, maka berteriaklah: laki-laki jelek, tolong minggir!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
ESAI-ESAI KESEHARIAN
Randomaku ingin berbicara tentang keseharian kita sebagai manusia. saat aku melihat sesuatu, sebuah peristiwa, keganjilan, perasaan resah, perpolitikan, omong kosong hidup, hal-hal sepele yang mengganjal di hati, seni yang aku masuki, dunia puisi, sastra...